Rupiah Ditutup Menguat di Level Rp14.895 per Dolar AS

Sejumlah mata uang negara lain ikut menguat

Jakarta, IDN Times - Nilai tukar atau kurs rupiah ditutup menguat di level Rp14.895 per dolar AS.

Berdasarkan data Bloomberg yang dikutip Kamis (8/6/2023), pukul 15.30 WIB, rupiah menguat 17,5 poin atau 0,12 persen dibandingkan pembukaan tadi pagi yang tercatat melemah hingga Rp14.902 per dolar AS.

Tak hanya rupiah, sebagian besar mata uang Asia lainnya terpantau perkasa terhadap dolar AS. Di antaranya mata uang yen Jepang tercatat menguat 0,17 persen, peso menguat 0,05 persen, bath Thailand menguat 0,09 persen, ringgit Malaysia menguat 0,47 persen, dan won Korea juga terpantau menguat 0,02 persen. 

Baca Juga: Rupiah Masih Keok hingga Paruh Perdagangan, Ini Sentimen Penyebabnya

1. Imbal hasil AS turun

Rupiah Ditutup Menguat di Level Rp14.895 per Dolar ASChairman Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell pada Rabu (21/9/2022) mengumumkan kenaikan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) untuk kelima kalinya tahun ini. (dok. YouTube Washington Post)

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan, dolar sedikit melemah, tetapi tetap mendekati level tertinggi 2 bulan pada Kamis ini. Meskipun hal itu juga mendapat beberapa dukungan dari mata uang AS yang lebih tinggi.

"Imbal hasil treasury turun, karena para pedagang mempertimbangkan kemungkinan kenaikan suku bunga lain oleh Departemen Keuangan AS. Federal reserve, bahkan jika berhenti minggu depan," ucapnya dalam keterangan tertulis, Kamis.

Baca Juga: 3 Instrumen Investasi yang Aman saat  Rupiah Lesu, Harus Aware nih!

2. Pasar dikagetkan dengan kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Kanada

Rupiah Ditutup Menguat di Level Rp14.895 per Dolar ASpixabay.com/PublicDomainPictures

Ibahim menjelaskan, Bank Sentral AS secara luas diperkirakan akan menghentikan siklus kenaikan suku bunga acuan.

"Ekspektasi berkembang bahwa ini bisa menjadi posisi sementara dan kenaikan suku bunga lainnya masih merupakan kemungkinan yang berbeda tahun ini, mungkin bulan Juli," tuturnya.

Namun pada saat bersamaan, pasar juga dikagetkan dengan kenaikan suku bunga acuan oleh Bank of Canada dan Reserve Bank of Australia minggu ini. Hal ini disebabkan, kedua bank sentral mengeluhkan inflasi yang masih tinggi.

"The Fed akan melihat harga konsumen terbaru sebelum membuat keputusan tentang suku bunga, dan setiap kenaikan dari angka tahunan 4,9 persen bulan Mei kemungkinan akan memperkuat kenaikan lainnya," tuturnya.

Selain itu, pembuat kebijakan Bank Sentral Eropa pada hari Rabu juga mencapai nada hawkish. Hal ini mengekspektasikan bahwa lebih banyak kenaikan suku bunga lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama.

Baca Juga: Data Perdagangan China Merosot Bikin Kurs Rupiah Anjlok

3. OECD proyeksi pertumbuhan ekonomi RI hanya 4,7 persen

Rupiah Ditutup Menguat di Level Rp14.895 per Dolar ASIlustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara itu, sentimen dari dalam negeri, yakni berkaitan dengan rilis terbaru dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) masih mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tingkat di bawah 5 persen untuk tahun 2023.

Dalam laporan terbarunya, OECD memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 hanya berada di level 4,7 persen. Adapun OECD memperkirakan ekonomi RI akan tumbuh sebesar 5,1 persen pada 2024.

"Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan didukung oleh bisnis dan kepercayaan konsumen yang solid serta pulihnya sektor pariwisata sepanjang tahun ini," ucapnya.

Baca Juga: Bank Indonesia Bilang Rupiah Tetap Kuat, Ini Buktinya 

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya