Dear Pelaku Industri, Ini Pentingnya Label BPA pada Kemasan Pangan

Pelaku industri harus mengedepankan kesehatan masyarakat

Jakarta, IDN Times - Rencana Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) mewajibkan pemasangan label BPA pada kemasan pangan menjadi sorotan. Berbagai pihak, terutama kalangan medis menilai pemasangan label sangat penting untuk melindungi masyarakat.

Adapun ketentuan itu rencananya dituangkan dalam revisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018, tentang Label Pangan Olahan. Adapun rencana itu bertujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat dari ancaman jangka panjang bahaya Bisphenol-A.

Selain kesehatan masyarakat, BPOM juga mempertimbangkan aspek industri dan ekonomi sebelum merencanakan regulasi tersebut. BPOM tidak melarang penggunaan kemasan pangan mengandung BPA. Namun, ketentuan itu dibuat agar industri dapat tetap bersaing secara sehat, dan memberikan informasi yang jujur kepada masyarakat/konsumen, serta kesehatan masyarakat tetap terlindungi.

Baca Juga: BPA dalam Air Minum Kemasan Dicurigai Picu Kanker, BPOM Susun Policy 

1. Efek dan bahaya BPA

Dear Pelaku Industri, Ini Pentingnya Label BPA pada Kemasan PanganLabel bebas BPA (BPA Free) pada kemasan pangan (IDN Times/Istimewa)

BPA sendiri memberikan efek dan juga bahaya, terutama bagi anak-anak. Dokter Spesialis Anak yang juga anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Irfan Dzakir, mengatakan BPA akan berpengaruh pada tinggi badan dan perkembangan organ seksual anak, hingga gangguan perilaku, dan perubahan mikro struktur otak.

Menurut Irfan, efek BPA tidak akan langsung terlihat, karena butuh waktu bertahun-tahun dengan jumlah akumulatif tertentu. “Patokan pada setiap orang juga berbeda, tidak bisa disamakan. Risiko terbesar ada pada anak-anak dan orang yang memiliki risiko penyakit lainnya,” kata dia.

BPA juga bersifat karsinogenik, sehingga dapat mempercepat proses perkembangan sel kanker pada anak-anak dan orang dewasa, misalnya kanker payudara, kanker rahim, dan kanker prostat.

2. Pelaku industri harus mengedepankan kesehatan masyarakat

Dear Pelaku Industri, Ini Pentingnya Label BPA pada Kemasan PanganIlustrasi Keluarga (IDN Times/Mardya Shakti)

Ketua Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), Nia Umar, menegaskan pelaku industri harus mengedepankan kesehatan masyarakat di atas segalanya. Oleh sebab itu, dia menyambut baik rencana BPOM mengeluarkan aturan pelabelan kemasan pangan mengandung BPA sebagai upaya melindungi kesehatan masyarakat, khususnya ibu dan anak.

Nia pun meminta BPOM menjadi pihak yang menjunjung tinggi perlindungan dasar kesehatan masyarakat Indonesia. “Saya berharap BPOM dapat menjadi garda terdepan dalam melindungi kesehatan masyarakat, karena saya yakin, masih banyak masyarakat yang tidak menyadari risiko BPA."

"Dan ini sudah menjadi tanggung jawab BPOM untuk memberikan perlindungan yang komprehensif, karena kesehatan adalah isu paling mendasar untuk diproteksi diatas isu lainnya,” sambung dia.

Baca Juga: Waduh, BPA di Botol Plastik dan Galon Bahaya Bagi Bayi dan Ibu Hamil

3. Pemerintah diminta beri insentif pada industri

Dear Pelaku Industri, Ini Pentingnya Label BPA pada Kemasan PanganIlustrasi Insentif. (IDN Times/Aditya Pratama)

Menurut Irfan, rencana BPOM harus dikoordinasikan dengan pelaku industri, sehingga regulasi yang akan dibuat dapat bersifat akomodatif. Sebab, ketentuan pelabelan BPA memang akan membuat harga pangan olahan menjadi lebih mahal, dan akan meningkatkan biaya produksi yang harus dikeluarkan pelaku industri. Karena itu, menurut dia, pemerintah bisa memberikan insentif kepada industri yang berpotensi terdampak kebijakan tersebut.

“Misalnya, kalau pelabelan BPA dapat membuat harga pangan olahan menjadi lebih mahal karena industri harus melakukan re-packaging dan melakukan pelabelan, bisa saja pemerintah memberikan insentif kepada industri atau melakukan pengurangan pajak, sehingga tidak memberatkan industri,” kata dia.

Selain Irfan, Koordinator Satgas COVID-19 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan juga anggota Persatuan Dokter Nahdlatul Ulama (PDNU), Makky Zamzami, mengatakan semua pihak harus mencari solusi dan jalan tengah yang dapat mengakomodasi semuanya, mengingat banyaknya pro dan kontra mengenai rencana BPOM.

“Saya ambil contoh, misalnya transisi dari minyak tanah ke kompor gas, atau pelarangan penggunaan kantong plastik di minimarket. Dulu dikecam, dan
mendapat banyak pertentangan. Ini hanya masalah komunikasi, masalah alternatif, masalah hal-hal yang memang baik untuk masyarakat dan industri. Buktinya, bisa tetap berjalan sampai sekarang dan memberi manfaat,” tutur dia.

Menurut Makky, kebijakan ini harus dikaji dengan mempertimbangkan kepentingan konsumen, sehingga bisa menghasilkan jalan keluar terbaik. “Hanya perlu mencoba, mengkaji, dan menyadari bahwa end-user itu siapa, produksi atau industri itu siapa, kebijakan siapa, lalu bagaimana mereka bisa saling bersinergi,” imbuh dia.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya