Dari Rafael Alun Trisambodo Jadi Drama Rp300 Triliun

Masih belum ada kejelasan terkait transaksi mencurigakan itu

Jakarta, IDN Times - Drama Rp300 triliun masih berlanjut. Angka ratusan triliun rupiah itu menyangkut transaksi mencurigakan yang menyeret institusi Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Sekitar tiga pekan sudah bola liar Rp300 triliun dilontarkan ke publik oleh Menkopolhukam Mahfud MD. Namun, belum ada penjelasan yang konkret apa sebenarnya yang terjadi di balik Rp300 triliun tersebut yang belakangan diketahui angkanya sebesar Rp349 triliun.

Semuanya berawal dari viralnya video penganiayaan oleh Mario Dandy Satriyo kepada David Ozora pada 21 Februari di Twitter. Dandy adalah anak pejabat Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sedangkan David anak pengurus GP Ansor.

Kemudian harta janggal ayah Dandy yang belakangan diketahui bernama Rafael Alun Trisambodo (RAT) disorot warganet. Menurut Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) RAT per 31 Desember 2021, harta pejabat Ditjen Pajak itu tercatat sebesar Rp56.104.350.289 (Rp56 miliar).

Rupanya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah lama mengendus adanya kejanggalan dalam harta kekayaan yang dimiliki oleh RAT. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan, pihaknya menemukan kejanggalan di dalam harta kekayaan milik Rafael sejak lama.

"Sebenarnya dari kami sudah selesai sejak 2013 lalu dan ada beberapa kali analisis lanjutan di 2019. Kasus muncul sekarang karena urusan anak, yang menyeret RAT," ujarnya kepada IDN Times.

PPATK pun sudah menyerahkan hasil analisis terhadap temuan tersebut ke aparat penegak hukum (APH). Itu dilakukan bahkan jauh sebelum kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Dandy terhadap David terjadi.

Dari Rafael Alun Trisambodo Jadi Drama Rp300 TriliunInfografis drama Rp300 triliun. (IDN Times/Mardya Shakti)

1. Mahfud MD minta klarifikasi kepada PPATK

Dari Rafael Alun Trisambodo Jadi Drama Rp300 TriliunMenko Polhukam, Mahfud MD (ANTARA FOTO/Reno Esnir)

Setelah heboh harta Janggal RAT disorot publik, Menkopolhukam Mahfud MD lantas meminta klarifikasi kepada PPATK. Hal itu disampaikan oleh Ivan dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI pada Selasa 21 Maret 2023.

"Dalam kerangka di awal itu terkait dengan RAT. Beliau (Mahfud MD) minta klarifikasi apakah kita sudah pernah mengirimkan hasil analisis apa belum? Karena ada isu mengenai LHKPN yang tinggi, yang besar itu. Lalu saya sampaikan sudah pernah ada," ujar Ivan.

Atas besarnya atensi publik kala itu terhadap gaya hidup keluarga Rafael Alun dan permintaan klarifikasi dari Mahfud MD, PPATK kemudian menyampaikan data agregat terkait dengan institusi yang membawahi Ditjen Pajak, yaitu Kemenkeu kepada Mahfud.

"Bergulir lagi ke isu lainnya yang isu flexing-flexing lainnya. Lalu saya sampaikan (kepada Mahfud MD) sudah pernah ada lagi. Kita tidak pernah menyampaikan dokumen hasil analisisnya. Lalu beliau minta list secara agregat secara umum," jelas Ivan.

Kemudian, bertempat di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Rabu 8 Maret 2023, Mahfud sebagai Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), menyebut ada pergerakan uang yang mencurigakan sebesar Rp300 triliun di Kemenkeu.

"Sudah dapat laporan pagi tadi, malah ada pergerakan yang mencurigakan Rp300 triliun, di lingkungan Kemenkeu, sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai," kata Mahfud.

Mahfud menyebut sudah menyampaikan hal tersebut kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Dia mengatakan pihaknya akan menyampaikan secara terbuka atas temuan yang ada.

Baca Juga: KPK: Laporan dari PPATK Sifatnya Info Intelijen, Harusnya Gak Dibuka

2. Kemenkeu tak tahu soal Rp300 triliun

Dari Rafael Alun Trisambodo Jadi Drama Rp300 TriliunKonferensi Pers Tindak Lanjut Penanganan Pegawai, Kementerian Keuangan (youtube.com/Ministry of Finance Republic of Indonesia )

Kemenkeu buka suara atas pernyataan Mahfud MD mengenai adanya indikasi pergerakan uang yang mencurigakan hingga ratusan triliun di lingkungan Bendahara Negara.

Inspektur Jenderal (Irjen) Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh, pada 8 Maret, mengatakan pihaknya belum menerima informasi tersebut dari PPATK.

"Kami (Inspektorat Jenderal Kemenkeu) belum menerima informasinya seperti apa. Nanti akan kami cek. Memang masalah ini udah tahu tuh di pemberitaan ya masalah ini, tapi akan kami cek," katanya dalam konferensi pers perkembangan pemeriksaan RAT dan ED di Gedung Djuanda 1 Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta Pusat.

Dalam postingan yang diunggah Sri Mulyani di Instagram miliknya, disebutkan bahwa surat dari Kepala PPATK dengan nomor SR/2748/ AT.01.01/III/2023 tertanggal 7 Maret 2023, baru dikirim pada Kamis 9 Maret pukul 09.00.

Hanya saja, surat dengan lampiran 36 halaman berisi daftar 196 laporan PPATK ke Itjen Kemenkeu sejak 2009-2023, yang berisi daftar nomor surat dan nama pegawai terlapor dan tindak lanjut Kemenkeu, tidak mencantumkan data uang Rp300 triliun.

3. Sri Mulyani minta PPATK buka data

Dari Rafael Alun Trisambodo Jadi Drama Rp300 TriliunPress Statement Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menkopolhukam Mahfud MD terkait temuan PPATK, di Kantor Kemenetrian Keuangan, Jakarta Pusat, Sabtu (11/3/2023). (IDN Times/Trio Hamdani).

Sri Mulyani kemudian mengirim anak buahnya untuk menemui Mahfud MD pada Jumat 10 Maret. Dalam utusan tersebut terdiri dari Wamenkeu, Irjen Kemenkeu, Dirjen Pajak, Dirjen Bea Cukai dan Sekjen Kemenkeu.

Mereka menghadap Mahfud untuk klarifikasi dan cek data agar tidak terjadi simpang siur pernyataan publik. Setelah pertemuan selesai dilakukan pernyataan pers oleh Mahfud dan Wamenkeu. Mahfud kemudian menjelaskan, transaksi mencurigakan Rp300 triliun itu bukan hasil korupsi, tapi terkait TPPU.

"Saya mengumumkan yang terakhir ada transaksi mencurigakan, yang terjadi di Kemenkeu berdasarkan laporan atau informasi PPATK sejak tahun 2009-2023. Saya katakan transaksi mencurigakan sebagai tindakan atau TPPU," ujar Mahfud usai rapat bersama Kemenkeu.

Keesokan harinya, tepatnya pada Sabtu 11 Maret, Mahfud MD menyambangi Sri Mulyani di kantor Kemenkeu untuk membahas Rp300 triliun, dilanjutkan dengan kedua menteri menyampaikan pernyataan pers pada akhir pekan itu.

Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani meminta PPATK buka-bukaan mengenai data pergerakan uang yang mencurigakan hingga Rp300 triliun di lingkungan Kemenkeu.

"Saya juga seizin Pak Mahfud ya, saya tanyakan kepada Pak Ivan (Kepala PPATK) 'Pak Ivan Rp300 triliun seperti apa? mbok ya disampein saja secara jelas kepada media, siapa-siapa yang terlibat, pohon transaksinya seperti apa, dan apakah informasi itu bisa di-share ke publik," kata Sri Mulyani.

Baca Juga: Jokowi Panggil Kepala PPATK ke Istana, Ada Apa?

4. PPATK sampaikan klarifikasi soal Rp300 triliun

Dari Rafael Alun Trisambodo Jadi Drama Rp300 TriliunKepala PPATK Ivan Yustiavandana dan Itjen Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (14/3/2023). (IDN Times/Trio Hamdani)

Akhirnya, pada Senin 13 Maret, Kepala PPATK mengirim surat SR/3160/ AT.01.01/III/2023 kepada Sri Mulyani dengan lampiran 43 halaman berisi tabel daftar 299 surat yang telah dikirim PPATK kepada APH dan Kemenkeu sejak 2009-2023. Dalam tabel tercantum nama orang atau perusahaan dan nilai transaksi Rp349,87 triliun yang diduga terindikasi TPPU.

Selanjutnya pada Selasa 14 Maret, Kepala PPATK Ivan mendatangi kantor Kemenkeu. Ivan datang untuk membahas mengenai transaksi keuangan Rp300 triliun yang menyeret Kemenkeu. Setelahnya, dilakukan pernyataan pers bersama Inspektur Jenderal Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh.

Ivan menjelaskan, Kemenkeu adalah salah satu penyidik tindak pidana asal dari TPPU. Jadi, setiap kasus yang terkait dengan kepabeanan, cukai maupun perpajakan, oleh PPATK disampaikan kepada Kemenkeu yang dalam hal ini nilainya mencapai Rp300 triliun.

Jadi, angka tersebut bukan tentang adanya penyalahgunaan wewenang ataupun korupsi yang dilakukan oleh pegawai Kemenkeu. Itu lebih kepada tugas dan fungsi Kemenkeu yang menangani kasus-kasus tindak pidana asal.

"Saya pikir sudah clear di situ ya, ini bukan tentang penyimpangan ataupun bukan tentang tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pegawai Kementerian Keuangan. Ini lebih karena posisi Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal," katanya.

Dalam kesimpulannya, Awan mengatakan, pada prinsipnya angka Rp300 triliun itu bukan angka korupsi ataupun TPPU pegawai Kementerian Keuangan. Tapi, terlepas dari itu, Kemenkeu berkomitmen untuk melakukan bersih-bersih.

"Jadi, prinsipnya angka Rp300 triliun itu bukan angka korupsi ataupun TPPU pegawai Kementerian Keuangan. Itu sudah dijelaskan oleh Pak Ivan. Nah, kemudian kami Kementerian Keuangan komitmen untuk melakukan pembersihan-pembersihan," tambahnya.

Mahfud MD lantas mempertanyakan pernyataan Kepala PPATK yang menyebut transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun bukan perbuatan korupsi atau pencucian uang. Bagi Mahfud, pernyataan Ivan yang disampaikan di Kementerian Keuangan tidak masuk akal.

"Oke, itu bukan korupsi atau TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), tetapi itu apa namanya kalau ada belanja atau transaksi aneh? Kok bukan korupsi atau TPPU? Itu yang nanti akan saya jelaskan dan bersama Bu Sri Mulyani," ungkap Mahfud ketika berada di Melbourne, Australia, dikutip dari YouTube, Jumat 17 Maret.

Akhirnya, Mahfud MD pun bertemu Sri Mulyani dan Kepala PPATK pada Senin 20 Maret. Ketiganya telah mencapai kesepahaman terkait dugaan transaksi mencurigakan Rp300 triliun merupakan laporan TPPU.

"Saya ingin menyampaikan kesepahaman kami bersama bahwa yang kita bicarakan itu, yang saya dan Pak Ivan PPATK dan Bu Sri Mulyani mengomentari bahwa ini adalah laporan pencucian uang," ungkap Mahfud di kantor Kemenko Polhukam.

Baca Juga: Anggota DPR Pertanyakan Mahfud Tak Langsung Usut soal Rp349 Triliun

5. DPR RI ikut turun tangan

Dari Rafael Alun Trisambodo Jadi Drama Rp300 TriliunGedung DPR RI (IDN Times/Kevin Handoko)

Komisi III DPR telah mengagendakan rapat kerja dengan Mahfud MD. Namun, Komisi III terlebih dahulu menggelar rapat dengan PPATK pada 21 Maret. Dalam rapat kerja pada Selasa itu, Komisi III mempertanyakan alasan di balik bocornya informasi soal Rp346 triliun ke publik.

Kepala PPATK Ivan pun dituding punya motivasi politik atas bocornya Laporan Hasil Analisis (LHA) dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) di Kementerian Keuangan. Tudingan itu disampaikan Anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman.

Benny menyampaikan tudingan tersebut karena berdasarkan payung hukum yang dia ketahui, PPATK tidak boleh membuka data terkait LHA atau LHP ke publik. Jadi, dia mempertanyakan motivasi PPATK sehingga data-data terkait LHA Kemenkeu terbuka ke publik.

"Tidak ada satu pasal pun ataupun penjelasannya yang dengan tegas menyebutkan Kepala PPATK, Kepala Komite apalagi Menkopolhukam boleh membuka data-data seperti itu ke publik sesuka-sukanya selain punya motivasi politik. Itu yang Anda lakukan. Maka betul tidak itu motivasi politik?" tanya dia dalam rapat kerja di Komisi III DPR RI, Jakarta, Selasa (21/3/2023)

Ivan bersumpah bahwa dia tidak punya motivasi politik di balik laporan hasil analisis yang menyasar Kementerian Keuangan.

"Demi Allah sama sekali tidak ada. Tidak ada sama sekali," ujarnya.

Dia memastikan hanya menjalankan fungsinya sebagai Sekretaris Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Dia juga memastikan tidak membuka data-data yang memang tidak boleh dibuka ke publik. Apa yang ramai di publik adalah yang disampaikan oleh Menkopolhukam Mahfud MD.

"Saudara tidak ikut membuka itu ke publik?" tanya Benny.

"Saya ndak, hanya Pak Menkopolhukam," jawab Ivan.

Komisi III pun mendesak agar Mahfud dihadirkan dalam rapat kerja secepatnya untuk membahas Rp349 triliun. Mahfud pun mengaku siap menghadapi Komisi III DPR. Rencananya rapat tersebut bakal digelar Rabu 29 Maret bersama pejabat Kemenkeu dan PPATK.

"Nanti, kan hari Rabu saya diundang ke sana (DPR). Untuk uji logika dan kesetaraan juga. Jangan dibilang pemerintah adalah bawahan DPR, bukan!" ungkap Mahfud di Kuningan, Jakarta Selatan pada Sabtu 25.

Dia pun meminta kepada semua anggota DPR yang pada Selasa kemarin kencang mengkritisi dirinya supaya hadir dalam rapat.

Dalam rapat yang digelar pada 21 Maret lalu, Ivan justru dimarahi oleh anggota Komisi III DPR lantaran mengirimkan laporan terkait dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun ke Mahfud. Padahal, laporan tersebut, menurut aturan yang dikutip Komisi III DPR, dianggap bersifat rahasia.

"Udah lah, pokoknya hari Rabu saya datang. Kemarin yang ngomong-ngomong agak keras itu, supaya datang juga," tambah Mahfud.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya