Silicon Valley Bank Bangkrut, BI: Mata Uang di Kawasan Asia Tetap Kuat

BI cermati dampak bangkrutnya SVB ke pasar keuangan domestik

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Edi Susianto mengatakan kondisi nilai tukar di kawasan Asia termasuk rupiah tetap stabil hingga sore ini. Rupiah tidak terpengaruh oleh kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) pada Jumat (10/3/2023).

Sebagai informasi, salah satu faktor yang menyebabkan keruntuhan SVB yakni kenaikan suku bunga agresif The Fed dalam setahun terakhir. Bahkan, bangkrutnya SVB juga memicu kepanikan perusahaan modal ventura utama yang menyarankan perusahaan untuk menarik dana mereka dari bank.

"Terkait isu SVB, tentunya kami akan terus cermati, namun hari ini (sampai saat ini) banyak mata uang Asia yang menguat ditengah adanya isu SVB. Meski begitu kami akan cermati perkembangannya," ucapnya kepada IDN Times, Senin (13/3/2023).

Baca Juga: SVB Bangkrut, Apa yang Perlu Dilakukan BI dan OJK?

1. Kinerja nilai tukar rupiah

Silicon Valley Bank Bangkrut, BI: Mata Uang di Kawasan Asia Tetap Kuatilustrasi rupiah (IDN Times/Umi Kalsum)

Rupiah menguat tajam pada penutupan perdagangan awal pekan, Senin (13/3/2023), setelah sempat melemah tipis terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan pagi tadi.

Mengutip Bloomberg, kurs rupiah menguat sebanyak 73,5 poin atau 0,48 persen ke level Rp15.376,5 per dolar AS pada penutupan sore. Senin pagi tadi, rupiah sempat melemah pada pembukaan perdagangan. Namun sesaat kemudian, mata uang Garuda menunjukkan penguatan.

Dengan kondisi ini, BI berkomitmen untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah lewat intervensi di pasar spot, pasar DNDF, dan pembelian surat berharga negara (SBN) yang dilepas asing di pasar sekunder atau triple intervention.

"Tentu Bank Indonesia memastikan tetap menjaga stabilitas dengan triple intervention, tentunya dengan tetap menjaga dan mengedepankan mekanisme pasar, memastikan suplai demand valas bekerja dengan baik," tegasnya.

2. Pernyataan hawkish The Fed picu gejolak pasar keuangan

Silicon Valley Bank Bangkrut, BI: Mata Uang di Kawasan Asia Tetap KuatChairman Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell pada Rabu (21/9/2022) mengumumkan kenaikan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) untuk kelima kalinya tahun ini. (dok. YouTube Washington Post)

BI mengakui pernyataan hawkish dari Ketua The Fed, Jerome Powell telah berdampak terhadap pasar keuangan di kawasan Asia termasuk Indonesia. Edi Susianto mengatakan investor asing di pasar obligasi Indonesia telah mengalami aliran modal asing keluar net outflow yang terjadi sejak awal Februari.

"Kondisi ini terjadi ketika data inflasi AS berada di atas ekspektasi pasar, apalagi ditambah adanya statement yang hawkish kembali dari Chairman The Fed," ujarnya. 

Edi menjelaskan bahwa pernyataan The Fed menyebabkan ekspektasi pasar terhadap kenaikan Fed Fund Rate (FFR) menjadi lebih agresif kembali dibandingkan ekspektasi sebelumnya. Alhasil, terminal rate dari FFR diperkirakan akan meningkat dibandingkan perkiraan sebelumnya. 

Kondisi ketidakpastian ini juga telah berdampak apada pelemahan mata uang Asia termasuk rupiah dalam beberapa minggu terakhir. Meski demikian, BI meyakini tekanan terhadap rupiah dari (statment) The Fed tak akan sebesar Semester II 2022. 

"Kami melihat tekanan ke rupiah tidak akan lebih tinggi dibandingkan ekspektasi sebelumnya. Juga, terminal rate dari FFR diperkirakan masih akan meningkat dibandingkan perkiraan sebelumnya," tegasnya.  

3. Perbankan domestik perlu hati-hati susun strategi

Silicon Valley Bank Bangkrut, BI: Mata Uang di Kawasan Asia Tetap KuatFoto- Instagram- @bhimayudhistira.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai,
kondisi kebangkrutan SVB menjadi pelajaran bahwa kenaikan suku bunga yang terjadi secara serentak di berbagai negara bisa meningkatkan risiko perbankan yang cukup serius.

"Jadi perbankan domestik pun perlu hati-hati menyusun strategi terutama terkait manajemen risiko," kata Bhima. 

Bhima meminta Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan stress test terkait dampak SVB terhadap aliran pinjaman, modal, dan investasi dengan perbankan domestik.

"Belajar dari kasus Century, investasi yang bermasalah di AS dapat menjalar ke likuiditas perbankan domestik. Sejauh ini, semoga tidak ada dampak sistemik ke bank lokal," ujarnya.

Topik:

  • Anata Siregar
  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya