Dubes RI di Swiss: Indonesia Sukses Ekspor Emas ke Negeri Kaya Itu

Sebanyak 150 investor Swiss masuk RI

Jakarta, IDN Times – Pandemik COVID-19 ternyata tidak cuma mendatangkan masalah, tapi juga berkah. Ini yang terjadi dalam perdagangan antara Indonesia dan Swiss. Duta Besar Republik Indonesia untuk Swiss merangkap Liechtenstein, Muliaman Darmansyah Hadad, menyampaikan hal itu dalam wawancara khusus program #AmbassadorTalk, yang disiarkan secara langsung melalui Instagram IDN Times, Sabtu 17 Oktober 2020.

“Memang ada anomali, saat sulit, ketika restriksi perdagangan internasional terjadi di mana-mana, perdagangan Indonesia ke Swiss meningkat, menyumbang surplus yang besar atas total surplus neraca perdagangan kita,” kata Muliaman, mantan ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) itu.

Menurut data, sampai Juli 2020, perdagangan Indonesia dengan Swiss mencapai 2,1 miliar dolar AS. Bahkan lebih besar dibandingkan sepanjang tahun 2019 sebesar 900 juta dolar AS.

Wawancara dilakukan sehari setelah Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meninggalkan Swiss kembali ke tanah air. Delegasi RI berkunjung ke Swiss untuk bertemu dengan Badan Kesehatan Dunia (WHO), sejumlah lembaga, perusahaan dan pejabat tinggi Swiss untuk membahas baik hubungan multilateral maupun bilateral.

Baca Juga: Menlu Retno Berharap Swiss Segera Sahkan Perjanjian Hukum Timbal Balik

1. Di Swiss, minat atas produk perhiasan dan logam mulia RI sangat tinggi

Dubes RI di Swiss: Indonesia Sukses Ekspor Emas ke Negeri Kaya ItuPerhiasan emas di salah satu toko emas di Pasar Aceh (IDN Times/Saifullah)

Muliaman menjelaskan, Indonesia berpotensi mengekspor produk perhiasan dan emas. “Oleh Swiss, produk emas kita diolah lagi, sebagian dijual atau diekspor lagi ke Dubai, dan negara-negara lain. Sebagian dijadikan cadangan devisa,” kata Muliaman.

Swiss, negara yang dikenal karena produk jam tangan berkualitas premium juga memanfaatkan emas dari Indonesia untuk membuat jam dengan harga tinggi. Begitu pula untuk perhiasan.

“Emas jadi produk investasi di tengah situasi ketidakpastian saat ini,” ujar Muliaman.

Badan Pusat Statistik pada bulan Agustus melaporkan ekspor logam mulia, perhiasan dan permata ke Swiss, AS, Singapura dan Jepang mencapai 928,6 juta dolar AS. Khusus untuk ekspor produk tersebut ke Swiss, selama bulan  Juli 2020 tercatat 484,2 juta dolar AS. Nilai ekspor ini naik 168 persen dibandingkan dengan Juni 2020 yang tercatat 180,1 juta dolar AS.

2. Pasar Swiss relatif kecil tapi EFTA membuka peluang jadi pintu masuk ke Uni Eropa

Dubes RI di Swiss: Indonesia Sukses Ekspor Emas ke Negeri Kaya ItuKegiatan Menlu Retno Marsudi dan Menteri BUMN Erick Thohir di Bern dan Jenewa (Dok. PTRI Jenewa)

Dubes Muliaman optimistis ekspor emas Indonesia ke Swiss terus meningkat. “Karena mereka perlu untuk re-ekspor,” ujar dia.

Mata uang Swiss Franc yang selalu lebih kuat dibandingkan dengan US$ membuat potensi Indonesia kerja sama perdagangan dan investasi dengan negeri ini kian besar.

Swiss berpenduduk sekitar delapan juta. Dari sisi ukuran pasar, tergolong kecil. “Tapi yang kita jual ke Swiss tidak berhenti di sini, karena Swiss mengolah produk kita, memberikan nilai tambah yang besar, dan mengekspor ke negara tetangga lainnya di Eropa sebagai end-users,” papar Muliaman.

3. Potensi untuk ekspor kopi ke Swiss, tinggi. Bisa jadi gerbang masuk ke Uni Eropa

Dubes RI di Swiss: Indonesia Sukses Ekspor Emas ke Negeri Kaya ItuIlustrasi bubuk kopi (IDN Times/Umi Kalsum)

Salah satu ekspor Swiss yang tinggi adalah kopi, padahal tidak ada sejengkal pun kebun kopi di negeri itu. “Ekspor kopi dan produk kopi dari Swiss tercatat tertinggi di dunia, kopi dibuat dalam bentuk kapsul diekspor. Mereka juga menciptakan mesin pengolah kopi, dan produk turunan kopi lainnya. Perangkat pengolahan kopi menjadi produk ekspor andalan mereka,” kata Muliaman.

Ekonom senior yang pernah memimpin Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia itu menjelaskan, “Kalau kita tidak bisa masuk ke Uni Eropa, kita bisa masuk melalui Swiss. Karena hampir 70 persen barang Swiss itu dijual ke negeri tetangganya, ke Uni Eropa. Dengan demikian kita bisa masuk UE melalui Swiss. Saya kira ini suatu perkembangan, menarik baru muncul belakangan ini, terutama kita harus manfaatkan kerja sama European Free Trade Agreement (EFTA) dengan Swiss.”

Indonesia sedang mengupayakan hal serupa dengan Uni Eropa, dan menemui kendala berat soal kampanye negatif atas produk dari Indonesia, terutama berkaitan dengan komoditas sawit.

“Semua EFTA dengan Swiss sudah diteken, termasuk kesepakatan mereka impor kelapa sawit, bahkan dengan target setiap tahun ditingkatkan terus 5 persen kuotanya, dengan syarat, tentu saja, kelapa sawit kita harus penuhi prinsip sustainability. Saya kira baik juga jadinya. Pertama, mendidik semua pihak terutama kita di Indonesia untuk bisa memahami, istilahnya environmental friendly approach, termasuk terhadap produk kopi. Kalau kita ekspor kopi, penuhi sertifikasi tertentu, tangani isu-isu lingkungan,” ujar Muliaman.

Jadi, EFTA membuka kesempatan emas bagi Indonesia untuk masuk ke pasar Eropa melalui Swiss. “Ada juga produk yang potensial. Cokelat. Kakao. Oleh-oleh paling populer dari Swiss, kan beli cokelat. Mereknya terkenal. Itu bahan baku dari Indonesia. Mudah-mudahan ke depan kita bisa mengajak Swiss kerja sama membuat pabrik cokelatnya di Indonesia. Sedang kita push,” kata Muliaman.

4. Posisi Swiss di tengah kawasan Eropa jadi keuntungan bagi Indonesia

Dubes RI di Swiss: Indonesia Sukses Ekspor Emas ke Negeri Kaya ItuKegiatan Menlu Retno Marsudi dan Menteri BUMN Erick Thohir di Bern dan Jenewa (Dok. PTRI Jenewa)

Indonesia ingin hubungan bilateral dengan Swiss menjadi salah satu fokus penting. Kedua pihak harus diuntungkan dalam konteks European Free Trade Agreement (EFTA). “Kita tidak mau Swiss hanya memanfaatkan pasar kita yang besar. Swiss harus datangkan investasi juga ke Indonesia,” kata Muliaman.

Indonesia-European Comprehensive Economic Partnerships (IE-CEPA) tidak mudah implementasinya. Swiss bukan anggota UE. Ada negara lain yang di Eropa yang bukan anggota UE, meskipun posisinya di kawasan Eropa : Swiss Liechtenstein, Islandia dan Norwegia.

“Keempat negara itu bikin asosiasi sendiri, dan kita sudah tandatangani EFTA dengan keempat negara ini. Di luar kesepakatan dengan UE. Size negaranya kecil-kecil, tapi income per kapita-nya luar biasa, terutama Swiss dan Liechtenstein, hampir 100 ribu dolar AS. Negara ini meskipun kecil-kecil, kalau digabung, ekonominya mirip size FTA yang sudah kita teken dengan Australia. Bahkan menurut saya Australia kan terpencil sendiri. Swiss ada di tengah-tengah pasar Eropa. Potensi dan ruangan untuk tumbuh dan berkembang jauh lebih besar, karena dikelilingi negara-negara dengan kegiatan ekonomi luar biasa," dia memaparkan.

Baca Juga: [OPINI] Kemenangan Partai Hijau dan Dampak Hubungan Bilateral Swiss-RI

5. Ada 150 investor Swiss berbisnis di Indonesia

Dubes RI di Swiss: Indonesia Sukses Ekspor Emas ke Negeri Kaya ItuMenlu Retno Marsudi didampingi Menteri BUMN Erick Thohir berkunjung ke Swiss (Dokumentasi PTRI Jenewa)

Menlu Retno saat berkunjung ke Swiss mengingatkan agar EFTA yang sudah diteken segera ditindaklanjuti.

“Di Indonesia dalam proses ratifikasi, Swiss pun sebetulnya sudah ratifikasi, kemudian di-challenge LSM yang ada di Swiss, akan direferendum tahun depan, Maret. LSM di Eopa terutama yang berkaitan dengan lingkungan kuat sekali, termasuk di Swiss. Mereka challenge, mudah-mudahan pemerintah Swiss bisa menang saat referendum EFTA itu. Saya diberi keyakinan oleh pemerintah Swiss. 'Don’t worry, Mr Ambassador, we will fight and we will win', kata mereka,” tutur Muliaman.

Selain itu, kedatangan Menlu Retno ke Swiss juga bahas perjanjian yang belum tuntas. Misalnya, proteksi perjanjian investasi bilateral. Bagaimana proteksi terhadap investasi disepakati. “Investor kalau ingin masuk ke negara lain ingin ada kesepakatan, investasinya dilindungi. Memastikan secure kalau dia masuk. Insya Allah akhir tahun atau awal bulan depan kesepakatan sudah bisa ditandatangani, “ kata Muliaman.

Dia menambahkan, “Sebelum Bu Menlu datang, kita sudah sepakati akan diselesaikan dalam waktu tidak terlalu lama. Ini melindungi investor baik dari Indonesia yang mau masuk ke Swiss, dan dari Swiss yang masuk ke Indonesia.”

Saat ini ada 150-an perusahaan Swiss di Indonesia, dengan serapan tenaga kerja 50 ribuan.

Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan Swiss adalah negara investor terbesar keempat di Indonesia, dari negara-negara di Eropa.

Investasi Swiss tidak hanya perusahaan besar seperti Nestle, Roche, Novartis, serta sejumlah perusahaan yang memproduksi mesin, turbin yang pabriknya tersebar di tanah air.

“Sekarang ini mereka coba masuk tawarkan industri berbasis inovasi, farmasi, terutama natural herbs, kita coba galang, karena Indonesia banyak sumber natural herbs (herbal) di hutan-hutan kita, yang bisa dimanfaatkan untuk industri farmasi. Itu akan kita dorong,” kata Muliaman.

Saat ini Swiss membutuhkan produk di tiga kategori prioritas.

Pertama, produk maritim dan kelautan, karena negeri itu tidak punya laut. Kedua, perlu industri natural herbs, untuk bahan mentah keperluan farmasi.  “Swiss gak punya hutan biodiversity yang luas, kayak kita. Cuma punya hutan pinus,” ujar Muliaman. Ketiga, Swiss perlu pasokan untuk industri terkait dengan kayu, mebeler, baik makro maupun mikro seperti bahan untuk mainan, dukungan produk tertentu lainnya.

“Sudah saya sampaikan ke Kadin. Kita baru saja sepakati semacam bussiness support organization atau unit bisnis bagi calon-calon eksportir yang ingin penuhi standar ekspor ke Swiss. Ini jaminan agar perdagangan kita terus naik, manfaatkan EFTA yang sudah kita teken,” kata Muliaman.

6. Swiss dan Indonesia bangun sekolah vokasi perkeretaapian

Dubes RI di Swiss: Indonesia Sukses Ekspor Emas ke Negeri Kaya ItuIDN Times/Dhana Kencana

Kedua pemerintah juga lakukan perjanjian di bidang perburuhan untuk mendirikan dan revitalisasi balai kerja, untuk meningkatkan kapasitas dan keterampilan tenaga kerja RI. “Swiss ini terkenal dengan pendidikan vokasinya. Dengan beberapa layer pendidikan, kita perlu belajar terkait pendidikan vokasi. Di sini, dua sistem yang ada, vokasi dan general base tumbuh bersamaan.

Tidak merasa yang satu lebih superior dibanding yang lain.  Sebab CEO-CEO perusahaan Swiss yang besar-besar itu pada umumnya mereka lulusan sekolah vokasi. Misalnya, CEO Stadler, Novartis, dan Roche, mereka lulusan sekolah vokasi,” papar Muliaman.

Kerja sama dengan Stadler, perusahaan perkeretaapian di Swiss, akan menjadi terobosan. Menurut Muliaman, kalau ini terwujud, nanti, dalam pelaksanaannya Indonesia akan jadi pusat produksi Stadler untuk Asia dan Oceania. Tidak hanya untuk penuhi kebutuhan kereta api RI.

“Saya kira ini potensinya besar. Awalnya mereka tidak berniat masuk ke Indonesia. Mereka ingin ke India. Kurang ditanggapi. Akhirnya dia masuk ke Indonesia, di-grab kesempatan ini oleh kita, dia akan pindahkan semua resource ke Indonesia, termasuk kita akan mendirikan sekolah vokasi perkeretaapian, sebuah kerja sama yang didukung pemerintah Swiss dan pemerintah Jerman. Ini bisa jadi contoh baik, bahwa industri bisa dirikan sekolah vokasi, jangan hanya andalkan pemerintah,” kata Muliaman.

Kerja sama antara PT KAI, INKA, dan Stadler dalam sekolah vokasi, akan menggarap bidang soft skill maupun hard skill, dari manajemen perkeretaapian, sampai membuat mesin kereta. Lokasi sekolah akan dibangun di Madiun.

“Kita harapkan multiplier effect-nya tidak hanya ekonomi tapi juga pengembangan SDM. Pabrik (kereta) sudah 95 persen selesai di Banyuwangi, sudah terbentuk perusahaan patungan (joint venture) yang disebut PT Stadler INKA Indonesia,” jelas Muliaman.

Langkah berikutnya adalah Indonesia akan mengirim pegawai untuk belajar di Swiss. Pihak Stadler akan mengirimkan mesin-mesin untuk memproduksi kereta api, yang diperkirakan akan dilaksanakan pada 2022-2023.

7. Dubes Muliaman mengklaim investor Swiss terbantu oleh Omnibus Law

Dubes RI di Swiss: Indonesia Sukses Ekspor Emas ke Negeri Kaya ItuIlustrasi pengesahan undang-undang. (IDN Times/Arief Rahmat)

“Terutama yang terkait perlindungan Intellectual Property Rights (IPR), karena sudah masuk dalam perubahan yang ada di Omnibus Law,” kata Muliaman.

Menurut dia, saat ini tidak mungkin orang mau investasi, jika IPR-nya tidak dilindungi? “Bagaimana? Dalam waktu lima tahun sudah bisa terbuka untuk semua, kan banyak aturan yang harus dipenuhi. Kalau sudah terbuka, siapa saja bisa memanfaaatkan teknologi ini, manfaat ekonominya sudah berkurang. Investor perlu perlindungan ini untuk hitung-hitungan, apakah secara komersil bisa masuk,” demikian Muliaman.

Dia memberikan contoh. Misalnya di bidang farmasi, kapan suatu ide, terutama ide obat generik misalnya, bisa terbuka dan diproduksi pabrik-pabrik di Indonesia? Dalam waktu berapa tahun? “Nah pengaturan itu diperlukan, tidak hanya untuk investor Swiss tapi juga investor lain dr luar negeri, butuh timeframe, jangka waktu, untuk hitung break-even point, titik impas. Ini dituangkan dalam Omnibus Law,” kata Muliaman.

8. Lewat MLA Indonesia dan Swiss bisa tukar-menukar data rekening bank

Dubes RI di Swiss: Indonesia Sukses Ekspor Emas ke Negeri Kaya ItuKegiatan Menlu Retno Marsudi dan Menteri BUMN Erick Thohir di Bern dan Jenewa (Dok. PTRI Jenewa)

Hubungan bilateral Indonesia dam Swiss juga makin erat dengan ditandatanganinya Mutual Legal Assistant (MLA). Saat Indonesia sudah meratifikasi perjanjian itu. Swiss dalam proses untuk ratifikasi. “Kalau tidak akhir tahun ini, awal tahu depan, sesuai jadwal di parlemen,” kata Muliaman.

Dia menjelaskan, “MLA adalah kesepakatan bersama, kepentingan bersama, saling bantu, kalau pihak RI ingin minta Swiss membekukan rekening bank, berikan data-data, dengan MLA dimungkinkan. Saya pikir mudah-mudahan ini bisa dimanfaatkan secara optimal setelah diratifkasi.”

9. Swiss kembali tetapkan Indonesia sebagai negara prioritas untuk lima tahun ke depan

Dubes RI di Swiss: Indonesia Sukses Ekspor Emas ke Negeri Kaya ItuKegiatan Menlu Retno Marsudi dan Menteri BUMN Erick Thohir di Bern dan Jenewa (Dok. PTRI Jenewa)

Yang tidak kalah penting dalam hubungan RI-Swiss, Indonesia baru ditetapkan Swiss sebagai negara prioritas. Tidak banyak negara yang ditetapkan sebagai negara prioritas oleh Swiss. Selain Indonesia, ada Tiongkok, Jepang, India dan Singapura.

“Artinya dia sediakan dana dalam waktu lima tahun ke depan untuk bantu kita, jadikan kita prioritas dalam banyak hal, politik dan ekonomi, juga prioritas dalam setiap negosiasi apapun, meskipun belum tentu semua yang kita minta dipenuhi,” tukas Muliaman.

Di awal pandemik COVID-19, Indonesia meminta Swiss, dalam hal ini produsen farmasi Roche, prioritaskan pengiriman produk-produk kesehatan. “Itu bagian dari upaya negosiasi bahwa Indonesia diprioritaskan. Semoga ini juga terjadi di bidang pengembangan riset dan inovasi. Swiss selalu nomor 1 di bidang inovasi. Banyak paten-paten didaftarkan setiap tahunnya, tidak hanya oleh perusahaan besar, tapi juga oleh perusahaan kecil dan universitas,” tutur Muliaman.

KBRI mendorong kerja sama Kemenristek dengan mitra kerja di Swiss. “Kita ingin inovator muda, startup muda, bisa tumbuh dan berkembang dengan manfaatkan model yang berkembang di Swiss.

Baca Juga: Hasil Studi: Swiss Jadi Negara Teraman Selama Pandemik COVID-19

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya