Suku Bunga The Fed Naik 0,25 Persen, Saham di Wall Street Tumbang 

Suku bunga the Fed jadi 4,75-5 persen

Jakarta, IDN Times - Bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve (the Fed) menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,25 persen untuk memerangi inflasi, meskipun hal ini meningkatkan tekanan finansial pada bank-bank di negara tersebut.

Dilansir CBS News, suku bunga acuan the Fed naik ke kisaran antara 4,75 persen dan 5 persen yang diumumkan pada Rabu (22/3/2023) waktu setempat. Itu adalah level tertinggi untuk suku bunga federal fund sejak 2006.

Baca Juga: Suku Bunga Acuan BI Naik, Kapan Bunga Bank Nyusul?

1. Keagresifan the Fed mereda akibat kejatuhan bank di AS

Suku Bunga The Fed Naik 0,25 Persen, Saham di Wall Street Tumbang Chairman Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell pada Rabu (21/9/2022) mengumumkan kenaikan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) untuk kelima kalinya tahun ini. (dok. YouTube Washington Post)

Belum lama ini, the Fed tampaknya siap untuk kenaikan suku bunga yang lebih curam dan bersiap untuk mempertahankannya lebih lama. Namun, penarikan deposito yang mengejutkan di Silicon Valley Bank, penutupan dua bank kecil, dan pengambilalihan dua bank lainnya menimbulkan kepanikan dalam sistem keuangan.

Sebelum kejadian tersebut, the Fed jelas berada di jalur yang tepat untuk melanjutkan kenaikan suku bunga yang sedang berlangsung. Pada beberapa minggu yang lalu, the Fed merasa perlu menaikkan suku bunga sepanjang tahun ini lebih dari yang mereka perkirakan.

"Kejadian-kejadian dalam dua minggu terakhir kemungkinan akan mengakibatkan pengetatan kondisi kredit untuk rumah tangga dan bisnis, dengan demikian membebani permintaan di pasar tenaga kerja dan inflasi," ujar Ketua Federal Reserve Jerome Powell.

Powell juga berusaha menenangkan kekhawatiran tentang stabilitas sistem perbankan yang lebih luas.

"Sistem perbankan kita sehat dan tangguh dengan modal dan likuiditas yang kuat. Kami akan terus memantau kondisi dalam sistem perbankan secara ketat dan siap untuk menggunakan semua alat yang diperlukan untuk menjaganya agar tetap aman dan sehat," katanya.

Silicon Valley Bank dan Signature Bank secara tidak langsung terpukul oleh suku bunga yang lebih tinggi, dan kenaikannya yang cepat merugikan nilai obligasi Treasury dan obligasi yang didukung hipotek yang mereka miliki.

Ketika para deposan yang cemas menarik uang mereka secara massal, bank-bank tersebut harus jual rugi obligasi tersebut untuk membayar para deposan.

2. Saham-saham di Wall Street tumbang

Suku Bunga The Fed Naik 0,25 Persen, Saham di Wall Street Tumbang commons.wikimedia.org

Saham-saham di Wall Street tergelincir lebih rendah pada akhir perdagangan hari Rabu. Sebab, para investor menolak keputusan Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga sebesar seperempat poin persentase di tengah krisis perbankan.

Dilansir New York Times, S&P 500 awalnya melonjak setelah keputusan tersebut diumumkan, sebelum turun tajam menjelang akhir perdagangan dan berakhir 1,65 persen lebih rendah untuk hari itu. Perdagangan sempat sepi di pagi hari, karena para investor menunggu keputusan the Fed.

Penurunan di pasar saham pada hari Rabu mencerminkan tantangan yang dihadapi the Fed untuk tetap tegas terhadap inflasi yang membandel yang telah menaikkan harga-harga rumah tangga di seluruh Amerika, sambil mengakui bahwa alatnya untuk mendinginkan inflasi telah berdampak terhadap memburuknya kesehatan perbankan.

Beberapa investor merasa tidak puas karena kepala bank sentral telah melakukan cukup banyak hal untuk meredam kekhawatiran tentang berlanjutnya kejatuhan bank-bank yang ambruk dalam beberapa minggu terakhir.

"Ini adalah the Fed yang membuat kesalahan kebijakan yang sama seperti yang telah dilakukannya secara rutin dalam sejarahnya," kata Don Calcagni, kepala investasi untuk manajer kekayaan Mercer Advisors.

Menurutnya, the Fed lambat bereaksi terhadap tekanan yang signifikan dalam sistem perbankan.

3. BI proyeksikan suku bunga the Fed hingga akhir tahun capai 5,5 persen

Suku Bunga The Fed Naik 0,25 Persen, Saham di Wall Street Tumbang Kantor Bank Indonesia (BI). IDN Times/Hana Adi Perdana

Bank Indonesa (BI) memproyeksi suku bunga The Fed hingga akhir tahun berpotensi mencapai 5,5 persen. Arah kebijakan suku bunga acuan ini masih akan mempertimbangkan tekanan inflasi dan perkembangan ekonomi, khususnya kondisi ketenagakerjaan di negara tersebut.

"BI selalu membuat skenario baseline yang probabilitasnya di atas 75 persen kami gunakan semula 5 persen, kami naikan 5,25 persen baseline skenario. Ada potensial skenario yaitu probabilitasnya 51 sampai 75 persen, sehingga Fed fund rate bisa naik 5,5 persen,"ucap Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers, Kamis (16/3/2023).

Perry menilai, the Fed dalam pertemuan FOMC tentunya akan mempertimbangkan faktor stabilitas sistem keuangan terkait dengan kasus bangkrutnya tiga perbankan di negara itu, yaitu Silicon Valley Bank, Silvergate Bank, dan Signature Bank.

Namun demikian, BI melihat langkah kuat yang dilakukan oleh the Fed dan otoritas keuangan di AS untuk menyelamatkan tiga perbankan tersebut akan cepat mengembalikan stabilitas sistem keuangan AS. Selain itu, pemerintah federal juga bekerja sama dengan Inggris dan negara lain untuk memitigasi dampak rambatan dari bangkrutnya ketiga bank.

"The Fed akan mempertimbangkan stabilitas sistem keuangan, tapi dengan cepat kembalinya stabilitas sistem keuangan, Fed akan mempertimbangkan faktor fundamental, inflasi inti yang belum tutun cepat, pasar tenaga kerja yang masih ketat, kami gunakan proyeksi baseline 5,25 persen dan potential risk 5,50 persen,” jelasnya.

Baca Juga: The Fed Berpotensi Kerek Suku Bunga hingga 5,5 Persen 

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya