Apa Kabar Cita-cita Swasembada Pangan Indonesia di Usia 76 Tahun?

Pemenuhan sejumlah komoditas pokok masih bergantung impor

Jakarta, IDN Times - Menginjak usia kemerdekaan ke-76 tahun, cita-cita swasembada pangan belum juga terwujud di Tanah Air. Terbukti, Indonesia masih bergantung pada impor untuk memenuhi sejumlah komoditas pangan pokok.

Adapun komoditas pangan pokok yang masih bergantung dengan impor antara lain kedelai, bawang putih, dan daging sapi.

Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan), kebutuhan untuk kedelai pada periode Mei-Agustus 2021 diperkirakan mencapai 1,06 juta ton. Namun, produksi dalam negeri diperkirakan hanya mencapai 57.869 ton. Oleh sebab itu, kekurangannya dipenuhi dengan sisa stok per April 2021 yang sebesar 449.910 ton, dan juga pemerintah memprediksi kebutuhan impor sebesar 899.523 ton (84,56 persen dari kebutuhan).

Selanjutnya, Kementan memperkirakan kebutuhan bawang putih Mei-Agustus sebesar 187.396 ton. Namun, produksi dalam negeri diperkirakan hanya mencapai 20.262 ton. Pada periode itu juga, Kementan melaporkan prognosa impor mencapai 193.557 ton, atau melebihi kebutuhan. Setiap tahunnya, impor bawang putih rata-rata lebih dari 90 persen dari total kebutuhan dalam negeri.

Lalu, kebutuhan daging sapi Mei-Agustus diperkirakan mencapai 206.356 ton. Sementara itu, produksi daging diperkirakan 150.356 ton, dan kebutuhan impor 36.000 ton.

Baca Juga: Gegara Kedelai Impor, Perajin Tahu di Cimahi dan KBB Tercekik Harga

1. RI baru raih swasembada beras

Apa Kabar Cita-cita Swasembada Pangan Indonesia di Usia 76 Tahun?Petani memanen padi di kawasan Cisauk, Kabupaten Tangerang, Banten. (IDN Times/Herka Yanis P.)

Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa menilai Indonesia baru meraih swasembada pada komoditas beras. Pasalnya, dalam 3 tahun terakhir tak ada impor beras yang dilakukan pemerintah.

Selain itu, dia mengatakan bisa melihat 20 tahun ke belakang, impor beras rata-rata hanya 1 juta ton per tahun.

"Beras sudah swasembada, karena sesuai kriteria FAO, selama yang diimpor kurang dari 10 persen, maka sudah kategori swasembada. Impor beras kan rata-rata 20 tahun terakhir ini, per tahun hanya 1 juta ton. Padahal konsumsi kita sekitar 30 juta ton. Kalau beras tidak ada masalah, 10 persen kan 3 juta ton," tutur Andreas kepada IDN Times, Senin (16/8/2021).

Namun, Andreas menyoroti ketergantungan impor kedelai yang sangat besar. "Kedelai sekitar 90 persen diimpor. Kalau kedelai diasumsikan sebagai bahan pangan pokok juga," kata Andreas.

Selain itu, menurutnya saat ini konsumsi gandum sudah merajalela, bahkan mencapai 25,4 persen dari konsumsi sumber karbohidrat di Indonesia. Sayangnya, dia mengatakan 100 persen kebutuhan gandum dipenuhi impor.

"Hanya yang masalah besar itu perlahan beras tergantikan dengan gandum, yang menempati 25,4 persen pangan pokok. Dan kita tahu gandum 100 persen diimpor, berarti tidak swasembada," ucap dia.

2. Program food estate dinilai gagal

Apa Kabar Cita-cita Swasembada Pangan Indonesia di Usia 76 Tahun?Jokowi tinjau food estate di Kalimantan Tengah (Dok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan)

Andreas menyoroti upaya pemerintah dalam mencapai swasembada pangan, salah satunya pembangunan lumbung pangan nasional atau food estate. Menurutnya, rencana itu tak membuahkan hasil alias gagal.

"Di awal (pemerintahan) Pak Jokowi, ada rencana pengembangan sawah 1,2 juta ha di Merauke, untuk rice estate itu gagal. Sekarang dilanjutkan lagi mau membangun food estate di Kalimantan Tengah, ya jawabannya sudah pastilah, kan kita sudah belajar selama 1/4 abad, dan selalu gagal kalau bicara food estate. Ya silakan saja lihat food estate yang dimulai 2020 lalu, ada hasilnya tidak?" kata dia.

Dia mengatakan sejak pemerintahan Presiden ke-2 Soeharto, proyek food estate selalu gagal. Oleh sebab itu, dia menilai proyek yang kembali digaungkan Presiden Joko "Jokowi" Widodo itu tak belajar dari kegagalan masa lalu.

"Program food estate selama 25 tahun terakhir gagal. Itu sejak program lahan gambut 1 juta ha 1996 lalu, kan itu isinya gagal, tidak menghasilkan apapun. Pengembangan lahan gambut 1996 1 juta ha, itu di era Presiden Soeharto," ucap Andreas. 

"Kemudian di masa SBY banyak program, pengembangan food estate di Ketapang, 100 ribu ha gagal. Lalu pengembangan food estate di Bulungan, 300 ribu ha, gagal. Lalu ada Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE), di Merauke gagal," sambung dia.

Baca Juga: Food Estate Humbahas Disebut Bisa Jadi Percontohan, Fakta di Lapangan?

3. Ada 4 pilar yang harus diperhatikan pemerintah buat sukseskan food estate

Apa Kabar Cita-cita Swasembada Pangan Indonesia di Usia 76 Tahun?Jokowi tinjau food estate di Kalimantan Tengah (Dok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan)

Andreas mengatakan ada 4 pilar yang harus diperhatikan pemerintah apabila ingin food estate sukses. Pertama, kecocokan tanah dan agroklimat.

"Itu banyak program dipaksakan, padahal tidak cocok tanah dan agroklimatnya, sehingga pasti gagal," ujar Andreas.

Kedua, kelayakan infrastruktur, seperti irigasi dan transportasi. Dia mengatakan membangun irigasi butuh pemeliharaan dalam jangka panjang. Dia mengatakan hal itu sulit dikerjakan karena setiap berganti pemerintahan, maka program yang diusung sebelumnya pun diganti.

"Selama itu tidak dijalankan dengan benar pasti gagal. Infrastruktur irigasi pun kalau dibangun tidak perfect. Apalagi infrastruktur irigasi membutuhkan pemeliharaan jangka panjang. Padahal pikiran konsep pembangunan kita itu konsep jangka pendek, kalau ganti pemerintah ya ganti lagi," tutur dia.

Lalu pilar ketiga adalah kelayakan budidaya dan teknologi, yang berguna untuk menciptakan varietas yang cocok di suatu wilayah, lalu juga berkaitan dengan teknologi pemupukan, dan lain-lain. Keempat, kelayakan sosial dan ekonomi yang mencakup persoalan lahan pertanian dengan masyarakat adat, pemenuhan kebutuhan tenaga kerja pertanian, serta produktivitas lahan pertanian.

"Kalau bicara food estate, rice estate, kalau produksinya di bawah 4 ton per ha GKP (gabah kering panen), jawabannya juga pasti gagal. Jadi ke-4 pilar tersebut harus terpenuhi, satu saja tidak terpenuhi jawabannya pasti gagal," ujar dia.

Dia menilai, selama ini pemerintah belum memenuhi pilar-pilar tersebut sebelum membangun food estate.

Baca Juga: KontraS Sumut: Food Estate hanya Perbanyak Deforestasi dan Konflik

4. Mengintip janji Jokowi swasembada pangan

Apa Kabar Cita-cita Swasembada Pangan Indonesia di Usia 76 Tahun?Jokowi tinjau food estate di Kalimantan Tengah (Dok. IDN Times/Biro Pers Kepresidenan)

Pada 2014 lalu, Jokowi pernah berjanji mewujudkan swasembada pangan dalam 3 tahun. Bahkan, dia menyatakan akan mengganti menteri pertanian jika 3 tahun mendatang swasembada pangan tak terwujud.

"Saya sudah beri target menteri pertanian tiga tahun, tidak boleh lebih. Hati-hati tiga tahun belum swasembada saya ganti menterinya," kata Jokowi saat memberi kuliah umum di Kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Selasa, 9 Desember 2014 lalu seperti yang dikutip dari ANTARA.

Adapun target swasembada pangan itu khususnya menyasar komoditas beras, gula, jagung, dan kedelai, minimum dikonsentrasikan di 11 provinsi. Namun, sudah lebih dari 3 tahun, janji itu tak kunjung terwujud.

Kemudian, pada 2019 lalu, Jokowi mengatakan untuk mencapai target swasembada pangan menuju kedaulatan pangan tak bisa instan.

“Kalau orang menginginkan bisa swasembada, langsung ketahanan pangan, kemudian meloncat menuju kedaulatan pangan dalam sehari dua hari seperti membalikkan tangan, nggak akan mungkin. Perlu proses dan tahapan,” kata Jokowi dalam acara Peresmian Pembukaan Rapat Koordinasi dan Diskusi Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Tahun 2019 di Istana Merdeka Jakarta, Selasa, 19 Maret 2019 lalu, dilansir dari ANTARA.

Namun, menurutnya pemerintahannya terus fokus untuk membangun infrastruktur baik di desa maupun di kota-kota. Seperti jalan produksi menuju kebun dan sawah yang didanai oleh dana desa.

“Berkaitan dengan jalur logistik besar, jalan tol, pelabuhan, airport kita bangun juga untuk dekatkan produsen ke konsumen. Produsen dan pasar. Kita melihat bahwa ini semuanya tidak bisa instan,” ujar Jokowi.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya