Potensi AS Gagal Bayar Utang Hantui Ekonomi Global

IMF ingatkan AS yang terancam kehabisan uang tunai pada Juni

Jakarta, IDN Times - Dana Moneter Internasional (IMF) menyebut potensi pemerintah Amerika Serikat (AS) gagal bayar utang pada Juni mendatang, akan menimbulkan dampak sangat serius bagi perekonomian, baik AS sendiri maupun global. Dalam proyeksi pada April, IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global mencapai 2,8 persen untuk 2023.

Risiko ini terjadi karena kenaikan utang publik AS melejit hingga sekitar 31,458 triliun dolar AS. Jumlah tersebut mengalami cukup signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.

"Mengenai plafon utang atau debt ceiling AS, penilaian kami akan terjadi dampak yang sangat serius. Tidak hanya untuk AS tetapi juga untuk ekonomi global jika terjadi gagal bayar utang AS," ucap juru bicara IMF, Jullie Kozack dalam press briefing, Kamis (10/5/2023) malam waktu setempat. 

Baca Juga: IMF Naikkan Proyeksi Ekonomi, Kemenkeu: RI Masih Jadi Titik Terang

1. IMF minta AS segera selesaikan masalah utang

Potensi AS Gagal Bayar Utang Hantui Ekonomi GlobalIlustrasi bendera Amerika Serikat (Instagram/@erictrump)

Pemerintah AS berisiko kehabisan uang dan mengalami gagal bayar utang atau default, jika kongres tidak segera mengambil tindakan terkait kenaikan plafon utang.

"Karena default AS menimbulkan masalah serius, kami sangat mendorong pihak terkait untuk segera mencapai konsensus, serta menyelesaikan masalah ini secepat mungkin," ucapnya.

Menurutnya, AS tengah menghadapi sejumlah faktor ketidakpastian di ekonominya antara lain berlanjutnya kenaikan suku bunga The Fed, dampak dari kolapsnya perbankan, hingga sisi pasar tenaga kerja. 

Dengan demikian, IMF meminta pemerintah AS tetap waspada terhadap kerentanan-kerentanan baru di sektor perbankan AS. Termasuk kerentanan di bank-bank regional, yang dapat muncul dalam penyesuaian terhadap tingkat suku bunga yang lebih tinggi.

Baca Juga: Fakta-Fakta Pemerintah AS Terjerat Utang Jumbo, Tembus US$31 Triliun!

2. Default AS tak berdampak ke ekonomi Indonesia

Potensi AS Gagal Bayar Utang Hantui Ekonomi GlobalMenteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. (IDN Times/Ridwan Aji Pitoko)

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyebut masalah AS gagal bayar utang, merupakan masalah dinamika politik. Ia menilai AS akan bisa membayar utang jika debt ceiling atau pagu utangnya dibuka.

Terlepas dari itu, menurutnya, risiko gagal bayar utang pemerintah AS tidak berdampak bagi perekonomian dalam negeri, khususnya pada surat berharga negara.

"Sampai hari ini sebenarnya kalo kita lihat dari perkembangannya tidak ada pengaruh kepada perekonomian kita, terutama kalo kita lihat pasar belum memberikan sinyal terhadap kemungkinan dinamika politik itu," kata dia dalam Konferensi Pers KSSK, Senin (8/5/2023).

Dia juga menilai gagal bayar utang AS diyakininya tidak akan menurunkan minat investor menaruh dananya di SBN. Sebab, SBN masih menjadi daya tarik investor untuk berinvestasi. Hal itu setidaknya terlihat dari imbal hasil (yield) SBN untuk tenor sepuluh tahun menurun 50 basis poin sejak awal tahun (year to date).

"Untuk kinerja SBN justru terjadi capital inflow karena dari sekian banyak negara, Indonesia mungkin termasuk yang memiliki kinerja yang baik," ujar Sri Mulyani.

Baca Juga: Potensi AS Gagal Bayar Utang Picu Investor Cari Aset Aman

3. Fundamental ekonomi solid

Potensi AS Gagal Bayar Utang Hantui Ekonomi GlobalIlustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Tak hanya yield SBN yang menarik, prospek ekonomi dalam negeri juga kian membaik. Ini tercermin dari realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I tercatat 5,03 persen. Kemudian, faktor laju inflasi terus terkendali.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) untuk Indeks Harga Konsumen (IHK) turun menjadi 4,33 persen secara year on year (yoy) pada April 2023 dari 5,51 persen yoy pada Desember 2022.

Dengan demikian, inflasi inti diperkirakan terkendali dalam kisaran 3,0±1 persen di sisa tahun 2023, sedangkan inflasi IHK dapat kembali ke dalam sasaran 3,0±1 persen lebih awal dari perkiraan sebelumnya.

"Indonesia termasuk memiliki kinerja yang baik, karena pertumbuhan ekonomi tumbuh di atas 5 persen. Kemudian faktor inflasi turun duluan itu juga baik dan dari sisi kebijakan fiskal dan moneter juga prudent, ini semua kombinasi agak langka hari-hari ini," ujarnya. 

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya