Ditelepon Istana, Kepala PPATK Laporkan Temuan Rp349 Triliun ke Jokowi

Laporan disampaikan lewat Seskab Pramono Anung

Jakarta, IDN Times - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengaku ditelepon oleh Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung mengenai temuan transaksi mencurigakan yang melibatkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Ivan menceraikannya hal tersebut untuk menjawab pertanyaan Anggota Komisi III DPR RI Benny K Harman. Awalnya Benny menanyakan apakah PPATK boleh membuka laporan hasil analisis (LHA) dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) ke publik seperti yang dilakukan oleh Menkopolhukam Mahfud MD.

"Seingat saya dalam Undang-undang ini PPATK hanya melaporkan kepada Bapak Presiden dan DPR. Apakah saudara sudah pernah melaporkan kepada Bapak Presiden? Jawab, sudah atau belum?" tanya Benny dalam rapat kerja dengan PPATK di Komisi III Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (21/3/2023).

Baca Juga: Kepala PPATK Bantah Punya Motivasi Politik soal Laporan di Kemenkeu

1. Ivan ditelepon oleh Seskab

Ditelepon Istana, Kepala PPATK Laporkan Temuan Rp349 Triliun ke JokowiSekretaris Kabinet, Pramono Anung. (dok. YouTube Sekretariat Presiden)

Ivan menjelaskan, dia sudah menyampaikannya kepada Seskab Pramono Anung melalui sambungan telepon.

"Untuk kasus ini sudah kami sampaikan melalui pak Seskab, Pak Pramono Anung, karena beliau yang telepon," sebutnya.

Sebelum ditelepon oleh Seskab, Ivan sebelumnya sudah meminta waktu untuk menyampaikan data terkait kepada Presiden Joko Widodo. Hal itu sudah dia sampaikan melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno.

"Sebenarnya saya minta waktu untuk menyampaikan karena kan Pak Mensesneg lagi sakit, mau menyampaikan data terkait dengan ini kepada Pak Presiden," ujar Ivan.

Tapi, Ivan tak menjelaskan secara rinci mengenai pembicaraan via telepon itu seperti apa.

Baca Juga: Kepala PPATK Sebut Publik Salah Terjemahkan soal Rp349 Triliun 

2. Ada kesalahan menerjemahkan soal Rp349 triliun di publik

Ditelepon Istana, Kepala PPATK Laporkan Temuan Rp349 Triliun ke JokowiKepala PPATK Ivan Yustiavandana dan Itjen Kemenkeu Awan Nurmawan Nuh di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (14/3/2023). (IDN Times/Trio Hamdani)

Ivan mengatakan kepada Komisi III, ada kesalahan dalam menerjemahkan oleh publik soal transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun.

"Ya kesalahan kami juga, literasi publik, kami kurang melakukan kampanye dan segala macam, memang pemahamannya agak sulit. Kesalahannya adalah diterjemahkan itu terjadi di Kementerian Keuangan, tidak, tidak begitu, tidak bisa terjemahkan seperti itu," katanya.

Dia menyebut, angka Rp349.874.187.502.987 yang menghebohkan publik belakangan ini tidak semuanya tentang tindak pidana yang dilakukan di Kementerian Keuangan, melainkan terkait tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan sebagai penyidik tindak pidana asal.

"Itu kebanyakan terkait dengan kasus impor-ekspor, kasus perpajakan. Di dalam satu kasus saja kalau kita bicara ekspor-impor itu bisa lebih dari Rp100 triliun, lebih dari Rp40 triliun," tuturnya.

Dalam laporan hasil analisis, Ivan menjelaskan ada tiga aliran yang PPATK sampaikan. Pertama, LHA terkait dengan oknum.

Kedua, LHA terkait dengan oknum dan tugas serta fungsinya. Misalnya PPATK menemukan kasus ekspor-impor atau perpajakan beserta oknumnya.

"Ketiga adalah kita tidak menemukan oknumnya tapi kita menemukan tindak pidana asalnya. Jadi tindak pidana asal misalnya kepabeanan atau perpajakan itu yang kita sampaikan kepada penyidiknya.

Baca Juga: Sri Mulyani Beberkan Modus Pencucian Uang SB yang Dilaporkan PPATK

3. Temuan Rp349 triliun tak bisa diterjemahkan sebagai tindak pidana di Kemenkeu

Ditelepon Istana, Kepala PPATK Laporkan Temuan Rp349 Triliun ke JokowiGedung Kementerian Keuangan (Kemenkeu). (IDN Times/Helmi Shemi)

Ivan menegaskan temuan soal Rp349 triliun yang dikaitkan oleh publik sebagai kasus TPPU yang hanya terjadi di Kemenkeu tidak bisa dikatakan benar. Sebab, ada juga TPPU yang dilakukan oleh pihak-pihak di luar Kemenkeu namun masuk ke dalam tupoksi Kemenkeu.

"Jadi sama sekali tidak bisa diterjemahkan kejadian tindak pidananya itu di Kementerian Keuangan, ini jauh berbeda. Jadi kalimat 'di Kementerian Keuangan' itu juga adalah kalimat yang salah. Itu yang menjadi tugas pokok dan fungsi Kementerian Keuangan," sebutnya.

Kepala PPATK mencontohkan, pada saat PPATK menyerahkan kasus korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), itu bukan tentang orang KPK melakukan korupsi, melainkan lebih dikarenakan penyidik tindak pidana asalnya adalah KPK.

Begitupun pada saat PPATK menyerahkan kasus narkotika kepada Badan Narkotika Nasional (BNN), itu bukan berarti ada tindak pidana narkotika di BNN, melainkan terkait dengan tugas dan fungsi BNN.

"Sama pada saat (Ditjen) Bea Cukai maupun (Ditjen) Pajak itu karena memang urusan kepabeanan, ekspor-impor itu Bea Cukai," tambahnya.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya