Mengapa Perempuan Pengusaha UMKM Perlu Melek Hukum?

Perempuan menghadapi banyak hambatan

Jakarta, IDN Times – Bagaimana mendukung perempuan agar berdaya dan mandiri? Notaris Irma Devita mengutip data soal potensi Usaha Kecil dan Menengah Indonesia (UKM). Ada 39 persen perempuan di Indonesia ingin membuka usaha. Data lain, ada 93 persen akses internet lewat telepon seluler untuk belajar bisnis dan transaksi daring.

“Data IFC dan USAID pada Maret 2016 tentang perempuan yang membuka usaha, sebanyak 34 persen UKM berkontribusi 9,9 persen terhadap Produk Domestik Bruto. Sekitar 51 persen perempuan membuka usaha kecil,” kata Irma dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times.

Dalam kesempatan lain, acara #WomenWill yang diselenggarakan Google Indonesia juga menyitir data IFC, atau International Finance Corporation. Sedikitnya ada 43 persen UMKM formal di Indonesia dimiliki oleh perempuan. Survei Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah tahun 2016 menunjukkan UMKM menyumbangkan 60,34 persen terhadap PDB.

Masalahnya, meskipun fakta menunjukkan potensi perempuan dalam membangun UMKM sangat besar, mereka menghadapi sejumlah kendala.

Baca Juga: Perempuan Pegiat UMKM, Sang Tulang Punggung Ekonomi Nasional

1. Perempuan tergerak berusaha agar mandiri karena tuntutan ekonomi

Mengapa Perempuan Pengusaha UMKM Perlu Melek Hukum?(Sejumlah warga suku Pamona menunggui dagangannya di Pasar Desa pada Festival Mosintuwu (Kebersamaan) di Tentena, Poso, Sulawesi Tengah, Jumat (1/11/2019)) ANTARA FOTO/Basri Marzuki

“Dari data pendukung, ada 60 persen perempuan di Indonesia terpaksa berwirausaha. Bukan termotivasi untuk berwirausaha. Salah satu alasannya adalah tuntutan faktor ekonomi yang memaksa perempuan turut membantu suami mencari nafkah,” kata Irma.

Untuk mendukung kondisi finansial keluarga, tidak selalu perempuan bisa bekerja di luar rumah, karena harus mengurusi keluarga termasuk anak.

“Setiap keputusan mengandung risiko. Ada hambatan yang menyertainya, sehingga usaha yang dirintis ada yang gagal, mandek di tengah jalan, dan bahkan bangkrut,” kata Irma.

2. Lebih banyak hambatan bagi perempuan dalam membuka dan menjalankan usahanya

Mengapa Perempuan Pengusaha UMKM Perlu Melek Hukum?(Diskusi A Cup of Coffee, a Glimpse of Tolerance, a Wish for Empathy) IDN Times/Margith Juita Damanik

Irma menyoroti beberapa hal yang menghambat perempuan dalam membuka dan menjalankan usahanya. Mulai dari tidak ada dukungan dari keluarga atau suami, sulit mendapatkan izin usaha, beratnya kompetisi pasar, sulit mendapatkan karyawan, sulit memgatur waktu antara rumah tangga dan bisnis, bahan baku sulit didapat atau harganya terlalu mahal, akses modal yang terbatas baik dari bank maupun institusi keuangan, tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya pelatihan, serta norma budaya, agama, tradisi dan hukum yang masih jadi penghalang.

“Bagaimana sih mengurus izin usaha? Memahami kedudukan dalam hukum, dan sebagainya masih jadi kendala,” kata Irma.

3. Agar berdaya dan mandiri dalam berusaha, perempuan perlu melek hukum

Mengapa Perempuan Pengusaha UMKM Perlu Melek Hukum?(UMKM Gayeng Bank Indonesia) IDN Times/Dhana Kencana

Untuk membekali perempuan yang bergerak di bidang UMKM agar lebih paham seluk-beluk hukum, Irma dan sejumlah pihak menginisiasi “Pelatihan dan Klinik Hukum untuk Pengusaha Mikro dan Kecil Perempuan Indonesia”. Acara dilakukan di Bogor tanggal 25-29 November 2019, melibatkan 50 perempuan yang sudah diseleksi dari ratusan pendaftar.

Pelatihan ini adalah kolaborasi sejumlah pihak termasuk International Development Law Organization (IDLO) bersama Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Mulyana Abrar Advocates.

“Pengusaha perempuan mikro dan kecil perlu memahami masalah yang menyangkut legalitas badan hukum dan perpajakan,” kata Suryani Motik, ketua umum HIPPI.

Yani Motik yang juga wakil ketua umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) itu mengatakan, berdasarkan pengalaman, masalah legalitas dibutuhkan untuk pengembangan usaha, persyaratan kredit, kontrak kerjasama baik dengan pemerintah maupun swasta.

Fifiek Mulyana, advokat yang berkolaborasi dalam pelatihan ini menggarisbawahi pernyataan Yani Motik dan Irma. “Tantangannya makin besar, apalagi dengan adanya kewajiban Single Online System, semua usaha harus terdaftar. Perempuan pengusaha harus melek hukum,” ujarnya.

Pelatihan dan klinik hukum didukung oleh Kedutaan Besar Belanda di Indonesia.

Baca Juga: Jatuh Bangun Perjuangan Ibu-ibu UKM Lombok dalam Merintis Bisnisnya

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya