Analisis Bank Mandiri: Rusia Serang Ukraina, Pasar Global Terguncang

Invasi terbesar sejak PD II

Jakarta, IDN Times - Pasar global saat ini menghadapi kekhawatiran baru dari konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina. Perkembangan terbaru yang mengejutkan pasar datang dari aksi Rusia melancarkan invasi habis-habisan ke Ukraina melalui jalur darat, udara dan laut pada Kamis (24/2/2022).

Invasi tersebut merupakan serangan terbesar oleh satu negara terhadap negara lain di Eropa sejak Perang Dunia II. Rudal menghujani kota-kota Ukraina dan ledakan terdengar di dekat ibukota Kyiv. Pecahnya invasi ini mengejutkan pasar.

Sebelumnya, pelaku pasar bersiap untuk mengantisipasi normalisasi kebijakan bank sentral dan era inflasi global yang lebih tinggi. Faktor risiko baru yang berasal dari konflik Rusia-Ukraina harus terus diwaspadai selain prospek pengetatan kebijakan moneter bank sentral AS, atau Fedeal Reserve, yang juga mempengaruhi sentimen investor.

Berikut analisis dampak serangan Rusia ke Ukraina tersebut, sebagaimana disampaikan Andry Asmoro, Kepala Ekonom Bank Mandiri, secara tertulis, kepada IDN Times.

Baca Juga: Jokowi Minta Perang Rusia-Ukraina Dihentikan: Bahayakan Dunia!

1.Kemerosotan pasar saham global memasuki wilayah negatif

Analisis Bank Mandiri: Rusia Serang Ukraina, Pasar Global TerguncangIlustrasi saham (IDN Times/Arief Rahmat)

Setelah berita bahwa Rusia telah melancarkan serangan ke Ukraina, pasar saham global berbalik negatif. Saham AS ditutup pada level terendah sejak Juni lalu karena ketegangan meningkat, memperburuk aksi jual yang telah membawa indeks acuan S&P 500 lebih dalam ke wilayah koreksi.

Pada Rabu 23 Februari 2022, S&P 500 turun 1,8 persen, indeks Nasdaq Composite yang sarat teknologi mencatat penurunan 2,6 persen dan Dow Jones turun 1,4 persen. Pasar saham Eropa turun lebih tajam, DAX Jerman turun 3,6 persen dan CAC 40 Prancis turun 3,13 persen. Pada perdagangan hari ini, sebagian besar bursa Asia mengalami koreksi lebih dari 1 persen. STI Singapura turun 3,5 persen. Nikkei Jepang turun 1,8 persen, dan BEI Indonesia turun 1,5 persen.

Meningkatnya tekanan antara Rusia dan Ukraina diperkirakan akan terus membawa pasar saham di bawah tekanan. Dow Jones berjangka turun 1,9 persen. Selanjutnya, kontrak berjangka S&P 500 dan Nasdaq 100 masing-masing turun sebesar 2 persen dan 2,6 persen. Indeks volatilitas juga terlihat meningkat hari ini ke level 31,02 (+13,8 pts), di atas rata-rata jangka panjangnya sekitar 20, menunjukkan tekanan pasar dan sinyal bahwa ketidakpastian akan berlanjut.

2. Harga komoditas melonjak

Analisis Bank Mandiri: Rusia Serang Ukraina, Pasar Global TerguncangIlustrasi Penurunan Harga Minyak (IDN Times/Arief Rahmat)

Harga minyak, emas, dan komoditas naik tajam karena investor mengalihkan dana mereka ke aset safe haven. Pada Kamis (24/2/2022), Emas diperdagangkan pada US$1.942,10 per ounce, tertinggi sejak akhir 2020. West Texas Intermediate berjangka diperdagangkan 5,61 persen lebih tinggi pada US$97,27 per barel.

Patokan global Brent melonjak 5,95 persen menjadi US$102,60 per barel, melewati level US$100 untuk pertama kalinya sejak 2014.

3. Dolar AS menguat terhadap mata uang utama

Analisis Bank Mandiri: Rusia Serang Ukraina, Pasar Global TerguncangIlustrasi dolar AS (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Indeks dolar relatif kuat, di level 96,3 (+0,64 bps, basis point). Terhadap euro, greenback melemah sebesar 0,75 persen menjadi US$ 1.1222 dan Sterling turun 0,7 persen menjadi US$1.3442.

Sementara itu, sebagian besar mata uang Asia mengalami penurunan terhadap dolar AS. Yuan China melemah 0,1 persen menjadi 6,32 dan dolar Singapura melemah 0,5 persen menjadi 1,3523.

4.Pasar domestik masih cukup stabil dengan fundamental domestik yang membaik

Analisis Bank Mandiri: Rusia Serang Ukraina, Pasar Global TerguncangANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Dari pasar domestik hari ini, rupiah dibuka sedikit terkoreksi di level Rp14.350 per dolar AS setelah sepekan terakhir bergerak cenderung fluktuatif di kisaran Rp14.320 - Rp14.385 per US$. Rupiah melemah 0,4 persen menjadi  Rp14.391 terhadap dolar AS. Imbal hasil obligasi pemerintah bertenor 10 tahun bergerak relatif stabil di level 6,46 persen di tengah level Credit Default Swab (CDS) Indonesia 5 tahun yang terpantau naik 3,7 bps menjadi 102,4.

Andry Asmoro menyampaikan, volatilitas pasar dalam jangka pendek akan meningkat, dipengaruhi oleh kebijakan normalisasi Fed dan meningkatnya ketegangan geopolitik antara Rusia dan AS. Menurut analisis tim ekonom Bank Mandiri, berdasarkan data fundamental terakhir, rupiah masih berpotensi menguat seiring dengan pemulihan ekonomi domestik dan berlanjutnya aliran masuk modal.

Per 23 Februari 2022, arus masuk modal di pasar saham tercatat sebesar Rp21,6 triliun (ytd, year to date) dan di pasar obligasi sebesar Rp10,2 triliun (ytd). Beberapa sentimen positif seperti rilis data inflasi yang stabil, surplus neraca perdagangan, dan cadangan devisa yang tinggi masih menopang nilai tukar rupiah. Pemerintah dan BI akan terus melakukan berbagai langkah stimulus kebijakan untuk mendorong perekonomian dan menjaga stabilitas pasar.

Tim riset ekonomi Bank Mandiri memperkirakan rupiah akan terus bergerak sesuai fundamentalnya sepanjang tahun ini, dengan faktor risiko utama adalah kebijakan The Fed. Begitu pula dengan obligasi Indonesia yang memiliki imbal hasil riil yang masih kompetitif dibandingkan negara-negara sejenis.

“Kami terus mempertahankan proyeksi rupiah sebesar Rp14.388 (dengan rata-rata Rp14.392 per US$) dan target imbal hasil obligasi 10-tahun sebesar 6,84 persen pada akhir tahun 2022,” kata Andry.

Baca Juga: Bos BI Ungkap Dampak Perang Rusia-Ukraina Terhadap Ekonomi Indonesia

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya