Anggota DPR Ramai-ramai Kritik Kebijakan Subsidi Kendaraan Listrik 

Subsidi kendaraan listrik dinikmati orang kaya

Jakarta, IDN Times- Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat, menyoroti serangkaian kebijakan mobil listrik yang dijalankan pemerintah. Kebijakan tersebut dianggap hanya dimanfaatkan kalangan menengah atas saja. 

Kritikan mengenai kebijakan mobil listrik itu disampaikan dalam Rapat Paripurna ke-24 Masa Sidang V Tahun Persidangan 2022-2023 dengan agenda tanggapan fraksi atas Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2024, Selasa (23/5/2023).

Juru Bicara Fraksi PDI-P Masinton Pasaribu, menyoroti intervensi pemerintah, yang cukup kuat pada kebijakan mobil listrik. Seharusnya, subsidi itu bisa dialihkan untuk memajukan sektor industri lain yang lebih krusial bagi Tanah Air. 

Berdasarkan catatannya, lebih 65 persen lapangan usaha yang berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), meliputi sektor pertanian, perikanan, pertambangan, konstruksi, perdagangan, dan transportasi.

"Pada sektor ekonomi negara tersebut, butuh intervensi pemerintah. Jangan hanya mobil listrik saja tapi di sektor kerakyatan," tuturnya. 

Baca Juga: PNS Dapat Rp14 Juta untuk Perawatan Mobil Listrik, Ini Penjelasannya

1. Belanja negara harus makin berkualitas

Anggota DPR Ramai-ramai Kritik Kebijakan Subsidi Kendaraan Listrik IDN Times/Arief Rahmat

Juru Bicara Fraksi NasDem, Fauzi H. Amro meminta pemerintah untuk meningkatkan prinsip spending better pada belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Harapannya, uang negara dapat dibelanjakan untuk mendorong pemerataan ekonomi, menekan kemiskinan, dan memicu produktivitas sektor pertanian.

Adapun spending better yang dimaksud adalah belanja yang berkualitas melalui pelaksanaan anggaran secara efektif, efisien, dan akuntabel.

"Efektivitas belanja pemerintah, diharapkan untuk membangun pemerataan ekonomi, menanggulangi kemiskinan, memperkuat sektor pertanian, perikanan dan pangan dibanding menggelontorkan subsidi untuk kepentingan kendaraan listrik," jelas Fauzi.

2. Keperpihakan APBN di sektor pertanian terus susut

Anggota DPR Ramai-ramai Kritik Kebijakan Subsidi Kendaraan Listrik Ilustrasi Anggaran. (IDN Times/Aditya Pratama)

Fauzi juga menyoroti turunnya keberpihakan pemerintah pada sektor pertanian. Hal ini tercermin dari alokasi subsidi pupuk kepada petani yang terus susut, dalam kurun lima tahun terakhir.

Rinciannya, pada 2019 anggaran subsidi pupuk mencapai Rp34 triliun, kemudian 2020 turun menjadi Rp31 triliun. Bahkan di tahun 2021 sebesar Rp29,1 triliun dan 2022 senilai Rp25,3 triliun. Penurunan ini berlanjut di tahun ini, dengan alokasi subsidi pupuk tercatat hanya Rp24 triliun.

"Artinya, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, subsidi pupuk berkurang hampir Rp10 triliun," tegasnya. 

3. Subsisi kendaraan listrik dinilai hanya dinikmati orang kaya

Anggota DPR Ramai-ramai Kritik Kebijakan Subsidi Kendaraan Listrik PLN menyiapkan kendaraan listrik dan juga Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) untuk para delegasi G20. (Dok. PLN)

Sementara itu, Juru Bicara Partai Demokrat, Rizki Aulia Rahman Natakusumah, mengusulkan agar pemerintah dapat mengalokasikan subsidi untuk membangun infrastruktur yang ramah lingkungan dan mendukung transportasi massal.

Namun, kebijakan yang justru muncul dan digaungkan pemerintah, malah memberikan subsidi untuk kendaraan listrik.

"Kebijakan ini justru kontraproduktif, karena diberikan kepada pengusaha dan masyarakat yang mampu dan bukan kepada rakyat kecil yang sangat membutuhkan uluran tangan dari pemerintah," ucapnya.

Sementara itu, Juru Bicara fraksi PKS Andi Akmal Pasluddin menyatakan, insentif perpajakan dan subsidi yang diberikan pemerintah pada kendaraan listrik menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada golongan masyarakat kelas atas. Sebab, insentif dan subsidi tersebut tak dapat dinikmati oleh masyarakat miskin.

"Tujuan insentif ini juga tidak menyentuh tujuan afirmatif belanja perpajakan. Kami mendorong agar insentif perpajakan diarahkan untuk mendorong afirmasi ke rakyat kecil, seperti relawan kader posyandu, relawan jumantik, dan relawan sosial lainnya yang dibiayai APBN maupun APBD tidak dipotong pajak atau pungutan lainnya," pungkas Andi. 

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya