Buruh Ngaku Harus Kerja meski Positif COVID-19, Ini Jawaban Pengusaha

Banyak buruh terpaksa masuk kerja meski terpapar COVID-19

Jakarta, IDN Times - Sejumlah serikat pekerja buruh membeberkan fakta bahwa masih banyak dari mereka yang terpaksa bekerja meski terpapar COVID-19. Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa Sastraatmaja membantah hal tersebut.

Menurut Jemmy, perusahaan tidak pernah memaksa buruh bekerja apabila sudah terpapar COVID-19. 

"Kalau kondisi yang sakit dipaksa bekerja mungkin kita tidak menemukan. Kalau ada perusahaan yang mana, tolong laporkan ke Apindo dan API supaya kita juga tegur," kata Jemmy dalam konferensi pers virtual, Rabu (21/7/2021).

Baca Juga: KSPI: Cegah Ledakan PHK Harus dengan Kebijakan, Jangan Cuma Gertakan!

1. Pengusaha bakal rugi kalau buruh positif tetap dipaksa masuk

Buruh Ngaku Harus Kerja meski Positif COVID-19, Ini Jawaban PengusahaIlustrasi ekonomi terdampak pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Dia mengatakan apabila ada buruh yang positif COVID-19 tetap dipaksa bekerja, maka perusahaan itu sendiri akan merugi.

"Saya rasa gak mungkin orang sakit disuruh bekerja. Owner-owner malah stress-nya makin besar. Kalau positive case makin besar juga akhirnya merugikan perusahaan. Jadi itu saya kira kondisi tidak benar, dan secara nalar akal sehat itu tidak terjadi," tutur Jemmy.

Di sisi lain, menurut dia perusahaan juga sudah memastikan kesehatan alat penunjang protokol kesehatan (prokes) seperti hand sanitizer, dan alat pelindung diri untuk para pekerjanya di pabrik-pabrik.

"Masalah APD atau hand sanitizer mungkin itu sudah jadi standar protokol kesehatan. Member API kita minta prokes dijalankan. Kita selalu ingatkan anggota untuk kerja sama supaya angka COVID-19 bisa menurun," ucap dia.

2. Pengusaha sebut tak ada klaster industri

Buruh Ngaku Harus Kerja meski Positif COVID-19, Ini Jawaban PengusahaKetua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman (Dok. Tangkapan Layar Vadhia Lidyana/IDN Times)

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengatakan buruh (di industri makanan minuman) banyak terpapar COVID-19 karena klaster perumahan, bukan klaster industri. Pasalnya, industri sudah ketat menerapkan prokes.

"Penularan ini bukan dari industri, karena kami sudah ketat, tapi sekarang justru kebanyakan dari penularan rumah tangga. Harusnya RT/RW diperketat supaya tak ada penularan," kata Adhi.

Baca Juga: KSPI Ungkap 10 Persen Buruh Kena Corona Karena Pabrik WFO 100 Persen

3. Buruh ngaku terpaksa masuk kerja meski terpapar COVID-19

Buruh Ngaku Harus Kerja meski Positif COVID-19, Ini Jawaban PengusahaIlustrasi COVID-19 (Dok. IDN Times)

Ketua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) Dian Septi Trisnanti pada Senin (19/7) lalu mengatakan banyak buruh yang berstatus pekerja tetap berubah menjadi pekerja borongan atau harian dengan adanya implementasi Undang-Undang (UU) nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Hal itu menyebabkan banyak buruh yang terpaksa bekerja meski dirinya sakit karena takut kehilangan pendapatan hariannya.

"Pekerja kontrak dan pekerja borongan akan memaksa diri untuk terus bekerja, walau mengalami gejala sakit, karena takut kehilangan upah," kata Dian dalam konferensi pers virtual Senin kemarin.

Menambahkan Dian, Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Federasi Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP TSK-SPSI) Dion Wijaya mengatakan banyak pekerja yang positif COVID-19 dan harus menjalankan isolasi mandiri tanpa ada bantuan dari perusahaan.

"Ditambah lagi yang terpapar itu, kalo=au ada yang tes massal disuruh pulang dan isolasi mandiri tanpa ada fasilitas dari perusahaan. Ini muncul problem lain mereka disuruh pulang akhirnya membawa virus ke lingkungan rumahnya," ujar Dion.

Kembali ke Dian, menurut dia dalam 2 minggu terakhir, ribuan buruh yang bekerja di pabrik tekstil, garmen, sepatu dan kulit (TGSL) terpapar COVID-19 karena klaster industri atau pabrik.

"Dalam 2 minggu terakhir saja, ribuan anggota kami di wilayah Cakung, Tangerang, Subang, Sukabumi, dan Solo terpapar melalui tempat kerja/pabrik. Sebagian besar anggota kami tinggal di wilayah perumahan padat sehingga menyebabkan penghuni perumahan juga terpapar. Klaster pabrik menyebabkan klaster hunian," kata Dian.

Baca Juga: KSPI Ungkap 10 Persen Buruh Kena Corona Karena Pabrik WFO 100 Persen

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya