Indonesia Protes Harga Karbon Negara Maju dan Berkembang Tidak Adil

Pasar karbon di negara berkembang dihargai lebih rendah

Jakarta, IDN Times - Indonesia memprotes ketidakadilan yang terjadi di pasar karbon global. Sebab, harga karbon di negara maju ditetapkan jauh lebih tinggi dibandingkan negara berkembang.

"Menurut kami melihat standar ganda yang dipakai oleh negara maju dalam menerapkan karbon ini sangat terlihat sekali," kata Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam Press Briefing, Selasa (24/5/2022).

Bahlil menyebut, harga karbon negara berkembang senilai US$10, sementara negara maju US$100.

"Harga karbon negara maju itu bisa sampai dengan US$100, harga karbon negara berkembang yang mempunyai sumber daya alam itu dihargai cuma US$10. Saya katakan bahwa ini tidak fair," tegasnya.

Baca Juga: Roadmap Pasar Karbon Belum Sinkron, Pajak Karbon Bakal Tertunda?

1. Bahlil menilai belum ada standar yang sama mengenai perhitungan harga karbon

Indonesia Protes Harga Karbon Negara Maju dan Berkembang Tidak AdilMenteri Investasi/Kepala Bahlil Lahadalia rapat kerja dengan Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/9/2021) ( ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj)

Menurutnya, cara penghitungan harga karbon belum ada standar yang sama. Di saat bersamaan, negara-negara maju menjadi salah satu kontributor terbesar yang menghasilkan emisi karbon karena kondisi alamnya sudah tidak terlalu bagus.

Indonesia meminta agar tidak boleh ada perlakuan yang berbeda antara negara maju dan negara berkembang. Jika ada perlakuan yang berbeda, berarti menurutnya tidak ada penghargaan yang sama.

"Masa (harga karbon) negara maju US$100, kita US$10 dalam konsep mereka, enggak fair dong. Katakanlah mereka lebih banyak, katakanlah mereka lebih daripada kita, tapi selisihnya jangan terlalu gede," ujar Bahlil.

2. Memelihara hutan dan memperbaiki hutan harus dapat perlakuan yang adil

Indonesia Protes Harga Karbon Negara Maju dan Berkembang Tidak AdilIlustrasi hutan (IDN Times/Sunariyah)

Bahlil menjelaskan bahwa Indonesia juga memperjuangkan agar penetapan harga karbon harus adil, baik dengan melihat pendekatan dengan memperbaiki hutan atau memperbaiki mangrove yang sudah punah, maupun pendekatan dengan memelihara hutan yang sudah ada.

Bahlil menyampaikan hal itu dalam agenda Indonesia Pavilion yang merupakan rangkaian acara yang diselenggarakan sejak 22-26 Mei 2022.

"Memperbaiki hutan atau memperbaiki mangrove yang sudah punah itu nilainya lebih besar ketimbang memelihara, ini juga nggak fair. Bagaimana kalau yang sudah ada kemudian mereka tebang? yang penting bagi kami adalah harus ada keseimbangan yang adil," tuturnya.

3. Masyarakat sekitar hutan harus mendapatkan perhatian

Indonesia Protes Harga Karbon Negara Maju dan Berkembang Tidak Adilsetneg-ppkk.co.id

Hal lain yang diperjuangkan Indonesia adalah transparansi, misalnya dalam hal siapa yang membeli karbon. Menurutnya jangan sampai itu hanya dikuasai oleh satu kelompok tertentu.

Selain itu juga harus ada transparansi untuk melibatkan masyarakat sekitar hutan. Mereka dirasa penting untuk mendapatkan efek berganda dari proses karbonisasi. Sebab, merekalah masyarakat yang terdampak langsung.

Dalam forum di Davos, Swiss kemarin, Bahlil menyampaikan pentingnya masyarakat di sekitar hutan terjamin kesejahteraannya lewat lapangan pekerjaan.

"Dan oleh karena itu setiap negara, setiap pemerintah itu menjamin akan keselamatan rakyatnya, di dalamnya ada lapangan pekerjaan dan kesejahteraan. Ketika resources sumber daya alam mereka cuma ada sekitar hutan maka saya yakini pilihan itu tetap mereka akan pakai ketimbang mengambil pilihan yang lain," tambahnya.

Baca Juga: Pemerintah Tunda Pungut Pajak Karbon hingga 1 Juli 2022

Topik:

  • Rendra Saputra

Berita Terkini Lainnya