Lagi, BI Tahan Suku Bunga Acuan Tetap di Level 5,75 Persen

Level suku bunga acuan bisa jaga inflasi

Jakarta, IDN Times - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/BI 7DRR) dilevel 5,75 persen. Kemudian untuk tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility masing-masing masing 5 persen dan 6,5 persen.

"Keputusan ini tetap konsisten stance kebijakan moneter BI preemptive, forward looking, dalam memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi kedepan,"tutur Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers RDG, Kamis (16/3).

Baca Juga: BI Tahan Suku Bunga Acuan Tetap di Level 5,75 Persen

1. Level suku bunga acuan bisa jaga inflasi

Perry menjelaskan BI 7DRR sebesar 5,75 persen memadai untuk memastikan laju inflasi tetap berada dikisaran 3 plus minus 1 persen pada Semester I 2023. Sedangkan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali pada sasaran sebesar 3 plus minus 1 persen semester II 2023.

"Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah kendalikan inflasi barang impor atau imported inflation akan terus diperkuat dengan pengelolaan devisa hasil ekspor dengan implementasi operasi moneter valas devisa hasil ekspor sesuai mekanisme pasar," tuturnya.

2. Ketidakpastian global mereda

Lebih lanjut, Perry memperkirakan, pertumbuhan ekonomi global pada 2023 sebesar 2,6 persen yoy. Proyeksi ini meningkat dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 2,3 persen yoy. Kinerja ekonomi global yang membaik di dorong oleh kebijakan zero covid-19 di China yang sudah berakhir.

"Ini sejalan dengan dampak positif pembukaan ekonomi China dan penurunan disrupsi suplai global," kata Perry.

Selain itu, Perry juga melihat risiko resesi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa mulai menyusut. Alhasil pertumbuhan ekonomi kedua negara tersebut diperkirakan lebih baik dari proyeksi semula. Bahkan perbaikan prospek ekonomi ini membawa harga komoditas non energi meningkat, di tengah harga minyak yang menurun akibat berkurangnya disrupsi rantai pasok global.

Meski begitu, inflasi di kedua negara tersebut masih turun lebih lambat. Ini karena kenaikan upah dan keketatan pasar tenaga kerja.

Dengan demikian, ini tetap mendorong kebijakan moneter ketat negara maju yang berpotensi lebih lama di sepanjang tahun 2023.

Baca Juga: The Fed Masih Belum Mau Turunkan Suku Bunga, Sinyal Hawkish Menyala!

3. Pertumbuhan ekonomi domestik menguat

Perry Warjiyo mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi dalam negeri berpotensi menguat dan tumbuh lebih tinggi. Perbaikan ini didukung oleh sentimen ekonomi global yang mulai mereda.

Selain itu juga ada faktor kenaikan ekspor yang diprediksi akan meningkat dan membaiknya permintaan domestik dan konsumsi swasta.

"Untuk tahun 2023 BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan cenderung biasa keatas 4,5-5,3 persen. Hal ini didukung kinerja ekspor berpotensi akan lebih tinggi dari semula didorong pengaruh positif perbaikan ekonomi China," ujarnya.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya