Beda Kondisi Perbankan Nasional Saat  Krisis Melanda, 1998 hingga 2020

Ada empat krisis. Tahun 1998, modal bank sampai minus

Jakarta, IDN Times - Wabah COVID-19 telah meluluhlantakkan perekonomian dunia, bahkan tidak sedikit negara yang masuk jurang resesi seperti Indonesia. Terpuruknya perekonomian dunia ini bukan kali yang pertama.

Selama 22 tahun terakhir sedikitnya ada empat krisis ekonomi. Dimulai pada 1998, kemudian tahun 2008, lalu 2013, dan 2020. Meski begitu hanya tahun 2020 yang dirasakan merata di seluruh dunia.

Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia Sunarso dalam paparannya di acara Forum Pemred, Rabu 2 Desember 2020, mengatakan, saat ini secara keseluruhan perbankan nasional cukup kuat. Hal ini dilihat dari posisi Capital Adequacy Ratio (CAR/rasio kecukupan modal) yang semakin baik dari krisis ke krisis, dan Non Performing Loan (NPL/kredit bermasalah) yang kini dikelola lebih baik.

Kenapa begitu? Karena krisis saat ini berbeda dengan krisis sebelum-sebelumnya. Krisis kali ini, kata Sunarso, bukan disebabkan parahnya kondisi keuangan, tetapi akibat pandemik, sehingga penanganannya harus serentak. Tidak hanya menangani pandemiknya, tetapi juga menata ulang ekonomi.

"Tahun 1998, 2008, dan 2013, krisis disebabkan keuangan atau ekonomi. Bahkan tahun 1998 terjadi syok, CAR minus 15,7 persen, NPL sampai 48,6 persen. Namun 10 tahun kemudian saat krisis kembali terjadi, CAR sudah membaik, NPL terkelola baik begitu juga seterusnya," kata dia.

Baca Juga: Tetap Waspada, Setelah Krisis Ekonomi Biasanya Diikuti Masalah Lainnya

1. Tahun 1998, nilai tukar rupiah melemah hingga 540 persen

Beda Kondisi Perbankan Nasional Saat  Krisis Melanda, 1998 hingga 2020ilustrasi rupiah (IDN Times/Umi Kalsum)

Sunarso lalu memaparkan kondisi-kondisi saat krisis sejak 1998 hingga 2020. Dijelaskan saat 1998, krisis ekonomi hanya berkisar di kawasan Asia saja. Sedangkan tahun 2008, yang terpukul paling berat ekonomi di negara-negara Eropa dan Amerika. Adapun tahun 2013 krisis memukul Eropa dan emerging market. Bagaimana dengan 2020? "Merata di seluruh dunia," katanya.

Terkait nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, tahun 1998, mengutip data Bank Indonesia yang sudah diolah, rupiah melemah hingga 540 persen dari Rp2.500 menjadi di atas Rp16.000 per dolar AS.

Sedangkan tahun 2008, pelemahan rupiah tercatat 13 persen, dari Rp9.060 melonjak menjadi di atas Rp10.208 per dolar AS. Di tahun 2013, pelemahannya lumayan tinggi sebesar 26 persen dari Rp9.368 menjadi di atas Rp12.170 per dolar AS.

Sementara saat krisis yang dipicu COVID-19, pelemahan rupiah hanya 3,6 persen, dari Rp13.800 menjadi di atas Rp14.300 per dolar AS (data kuartal kedua).

2. Risk management lebih baik, modal kuat dan kredit macet makin sedikit

Beda Kondisi Perbankan Nasional Saat  Krisis Melanda, 1998 hingga 2020Ilustrasi krisis ekonomi dan dampaknya terhadap perbankan Indonesia (IDN Times/Arief Rahmat)

Lalu bagaimana perbandingan CAR dari krisis ke krisis? Sunarso mengatakan, posisi CAR perbankan kini semakin kuat.

Saat krisis 1998, rata-rata CAR perbankan di Indonesia minus 15,7 persen. Sedangkan tahun 2008 berada di angka 16,8 persen dan tahun 2013 sebesar 18,2 persen. Per kuartal kedua tahun ini tercatat sebesar 22,59 persen.

Sedangkan NPL saat krisis 1998 tercatat 48,6 persen. Angka NPL menurun saat krisis 2008 menjadi sebesar 3,2 persen, dan di tahun 2013 sebesar 1,77 persen. Namun di kuartal II 2020 angkanya tercatat 3,10 persen.

"Sesungguhnya di sektor perbankan dari krisis ke krisis mengajarkan kita untuk menerapkan risk management dengan baik. Risk management kita, perbankan dan keuangan, makin siap dan sigap merespons berbagai krisis. Hasilnya meski krisis berat, CAR masih baik, NPL pun dikelola dengan baik meski ada kelonggaran-kelonggaran," kata Sunarso.

3. Dampak krisis 1998 hingga 2020

Beda Kondisi Perbankan Nasional Saat  Krisis Melanda, 1998 hingga 2020Rapid test dilakukan kepada pekerja kuliner, pekerja toko atau warung di Puskesmas Mekarsari Balikpapan (IDN Times/Hilmansyah)

Lalu bagaimana dengan dampak masing-masing krisis? Kata dia, berbeda-beda. Jika tahun 1998, dampaknya bersifat multidimensi yang meliputi pasar keuangan, ekonomi, sosial dan politik, di tahun 2008 hanya berdampak pada pasar keuangan dan ekonomi saja.

Sedangkan tahun 2013 lebib berdampak ke nilai tukar, suku bunga dan inflasi. Adapun tahun ini lebih berdampak pada sektor kesehatan, pasar keuangan, ekonomi, supply chain, dan daya beli masyarakat UMKM.

"Saat ini meski saham-saham bank Himbara (Himpunan Bank-bank Negara), termasuk BRI, mulai pulih seperti sebelum krisis, sebetulnya perbankan nasional masih sangat hati-hati mengelola balanced dan NPL-nya. Jadi laba turun dan kami harus melakukan pencadangan cukup besar, butuh kehati-hatian, dan kami tidak ugal-ugalan membukukan laba," kata Sunarso.

Baca Juga: KTT G20, Jokowi Soroti 2 Hal Penting Terkait Krisis Ekonomi Global

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya