The Fed Berpotensi Kerek Suku Bunga hingga 5,5 Persen 

Kebangkrutan tiga bank jadi faktor pertimbangan FOMC

Jakarta, IDN Times - Bank Indonesa memproyeksi suku bunga The Fed hingga akhir tahun berpotensi mencapai 5,5 persen. Arah kebijakan suku bunga acuan ini masih akan mempertimbangkan tekanan inflasi dan perkembangan ekonomi, khususnya kondisi ketenagakerjaan di negara tersebut.

"BI selalu membuat skenario baseline yang probabilitasnya di atas 75 persen kami gunakan semula 5 persen, kami naikan 5,25 persen baseline skenario. Ada potensial skenario yaitu probabilitasnya 51 sampai 75 persen, sehingga Fed fund rate bisa naik 5,5 persen,"ucap Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers, Kamis (16/3/2023).

Perry menilai, the Fed dalam pertemuan FOMC tentunya akan mempertimbangkan faktor stabilitas sistem keuangan terkait dengan kasus bangkrutnya tiga perbankan di negara itu, yaitu Silicon Valley Bank, Silvergate Bank, dan Signature Bank.

Namun demikian, BI melihat langkah kuat yang dilakukan oleh the Fed dan otoritas keuangan di AS untuk menyelamatkan tiga perbankan tersebut akan cepat mengembalikan stabilitas sistem keuangan AS. Selain itu, pemerintah federal juga bekerja sama dengan Inggris dan negara lain untuk memitigasi dampak rambatan dari bangkrutnya ketiga bank.

"The Fed akan mempertimbangkan stabilitas sistem keuangan, tapi dengan cepat kembalinya stabilitas sistem keuangan, Fed akan mempertimbangkan faktor fundamental, inflasi inti yang belum tutun cepat, pasar tenaga kerja yang masih ketat, kami gunakan proyeksi baseline 5,25 persen dan potential risk 5,50 persen,” jelasnya.

 

Baca Juga: Lagi, BI Tahan Suku Bunga Acuan Tetap di Level 5,75 Persen

1. Inflasi AS turun tapi lambat

The Fed Berpotensi Kerek Suku Bunga hingga 5,5 Persen Ilustrasi Inflasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Ia menjelaskan bahwa laju inflasi inti di AS memang menurun tapi cenderung melambat. Apalagi hingga Februari inflasi AS tercatat melandai ke tingkat 6 persen, pelambatan ini juga disebabkan oleh keketatan pasar tenaga kerja.

"Inflasi cukup tinggi itu yang menyebabkan inflasinya turun tapi masih relatif tinggi. Sementara ekonominya cukup kuat itu lah kenapa sebelum terjadinya 3 bank ini kemungkinannya rate nya lebih tinggi," tuturnya.

Baca Juga: Pemprov DKI Anggarkan Rp2,9 M untuk Rehabilitasi Rumah Dinas Gubernur

2. FOMC akan pertimbangkan faktor kebangkrutan 3 bank

The Fed Berpotensi Kerek Suku Bunga hingga 5,5 Persen Chairman Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell pada Rabu (21/9/2022) mengumumkan kenaikan suku bunga acuan (Fed Fund Rate) untuk kelima kalinya tahun ini. (dok. YouTube Washington Post)

Perry menilai, the Fed dalam pertemuan FOMC tentunya akan mempertimbangkan faktor stabilitas sistem keuangan terkait dengan kasus bangkrutnya tiga perbankan di negara itu, yaitu Silicon Valley Bank, Silvergate Bank, dan Signature Bank.

Namun demikian, BI melihat langkah kuat yang dilakukan oleh the Fed dan otoritas keuangan di AS untuk menyelamatkan tiga perbankan tersebut akan cepat mengembalikan stabilitas sistem keuangan AS. Selain itu, pemerintah federal juga bekerja sama dengan Inggris dan negara lain untuk memitigasi dampak rambatan dari bangkrutnya ketiga bank.

"The Fed akan mempertimbangkan stabilitas sistem keuangan, tapi dengan cepat kembalinya stabilitas sistem keuangan, Fed akan mempertimbangkan faktor fundamental, inflasi inti yang belum tutun cepat, pasar tenaga kerja yang masih ketat, kami gunakan proyeksi baseline 5,25 persen dan potential risk 5,50 persen,” jelasnya.

 

Baca Juga: BI: Pernyataan Hawkish The Fed Picu Outflow di Pasar Keuangan

3. BI 7DRR Dilevel 5,75 Persen untuk Kendalikan Inflasi

The Fed Berpotensi Kerek Suku Bunga hingga 5,5 Persen Ilustrasi Bank Indonesia (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

Lebih lanjut dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/BI 7DRR) dilevel 5,75 persen. Kemudian untuk tingkat suku bunga deposit facility dan bunga lending facility masing-masing masing 5 persen dan 6,5 persen.

"Keputusan ini tetap konsisten stance kebijakan moneter BI preemptive, forward looking, dalam memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi kedepan,"tuturnya. 

Perry menjelaskan BI 7DRR sebesar 5,75 persen memadai untuk memastikan laju inflasi tetap berada dikisaran 3 plus minus 1 persen pada Semester I 2023. Sedangkan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) kembali pada sasaran sebesar 3 plus minus 1 persen semester II 2023.

"Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah kendalikan inflasi barang impor atau imported inflation akan terus diperkuat dengan pengelolaan devisa hasil ekspor dengan implementasi operasi moneter valas devisa hasil ekspor sesuai mekanisme pasar," tuturnya.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya