[WANSUS] Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia: Isu Badai PHK 'Permainan'

Sudut pandang buruh soal isu badai PHK

Jakarta, IDN Times - Sektor ketenagakerjaan di Indonesia tengah dilanda isu badai pemutusan hubungan kerja (PHK). Sebut saja, organisasi pengusaha menyampaikan telah melakukan PHK terhadap puluhan ribu pekerja, terutama di industri tekstil dan alas kaki.

Pengusaha menyatakan PHK massal dilakukan karena industri padat karya yang mengandalkan pangsa pasar ekspor, tengah terpukul inflasi tinggi dan melemahnya perekonomian dunia, yang bahkan ada ancaman resesi pada tahun depan.

Gelapnya perekonomian global disebut menjadi biang kerok merosotnya permintaan ekspor dari negara-negara di Amerika hingga Eropa. Hal itu membuat perusahaan memutuskan melakukan efisiensi.

Namun, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia), Mirah Sumirat, membantah isu adanya badai PHK di dalam negeri. Berdasarkan laporan anggota ASPEK Indonesia, PHK memang ada tetapi tak seheboh yang diembuskan pengusaha.

"Saya luruskan di sini bahwa itu penyesatan opini ya, opini yang sangat sesat yang dilakukan oleh para oknum pengusaha," kata Mirah dalam acara Ngobrol Seru by IDN Times.

Lantas, apa yang sebenarnya terjadi? Dan apa motif pengusaha di balik isu badai PHK? Selengkapnya, berikut wawancara IDN Times dengan Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat.

1. Saya ingin bertanya kepada Ibu Mirah Sumirat, sebagai asosiasi yang mewadahi serikat pekerja Indonesia, bagaimana menyikapi kondisi tersebut?

[WANSUS] Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia: Isu Badai PHK 'Permainan'ilustrasi PHK (IDN Times/Aditya Pratama)

Baik, yang pertama saya ingin meluruskan ya opini-opini yang telah berkembang di berbagai media massa dan juga di berbagai media sosial, bahwa pengusaha menyampaikan akan terjadi dan sudah terjadi PHK ribuan pekerja atau buruh di Indonesia, terkait dengan sektor garmen dan juga yang lainnya.

Saya luruskan di sini bahwa itu penyesatan opini ya, opini yang sangat sesat yang dilakukan oleh para oknum pengusaha hitam. Pengusaha hitam yang saya maksud adalah pengusaha-pengusaha yang rakus dan nakal gitu ya.

Kenapa saya katakan demikian? Saya ini orang lapangan, gitu ya, saya ini orang yang day to day, hari per hari saya menemui bertemu secara langsung anggota saya yang kurang lebih ada 100 ribu orang dari 13 provinsi, dan ada 13 sektor yang menaungi di ASPEK Indonesia atau bergabung di ASPEK Indonesia. Gak ada.

Jadi gak ada ribuan orang ter-PHK kemudian gara-gara ada ancaman atau resesi global gitu ya. Ini resesi ini belum terjadi, tetapi mereka sudah membuat opini-opini yang menyesatkan kalau bagi saya.

Nah, kalau dikatakan bahwasanya saat ini ada pesanan ekspor yang menurun, gitu ya, ini kan usaha kawan-kawan pengusaha yang ada di sektor, contoh salah satu di alas kaki itu, ini kan dia melakukan usaha gak hari ini aja, bukan pemain baru gitu lho, ini sudah lama, dan itu hal yang biasa ada naik turun pemesanan.

Tetapi ini kan dijadikan sebuah berita atau dijadikan alasan argumentasi yang begitu dahsyat, kuat, gitu ya, bagi mereka menyampaikan ke umum bahwa akan terjadi PHK besar-besaran dan terjadi PHK besar-besaran karena resesi dunia.

Padahal kami juga punya kawan, di kawan-kawan Serikat Pekerja Nasional atau SPN yang lebih banyak menaungi kawan-kawan sektor garmen, alas kaki, sepatu ini sudah dikonfirmasi. Kemarin ada berita informasi bahwa dari Banten ya salah satu Nikomas ya, puluhan ribu. Ini teman saya di Nikomas itu pimpinannya, serikat pekerjanya, kemudian DPD SPN marah besar, tidak ada sama sekali dan sudah ketemu sama Kepala Dinas Tenaga Kerja di Tangerang itu, dan si Kadisnya kan minta maaf tuh bahwa sudah menyampaikan informasi yang salah, itu sudah fatal sekali.

Jadi tidak pernah terjadi itu. Kalau pun ada, hal yang biasa ini gara-gara sisa-sisa dari pandemik COVID yang kemarin gitu lho, dan naik turunnya yang namanya sektor usaha itu hal yang biasa. Tetapi lagi-lagi gak ada ribuan segala macam.

Baca Juga: Daftar Startup yang Terkena Badai PHK, Terus Bertambah!

2. Berarti kalau Ibu Mirah sendiri melihatnya alasan pengusaha menggembar-gemborkan badai PHK apa sih, Bu?

[WANSUS] Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia: Isu Badai PHK 'Permainan'Ilustrasi PHK (IDN Times/Arief Rahmat)

Oke, ini secara lapangan lagi nih, secara nyatanya lagi ya, betul ada PHK tetapi ternyata konyol banget nih, PHK dilakukan di satu sisi si pengusaha, si perusahaan itu buka lowongan. Jadi mereka dalam rangka untuk menghabisi pekerja tetap, untuk tidak memberikan upahnya yang katanya menurut mereka sudah terlampau tinggi, lalu tidak lagi nanti dia terbebani membayar jaminan sosial, THR, dan sebagainya.

Maka dari itu mereka habisin ini karyawan tetap, lalu rekrut dengan menggantikan dengan kawan-kawan pekerja atau buruh yang statusnya daily worker atau pekerja harian, outsourcing, kontrak. Kontraknya mending kalau sampai setahun-dua tahun, kontrak sebulan dan itu terjadi, dan itu betul-betul kami merasakan di ASPEK Indonesia itu ada.

Jadi ada kawan-kawan anggota kami yang 10 tahun, 20 tahun bekerja mereka di-PHK, eh ndilalah satu sisi benar-benar di depan mata mereka open rekrutmen, buka lowongan, gitu lho. Ini maksudnya apa? Itu yang kami juga kesal ya karena kecewa, ini maksudnya apa?

Ternyata ketika kami selidiki, kami kan juga punya kawan-kawan tolong cari tahu gitu ya, ternyata perusahaan itu memang satu dalam rangka menghabisi, menghilangkan karyawan tetap supaya dia tidak membayarkan jaminan sosialnya secara penuh, upahnya juga mungkin bisa nanti bisa dibayarkan dibawa UMP, lalu gak ada kewajiban lagi membayar THR nanti, dan sebagainya.

Untuk itu, dia rekrut, dia buka, dia tampung itu dia open recruitment dengan status pekerja outsourcing, daily worker atau harian, dan kontrak yang cuma satu bulan. Itu sebenarnya mereka lakukan.

Nah, ini kenapa? Ini gara-gara undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja, clear ya, saya katakan di sini sangat clear bahwa Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 itu, satu menyengsarakan betul-betul ini pekerja buruh dan juga rakyat, kenapa saya katakan? PHK-nya dipermudah.

Bisa dibayangkan ya, ini kenapa saya ngomong begitu semangat ya, karena memang saya ngerasain gitu lho, ini anak yang anggota saya ini paginya kerja ya, sorenya dia di-PHK dengan alasan perusahaan rugi. Konyol banget gak tuh? Padahal dia kerja ngeliat perusahaannya baik-baik aja gitu. Atasannya bilang 'besok kamu udah gak kerja ya, perusahaan rugi'.

Kok bisa gitu? Karena Undang-undang Cipta Kerjanya ngomong gitu, membolehkan. Kalau dulu undang-undang sebelumnya Undang-Undang 13 Tahun 2003, untuk menyatakan perusahaan itu rugi dia ada dua tahun laporan keuangan berturut-turut dari lembaga independen.

Nah, ini sekarang gak perlu, dalam Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law itu hari ini saya sebagai pengusaha mengatakan rugi, ya sudah boleh, gitu lho.

Jadi saya bisa mem-PHK anak itu ketika paginya kerja, dia pulang ke rumah, sore hari istrinya menyampaikan 'Pak, ini ada surat katanya dari perusahaan', 'surat apa?', 'saya gak berani buka' katanya 'lho kok katanya tadi di orang perusahaan diem-diem aja orang manajemen ya ketemu sama saya. Coba dibuka, dilihat sama dia 'besok mulai per tanggal sekian Anda sudah tidak lagi menjadi karyawan tetap di sini, karena Anda sudah kami pecat' gimana gak syok? Ini benar-benar terjadi, ini peristiwa nyata bukannya hoaks, bukannya drama, bukan sama sekali. Itu yang terjadi.

Berarti resesi global cuma menjadi dalih saja untuk memuluskan PHK besar-besaran di perusahaan untuk merekrut pekerja baru dengan upah lebih murah?

Yes, saya akan tegaskan di sini bahwa resesi global itu menjadi argumentasi dalih ya, bisa-bisanya mereka mengkambinghitamkan resesi global untuk menjustifikasi kelakuan atau perbuatan pengusaha-pengusaha untuk memecat si pekerja atau buruhnya dengan mudah dan murah.

Padahal saya juga diskusi, saya juga bersahabat, saya punya juga jaringan kawan-kawan para pengamat ekonomi yang profesor, doktor, di bidangnya ya, saya menyampaikan menanyakan kepada beliau-beliau itu, apakah resesi global itu masuk ke Indonesia? Mereka bilang untuk Indonesia masih lebih safety, lebih aman.

Kenapa alasannya? Satu, sumber energi di Indonesia itu luar biasa banyak. Dua, sumber daya manusianya juga bagus-bagus, dan sumber daya alamnya itu mendukung, gitu lho, dan kemarin saya dua hari yang lalu saya mendapatkan informasi dari pemerintah ya, dari pemerintah menyampaikan bahwa ekspor kita meningkat, kemudian juga kita banyak sekali peningkatan pertumbuhan. Ini pemerintah lho yang ngomong.

Dua hari yang lalu juga saya diundang oleh resmi ya, dari Kementerian Keuangan untuk diskusi terkait dengan jaminan sosial, mereka itu menyampaikan bahwasanya, mereka marah, ini pengusaha kok bilang akan ada resesi, orang pemerintahnya juga santai kok, menyampaikan ini lho pencapaian-pencapaian, pertumbuhan-pertumbuhan.

Data disampaikan oleh pemerintah itu sendiri. Makanya saya heran kenapa kok pengusaha itu kok sedemikian, mohon maaf, liciknya ya kalau menurut saya. Tapi ternyata saya sudah punya jawabannya ya itu tadi, Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.

3. Nah, dengan adanya perusahaan yang melakukan PHK seperti itu, ASPEK Indonesia sendiri sudah menyampaikan aduan gak sih ke pemerintah bahwa mereka itu cuma akal-akalan saja melakukan PHK atas dalih resesi global?

[WANSUS] Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia: Isu Badai PHK 'Permainan'Ilustrasi Pengangguran akibat terkena PHK (IDN Times/Arief Rahmat)

Oke, satu ketika ada kasus kawan-kawan anggota kami itu di-PHK kemudian ada open recruttment gitu ya, kami langsung bersurat kepada Kementerian Ketenagakerjaan RI, kami meminta, ini akal-akalan, kami sampaikan semuanya. Itu satu.

Yang kedua, tentu kami juga berkirim surat kepada Pemerintah Republik Indonesia, Pak Jokowi sebagai Presiden RI. Kami mengirimkan juga tuh. Yang ketiga, kami buat rilis juga secara resmi, press release kepada media semua, kami sampaikan bahwasanya ini perusahaan, ini pengusaha ini jangan mengkambing hitamkan resesi global untuk menjalankan akal bulusnya untuk mem-PHK, memecat pekerja atau buruhnya atas nama resesi.

Padahal ada udang di balik batu, bahwasanya sebenarnya atau sesungguhnya mereka ingin menggantikan menghilangkan pekerja tetap dengan pekerja yang daily worker, outsourcing dan juga kontrak yang cuma satu bulan.

Nah, saya tambahkan tadi ada memang PHK tetapi begini lho, relokasi, pindah. Banyak memang yang garmen nih, dari Bekasi, dari Jakarta pindah ke tempat, misalnya, Jawa Tengah yang upahnya murah gitu, relokasi. Satu, mereka di-PHK karena sisa-sisa pandemik COVID kemarin 2020.

Yang kedua pindah pabrik dari Jakarta atau Bekasi ke Jawa Tengah yang upahnya lebih murah. Ujung-ujungnya mereka memang pengen upah murah, lalu rekrutmen dengan status pekerja yang daily worker atau harian, atau outsourcing atau kontrak yang cuma satu bulan.

Kalau tahun depan ternyata pengusaha masih menyampaikan akan melakukan PHK besar-besaran karena perekonomian global kemungkinan belum akan pulih secepat itu bagaimana sikap ASPEK Indonesia?

Ya, yang pertama luar biasa ya pengusaha kita ini, pengusaha-pengusaha kita, sejak pandemik COVID itu sebegitu banyak dimanjakan oleh pemerintah, stimulus-stimulus digelontorkan, yang namanya subsidi-subsidi diberikan, ibaratnya karpet merah digelar oleh pemerintah kepada si para pengusaha kita sejak pandemik COVID yang 2020. Sampai sekarang diberikan subsidi, diberikan stimulus, diberikan yang namanya keringanan keringanan dan sebagainya ya, satu itu.

Kemudian yang kedua kalau mereka terus-menerus gitu ya, memberikan opini-opini itu, saya sih minta kepada pemerintah udahlah tolong ditinjau ulang para pengusaha-pengusaha ini. Ini kan pengusaha hitam gitu ya, ini gak semua pengusaha ya, gak semua pengusaha, banyak pengusaha yang baik, baik banyak.

Tapi kan menjadi tercoreng ya, menjadi tercemar namanya gara-gara segelintir pengusaha-pengusaha hitam ini. Ini tolong misalnya dia ada di satu organisasi, misalnya yang terkenal di organisasi pengusaha ya tolong dievaluasi lagi organisasi itu ya, kalau perlu bubarin itu ya organisasi pengusaha yang suka membuat statement-statement yang nyeleneh-nyeleneh, suka membuat bikin orang atau rakyat atau bangsa menjadi resah.

Ini kan membuat kegaduhan, keresahan, ketidaknyamanan dalam pelaku usaha. Seharusnya gak kayak gitu lho, seharusnya mereka gak boleh berbuat licik lah kalau menurut kami ya, gak boleh berbuat culas juga bahwa ketika mereka memang oke mereka, kalau gak sanggup jadi pengusaha gak usah jadi pengusaha, kalau menurut saya gitu lho. Ini kan mereka dalam rangka tadi pengen menerapkan upah murah, pengen gak mau bayar jaminan sosial.

Kenapa saya bilang tadi daily worker atau harian, outsourcing, kontrak sebulan, kan kalau mereka misalnya nanti mau hari raya gak ada kewajiban mereka untuk bayar tunjangan hari raya, lalu tidak ada kewajiban mereka untuk bayar BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan. Lalu, tidak ada lagi jaminan-jaminan, misalnya mereka membayarkan jaminan-jaminan sosial yang lainnya, dan konyolnya lagi, mereka bisa bikin atau membayarkan upah di bawah UMP, upah murah.

Ya namanya kita memang saat ini kondisi lapangan pekerjaan juga sedang minim maka pekerja kita, rate kita kan mau gak mau menerima, mau gak mau dalam kondisi terpaksa, mau gak mau menerima, karena memang situasinya kita dihadapkan dengan lapangan pekerjaan yang memang masih minim ya, belum begitu banyak.

Tetapi sekali lagi ketika si pengusaha tadi terus menerus mengeluarkan opini, saya minta kepada pemerintah untuk mengambil tindakan, untuk mekanisme undang-undangnya ya carilah, pemerintah kan pintar, saya yakin bisa mengevaluasi keberadaan para pengusaha-pengusaha tersebut untuk dicabut izinnya, gak boleh dia melakukan usaha kalau dia melakukan praktik-praktik nakal seperti itu.

4. Pengusahaan juga sudah teriak-teriak PHK. Nah, tahun depan kan ada kenaikan UMP. Apakah ada kekhawatiran dengan mereka menyuarakan PHK massal ini pada akhirnya mereka beralasan tidak sanggup menaikkan UMP sebagaimana yang diatur pemerintah?

[WANSUS] Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia: Isu Badai PHK 'Permainan'Ilustrasi upah (IDN Times/Arief Rahmat)

Oke, Permen, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 18 Tahun 2022 ya, terkait dengan putusan UMP yang dihitung tidak menggunakan PP 36 Tahun 2021 adalah bagian daripada hasil usulan yang sebelumnya dari kelompok serikat pekerja serikat buruh.

Sesungguhnya serikat pekerja serikat buruh sudah mengusulkan jauh-jauh hari untuk penetapan penghitungan UMP jangan menggunakan PP 36 Tahun 2021, karena Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law itu sudah dinyatakan inkonstitusional kalau tidak salah pada Oktober 2021.

Dan artinya itu menjadi tidak berlaku, termasuk turunannya tetapi kan pemerintah terus menggunakan turunan daripada Undang-Undang Cipta Kerja dalam hal ini PP (Peraturan Pemerintah) untuk upah ya, PP 36 Tahun 2021 dari 2020, 2021, 2022 gitu ya.

Nah, kita minta nih tahun ini kami melakukan aksi kami juga melakukan audiensi, dan alhamdulillah di akomodir nih, meskipun dalam Permen itu juga dibatasi menjadi hanya maksimal 10 persen saja. Lalu teriak-teriak nih si Apindo dalam tanda kutip, si Apindo, pengusaha lah karena memang paling kencang mereka gitu ya, teriak-teriak 'kami gak sanggup, kami gak sanggup'.

Mereka Kalau bilang gak sanggup, mereka berhadapan dengan negara lho, ini kan keputusan negara, Permen keputusan negara bukan keputusan RT. Artinya, ketika mereka bilang gak sanggup mereka melawan negara dong. Kalau you gak sanggup you harus transparan juga, dibuka keuangannya secara fair, secara jujur, apa yang gak sanggup, silakan.

Saya yakin juga pemerintah, serikat pekerja juga tahu diri kalau mereka misalnya fair, transparan dan jujur membuka laporan keuangan usaha. Jangan berteriak-teriak gak sanggup gak sanggup gak sanggup tapi satu sisi ekspor jalan terus, satu sisi dia rekrutmen, kemudian penambahan jalan terus, kemudian penambahan pabrik jalan terus, jangan kayak gitu, gitu lho.

Mereka terus menyampaikan di berbagai media 'gak sanggup, kami gak sanggup'. Sampai sekarang kan ancamannya begitu 'kami akan hengkang' sampai sekarang masih terus dia usaha di sini gitu lho, malah banyak kan perusahaan-perusahaan asing yang datang gitu.

Artinya yang kayak gini-gini ya mereka satu kalau mereka bersikeras mereka berarti melawan konstitusi, itu satu. Yang kedua mereka melawan negara. Keputusan permen itu negara, kan mewakili negara. Akhirnya mereka sekarang ini melawan negara.

Nah sekarang kalau mereka melawan negara ya bolanya ada di negara dong, di pemerintah, bagaimana pemerintah menyikapi kelompok-kelompok pengusaha yang nakal-nakal ini, yang rakus ya. Mereka itu sudah untung, sudah untung misalnya. Target mereka itu 10 misalnya, tapi untuk mereka 7 kan untung gitu lho.

Cuma mereka pengen tamak, pengen besar gitu untungnya. Kalau mereka target mereka 10 mereka untungnya 7 ya udah untung dong gitu. Mereka kan gak pernah di bawah, kecuali mereka betul-betul minus gak untung sama sekali ya tutup atau close dong. Kita kan juga yang ngerasain pekerja buruh itu sendiri. Kan pekerja buruh itu juga paham betul itu. Mereka ketika dia kerja nih.

Nah, saya punya anggota salah satu sektor hotel, perhotelan. Pada saat pandemik COVID, hotel kan terdampaknya sangat-sangat terhantam keras ya untuk hotel ya. Ini anggota saya ini rasain sepi bener itu gak ada tamu. Ini hotel terkenal, gak ada tamu kemudian manajemennya, si pemiliknya menyatakan hotel akan tutup. Tahu gak pekerjanya? Pekerjanya ngerti, mereka paham, orang dia ngomong ke saya 'bu kami juga paham banget, orang kita juga gak ada tamu, kita juga ngerasain'.

Mereka paham betul kondisi si perusahaan karena memang day to day-nya dia yang berhadapan langsung bahwasanya tamu gak ada. So, ketika manajemennya menyatakan tutup mereka nerima dengan lapang dada, tentu ada kompensasi dan kami sebagai ASPEK Indonesia menaungi mereka mengawal kompensasi ini sudah benar belum? Gitu lho, hak-haknya mereka udah benar belum? Kalau haknya mereka gak benar ya kita ingatin. Tapi kalau mereka benar ya sudah kita sama-sama enak.

Nah, persoalannya sekarang ini ketika si pengusaha ini teriak-teriak resesi, teriak-teriak kemudian 'kami gak sanggup UMP-nya tanpa PP 36 yang 10 persen itu, kami gak sanggup'. Masalahnya yang anak-anak yang kawan-kawan kami bekerja di situ ngomong 'lah Bu, kami itu bekerja tiap hari sampai lembur-lembur gitu, sampai lembur, kerja gak ada hentinya, saya lihat ekspor' gitu lho.

Jadi yang mereka kerjakan itu dilihat dengan mata kepala mereka sendiri hidup, berjalan itu perusahaan tapi si pengusahanya teriak-teriak gak sanggup, kan konyol. Kebanyakan yang teriak-teriak 'gak sanggup, gak sanggup' dia sebenarnya gak punya perusahaan. Jadi kan gini, ini ada lembaga, organisasi gitu ya, kayak asosiasi pengusaha gitu. Nah itu kebanyakan mereka menjadi pengurus-pengurus di PP-nya tapi mereka sesungguhnya tidak memiliki usaha, tidak memiliki perusahaan.

Baca Juga: Gawat! 22.500 Buruh Pabrik Sepatu Kena PHK  

5. Buruh mendukung adanya Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 yang terbitkan Kemnaker?

[WANSUS] Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia: Isu Badai PHK 'Permainan'Ilustrasi uang (IDN Times/Arief Rahmat)

Ya, tadi saya menegaskan lagi bahwa terbitnya Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 itu bagian daripada usulan aspirasi kami yang meminta UMP tidak menggunakan penghitungan PP No 36 Tahun 2021, clear ya. Tetapi kemudian di dalam si Permen itu ada batasan kalau gak salah ya, maksimal 10 persen, ya kami kira kami juga memahami, ya kami kan minta 13 persen, gitu ya.

Artinya pemerintah juga gak mau kehilangan muka juga, gak mau terlalu kalau kelihatan para buruh ya, ketika sudah diakomodir usulan tidak menggunakan PP 36 kami sudah sangat senang, dan artinya ada yang lebih menyenangkan lagi Permen itu memfungsikan kembali, menghidupkan kembali dewan pengupahan yang ada di kota dan kabupaten.

Dewan Pengupahan yang ada di kota kabupaten provinsi selama ini sepanjang menggunakan PP 36 tidak pernah berfungsi alias mati suri. Jadi kan semua selama ini kan langsung dari pusat yang penetapan UMP-nya. Tapi karena keberadaan Permen ini, mengakibatkan nanti Dewan Pengupahan yang terdiri dari tiga unsur yaitu unsur serikat pekerja serikat buruh, unsur pengusaha, unsur pemerintah, menjadi hidup gitu.

Mereka nanti berdiskusi, berunding untuk bersama-sama menetapkan berapa sih inflasi yang terjadi dalam masing-masing provinsi, masing-masing daerah. Jadi, masing-masing daerah nanti berbeda, memang secara nasional 10 persen. Tapi nanti ketika jatuh di masing-masing daerah tentu kita memahami masing-masing daerah kan inflasinya berbeda, pertumbuhan ekonomi berbeda, nah yang tahu siapa? Yang tahu dewan pengupahan di masing-masing kota kabupaten, provinsi tersebut.

Maka dari itu ini lebih bagus kalau menurut saya, tadi, yang namanya perundingan, musyawarah mufakat itu terjadi, tidak ada pihak yang pokoknya pokoknya, semau-maunya, keras-kerasan situ, gak ada, lewat dewan pengupahan lah nanti diputuskan.

Nanti kan ada usulan nih dari serikat pekerja sekian, pengusaha sekian, sudah dirangkum nanti ngambil jalan tengah kalau menurut saya. Nah, itulah yang namanya kalau menurut saya sih jalan win-win solution yang lebih bagus. Jadi Permen ini ada bagus banget, karena dia menghidupkan lagi fungsi Dewan Pengupahan yang ada di kota kabupaten dan juga provinsi.

Terus, bagaimana ASPEK Indonesia mengawal supaya para pengusaha ini tidak menggunakan PP 36 tapi mematuhi Permenaker Nomor 18?

Ya, yang pertama tadi sudah ada jaring pengamannya ukurannya dasarnya adalah Permen, keputusan Permen itu sudah menjadi aturan yang baku untuk sama-sama menentukan UMP di masing-masing provinsi atau daerah kota kabupaten. Jadi, gak boleh keluar dari situ. Nah, ini terjadi nih, kemarin saya dapat laporan dari DKI. Kan ada perwakilan Dewan Pengupahan dari ASPEK Indonesia yang di sana, dari serikat pekerja serikat buruh, baru aja kemarin, semalam itu dia baru laporan ke saya baru rapat ngotot masih si Apindo, ya pengusaha ngotot masih tetap menggunakan PP 36.

Lucunya, kan ada perwakilan pengusaha itu ada Apindo dan Kadin, Kadin gak tuh, Kadin lebih fleksibel, Kadin patuh terhadap Permen ya, tidak menggunakan PP, Apindo masih ngotot menggunakan PP. Ini ada berita acaranya saya baca gitu ya, konyol banget. Tetapi lagi-lagi kan kita bicara ngambil voting nantinya kan, misalnya, musyawarah tidak bisa dilakukan ya, itu kan ada voting.

Saya yakin pemerintah taat dong, harus taat karena kan pemerintah sendiri yang mengeluarkan Permen. Kalau serikat pekerja menggunakan Permen, misalnya pengusaha gak ya artinya pengusahaan harus legowo dong, harus taat atas putusan yang dihasilkan di Dewan Pengupahan yang nanti kemudian diberikan kepada gubernur masing-masing, harus taat ya, gak bisa dia, misalnya, memaksakan kehendaknya ngotot, gak bisa.

Untuk perusahaan yang benar-benar memang kondisinya lagi sulit, mereka sudah buka-bukaan soal laporan keuangannya merugi dan sebagainya itu apakah buru akan menerima dengan kenaikan upah yang mungkin tidak sesuai aturan?

Saya katakan sekali lagi di sini, posisi pekerja budak itu bukan dalam posisi kelompok yang ngotot gitu ya, yang memaksakan kehendaknya seenak-enaknya, sesuka-sukanya, gak. Saya clear-kan sekali lagi, posisi pekerja buruh Indonesia itu bukan posisi kelompok yang selalu ingin memaksakan kehendaknya, selalu tidak mau menerima masukan, selalu tidak mau melihat fakta atau kondisi di lapangan, gak, kami clear, kami ingin meminta ada win-win solution, sama-sama enak, ada saling menguntungkan kedua belah pihak.

Kami sekali lagi ini kan sudah sering juga kami lakukan dan terjadi, ya sudah kita karena laksanakan lah, pernah kita lalui, pernah kami lalui. Ketika memang usaha perusahaan yang kami tempati ini sedang tidak bagus, sedang menurun ya laporan keuangannya, kan anak-anak itu yang rasain day to day-nya, dia gak ada omzet, dia gak ada pergerakan, tidak ada produksi, kan mereka yang ngerasain.

Nah, ketika misalnya mereka memaksakan kehendaknya 'pokoknya saya gak mau tahu, naik sekian' ya mereka gak tahu diri juga. Tetapi saya yakin gak begitu kawan-kawan pekerja buruh kita. Maka dari itu, nanti kan pastinya pengusaha akan menyampaikan secara terbuka tadi, sudah menyampaikan dan yakin pekerja buruh harus menerima secara solusi kedua belah pihak.

Tapi jangan sampai gak naik, kan gitu ya karena memang meskipun mungkin target naiknya itu gak sesuai dengan apa yang menjadi target secara nasional. Tapi beda ya kita akan bedakan kondisi kayak gini nih. Jadi memang kita melihat kalau memang perusahaannya, pengusahanya memang tidak mampu sama sekali dan itu secara jujur, secara transparansi sudah disampaikan dan pekerja harus menerima dengan syarat tadi jujur, transparan, dan harus berunding.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya