Sri Mulyani Ungkap Alasan Investor Ogah Danai Pensiun PLTU Batu Bara

Padahal Indonesia komit lakukan transisi energi

Bali, IDN Times - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan banyak investor yang berminat untuk membiayai transisi energi di Indonesia. Tapi, mereka hanya bersedia masuk ke energi baru terbarukan (EBT).

Padahal, Indonesia juga punya program transisi energi dengan melakukan pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara guna mengurangi emisi karbon.

"Banyak dana investasi dari sektor swasta yang tertarik untuk membiayai energi transisi seperti di Indonesia, namun mereka hanya ingin mengambil bagian energi terbarukan saja," katanya dalam Seminar on Financing Transition in ASEAN PART 1 di Bali Nusa Dua Convention Center, Rabu (29/3/2023).

Baca Juga: Sri Mulyani Beri Wejangan Buat ASEAN Suntik Mati PLTU Batu Bara 

1. Alasan investor ogah biayai pensiun dini PLTU batu bara

Sri Mulyani Ungkap Alasan Investor Ogah Danai Pensiun PLTU Batu BaraIlustrasi PLTU

Sri Mulyani berpendapat, jika investor hanya ingin ambil bagian pada energi baru terbarukan tanpa memikirkan pensiun dini PLTU batu bara tidak akan cukup.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, investor ogah membiayai pensiun dini PLTU batu bara lantaran menganggapnya bertentangan dengan pembiayaan hijau.

"Mereka juga mengatakan bahwa jika kita membiayai pemensiunan batu bara meskipun ini adalah pemensiunan, namun karena kata batu bara ada di sana, maka mereka akan melihat bahwa Anda melakukan pembiayaan yang bertentangan dengan pembiayaan hijau," sebutnya.

Baca Juga: 15 Gigawatt PLTU Batu Bara Segera Pensiun

2. Indonesia berkomitmen lakukan transisi energi

Sri Mulyani Ungkap Alasan Investor Ogah Danai Pensiun PLTU Batu BaraIlustrasi pembangkit energi baru terbarukan (EBT) milik PT. PLN (dok. PLN)

Sri Mulyani mengatakan, persoalan tersebut pun tengah dibahas oleh pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait lainnya, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Kami sekarang sedang mengkomunikasikan dan menyampaikan hal ini kepada para regulator termasuk OJK," ujarnya.

Bagi Indonesia apa yang dilakukan konsisten dengan apa yang sudah disampaikan pada saat Indonesia menjadi tuan rumah Presidensi G20. Pada saat pertemuan para pemimpin negara, Presiden Joko "Jokowi" Widodo sudah mengumumkan mekanisme transisi energi dalam konteks pembiayaan berkelanjutan.

Indonesia pun didukung oleh banyak anggota G20 lainnya dan juga lembaga multilateral dan bilateral untuk mengumumkan Just Energy Transition Partnership (JETP), dan berhasil memperoleh komitmen 20 miliar dolar AS.

"Nah sekarang ini kita sedang berupaya lebih dari sekedar retorika, bagaimana kita akan menerjemahkan komitmen 20 miliar ini agar kita bisa benar-benar menguji negara dan pemerintah yang benar-benar berkomitmen untuk transisi ini. Kami bahkan ingin melakukan uji coba, dan kemudian kami akan melihat bagaimana hasilnya," tambahnya.

Baca Juga: Sri Mulyani Soroti Lebarnya Kesenjangan Inklusi Keuangan di ASEAN

3. OJK menilai pembiayaan berkelanjutan amat penting

Sri Mulyani Ungkap Alasan Investor Ogah Danai Pensiun PLTU Batu BaraKetua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar. (dok. Kementerian Luar Negeri)

Dalam kesempatannya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengatakan, ASEAN akan memimpin dan memberikan contoh dalam memenuhi komitmennya terhadap salah satu tantangan global terbesar, yaitu perubahan iklim untuk memastikan keberlanjutan masa depan.

Meskipun tujuan tersebut adalah tujuan yang mulia, transisi secara bertahap sangat penting untuk memastikan bahwa stabilitas ekonomi dan sosial tidak terganggu. Mencapai tujuan lingkungan membutuhkan stabilitas politik, yang didukung oleh tatanan ekonomi dan sosial yang kuat.

Kata dia, ada tanda-tanda bahwa komitmen yang dibuat dalam pertemuan UNFCCC (Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim) telah diabaikan di banyak negara maju dengan dibukanya kembali pertambangan batu bara dan pembangkit listrik, serta meningkatnya eksplorasi dan penggunaan bahan bakar fosil.

Hal itu, menurutnya mencerminkan fakta bahwa sebagian besar ekonomi di seluruh dunia masih bergantung pada energi yang dihasilkan oleh bahan bakar fosil dan terkait dengan gangguan ekonomi dan sosial yang disebabkan oleh transisi yang cepat.

"Dalam konteks ini, saya percaya bahwa penting untuk menyesuaikan pembiayaan berkelanjutan dengan kebutuhan ASEAN secara keseluruhan karena kita adalah negara dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat dan berkembang. Namun tetap saja, pengentasan kemiskinan tetap menjadi salah satu tujuan mendasar kita," tambahnya.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya