Beda Data dengan Menkeu, PPATK: Ada Indikasi Perusahaan Cangkang!

PPATK: data oknum pakai perusahaan cangkang tetap dihitung

Jakarta, IDN Times - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menjelaskan bahwa perusahaan yang diduga memiliki transaksi keuangan yang mencurigakan tidak hanya satu. Dia pun menyebut ada oknum perorangan yang terindikasi menggunakan perusahaan cangkang.

Hal ini dijelaskan Ivan kepada DPR RI, dalam rangka mengklarifikasi nilai transaksi mencurigakan yang melibatkan pegawai Kemenkeu mencapai Rp35 triliun. Sebab, data tersebut beda dengan yang disampaikan Menteri Keuangan, Sri Mulyani.

Dalam satu surat laporan yang dikirimkan pada Kementerian Keuangan, kata Ivan, perusahaan yang disebut memang hanya satu. Namun secara keseluruhan, menurutnya, jumlah yang terlibat bisa mencapai lima hingga tujuh perusahaan.

Dalam data catatan Menter Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud dan PPATK, transaksi mencurigakan melibatkan pegawai Kemenkeu mencapai Rp35 triliun. Namun Sri Mulyani dalam rapat kerja sebelumnya dengan DPR RI Komisi XI pada Senin (26/3/2023), menyebut angka tersebut hanya Rp3 triliun.

Menurut Ivan, perbedaan ini karena ada entitas yang dikeluarkan oleh Kemenkeu.

"Oleh karena itu dalam rapat kemarin dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani, sehingga angka Rp35 triliun yang ditemukan oleh PPATK, jika setelah dikeluarkan entitas perusahaan menjadi Rp22 triliun. Lalu dikeluarkan lagi entitas yang tidak ada di Kemenkeu, jadi Rp3,3 triliun. Lalu kemudian ramai PPATK salah dan segala macam," papar Ivan dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI, Senin (29/3/2023).

Dia kemudian menjelaskan angka Rp35 triliun berasal dari temuan PPATK yang memberikan data oknum plus nama perusahaan. Menurutnya, ada indikasi perusahaan cangkang dimiliki oleh oknum tersebut sehingga tidak bisa dikeluarkan dari data.

Sebagai informasi, perusahaan cangkang adalah sebuah perusahaan yang bisnisnya tidak aktif, asetnya sangat sedikit, atau bahkan perusahaan yang hanya ada di atas kertas. Gampangnya, ada sebuah perusahaan yang hanya sekadar nama tapi tidak ada wujud fisiknya.

"Data perushaaan gak bisa dikeluarkan dipisahkan dari oknum tadi. Misalnya dia gunakan nama perusahaan dengan gunakan nama pemiliknya istri, anak, supir, tukang kebun dan segala macam," ujarnya.

Ivan menjelaskan jika perusahaan yang melekat di oknum dikeluarkan satu per satu maka jumlahnya memang menjadi Rp3,3 triliun. Namun, PPATK tidak bisa melakukan itu lantaran dalam tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait proxy crime selalu bermodus menggunakan tangan orang lain.

"Kalau kami keluarkan data itu, justru kami bohongi penyidik. Kami masukan nama perusahaaan berikut nama oknum ketemu lah angka Rp35triliun. Memang kalau dikeluarkan memang Rp22 triliun, kalau dikeluarkan lagi hanya Rp3,3 triliun. Kenapa kami ga bisa lepaskan ini? Kami sinyalir ini perushaaan cangkang dimiliki oknum tadi. Makanya perlu pembuktian dari penyidik sendiri," ungkapnya.

Baca Juga: Mahfud: Data Transaksi TPPU Rp349 Triliun Terbagi Dalam 3 Kelompok

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya