Akhir Pekan, Rupiah Ditutup Menguat Rp14.840 per Dolar AS 

Rupiah menguat 55 poin atau 0,37 persen

Jakarta, IDN Times - Pergerakan nilai tukar atau kurs rupiah menjelang akhir pekan ditutup menguat di level Rp14.840 per dolar AS.

Berdasarkan data Bloomberg yang dikutip Jumat (9/6/2023), pukul 15.30 WIB, rupiah menguat 55 poin atau 0,37 persen dibandingkan penutupan pada perdagangan Kamis (8/8/2023) yang berada di level Rp14.895 per dolar AS.

Baca Juga: Pengangguran di AS Naik, Rupiah Perkasa di Level Rp14.860 per Dolar AS

1. Inflasi China melemah, dolar menguat

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan, dolar perlahan bangkit terhadap mata uang lainnya setelah mengalami penurunan tajam pada sesi sebelumnya.

"Karena para pedagang memindahkan ke aset yang aman atau safe haven (dolar AS),  menyusul data inflasi China yang lemah," ucapnya dalam keterangan resmi, Jumat (9/6/2023).

Lebih lanjut, data inflasi konsumen China menyusut pada Mei dari bulan sebelumnya, sementara inflasi produsen turun pada laju tertajam dalam 7 tahun.

"Ini mengikuti serangkaian pembacaan ekonomi yang lemah dari China dalam dua minggu terakhir yang menunjukkan bahwa ekonomi terbesar kedua di dunia dan pendorong pertumbuhan regional utama sedang berjuang untuk pulih dari pukulan COVID-nya," jelasnya.

Baca Juga: Rupiah Ditutup Menguat di Level Rp14.895 per Dolar AS

2. Klaim tunjangan pengangguran melonjak ke level tertinggi

Lebih lanjut, jumlah orang Amerika yang mengajukan klaim untuk tunjangan pengangguran juga melonjak ke level tertinggi.

"Dengan tanda-tanda melemahnya pasar tenaga kerja, rilis indeks harga konsumen bulan Mei yang dikeluarkan hari Selasa tampak besar karena dirilis tepat sebelum pejabat bank sentral berkumpul untuk membuat keputusan tentang suku bunga," ucapnya.

Baca Juga: Data Perdagangan China Merosot Bikin Kurs Rupiah Anjlok

3. Rilis data terbaru pengaruhi ekspektasi pasar

Analis Sinarmas Futures, Ariston Tjendra, mengatakan, berbagai rilis data terbaru AS, mempengaruhi ekspektasi pasar terhadap kenaikan suku bunga acuan AS.

Dengan pemburukan kondisi tenaga kerja, maka pasar lebih cenderung berekspektasi bahwa The Fed mungkin akan bertahan tidak menaikan suku bunga acuannya.

"Angka probabilitas jeda kenaikan suku bunga di CME Fedwatch Tool kembali naik ke 74 persen  dibandingkan sebelumnya 66 persen. Yield obligasi AS menjadi sedikit turun," tuturnya. 

Baca Juga: 3 Instrumen Investasi yang Aman saat  Rupiah Lesu, Harus Aware nih!

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya