Defisit APBN Melebar ke 6,14 Persen, Jokowi: Memang Harus Dilakukan

BPK laporkan defisit anggaran melebar ke 6,14 persen

Jakarta, IDN Times - Badan Pemeriksa Keuangan menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020 kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Salah satu poin dalam laporan tersebut adalah defisit anggaran tahun 2020 melebar ke 6,14 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Setelah menerima LHP LKPP itu, Jokowi memberikan tanggapan. Menurutnya, pelebaran defisit anggaran itu memang harus dilakukan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan belanja negara dalam penanganan pandemik COVID-19 dan dampak ke perekonomian.

"Pelebaran defisit harus kita lakukan, mengingat kebutuhan belanja negara makin meningkat untuk penanganan kesehatan dan perekonomian, pada saat pendapatan negara mengalami penurunan," kata Jokowi dalam acara Penyampaian LHP LKPP 2020 yang disiarkan langsung dari kanal Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (25/6/2021).

Baca Juga: Duh, Utang Pemerintah Lampaui Ketentuan IMF!

1. Defisit melebar, Jokowi sebut pemerintah berhasil tingkatkan belanja kesehatan

Defisit APBN Melebar ke 6,14 Persen, Jokowi: Memang Harus DilakukanIDN Times/Arief Rahmat

Dengan kebijakan pelebaran defisit APBN yang sebelumnya maksimal tiga persen, menurut Jokowi pemerintah berhasil meningkatkan belanja kesehatan untuk penanganan pandemik. Langkah itu diklaim juga mampu menjaga perekonomian dari berbagai tekanan.

"Alhamdulillah kita mampu menangani peningkatan belanja kesehatan dan sekaligus menjaga ekonomi Indonesia dari berbagai tekanan," tutur Jokowi.

Baca Juga: Utang RI Naik Terus, BPK Khawatir Pemerintah Tak Sanggup Bayar

2. Respons Jokowi dapat predikat WTP

Defisit APBN Melebar ke 6,14 Persen, Jokowi: Memang Harus DilakukanPresiden Joko Widodo memberikan keterangan pers terkait COVID-19 di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Meski banyak rekomendasi dalam LKPP tahun 2020, BPK memberikan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap pemerintah. Jokowi mengatakan predikat tersebut sudah diraih lima kali berturut-turut.

"Alhamdulillah opininya adalah Wajar Tanpa Pengecualian. WTP merupakan pencapaian yang baik di tahun yang berat. Ini WTP yang kelima yang diraih pemerintah berturut-turut sejak tahun 2016," imbuhnya.

Baca Juga: Gawat! APBN Berisiko Lumpuh Kalau Utang Pemerintah Naik Terus

3. Hasil pemeriksaan BPK

Defisit APBN Melebar ke 6,14 Persen, Jokowi: Memang Harus DilakukanIlustrasi APBN. (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam LHP LKPP tahun 2020, BPK melaporkan realisasi pendapatan negara dan hibah sebesar Rp1.647,78 triliun atau mencapai 96,93 persen dari anggaran. Sementara itu, realisasi belanja negara tahun 2020 dilaporkan sebesar Rp2.595,48 triliun atau mencapai 94,75 persen dari anggaran. Dengan demikian, defisit anggaran sebesar Rp947,70 triliun atau 6,14 persen dari PDB.

Untuk menutupi defisit, pemerintah mencari pembiayaan atau pengadaan utang. Sementara, realisasi pembiayaan tahun 2020 mencapai Rp1.193,29 triliun atau sebesar 125,91 persen, artinya utang tahun 2020 melebihi angka defisit. Kemudian selebihnya masuk ke dalam Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), yakni sebesar Rp245,59 triliun.

Di hadapan Jokowi, Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengingatkan pemerintah untuk waspada akan pelebaran defisit. Sebab, kebijakan pelonggaran defisit di atas tiga persen hanya berlaku sampai 2023.

"Pandemik COVID-19 meningkatkan defisit, utang, dan SiLPA yang berdampak pada peningkatan risiko pengelolaan fiskal. Maupun rasio defisit dan utang terhadap PDB masih di bawah rasio yang ditetapkan dalam Perpres 72 dan UU Keuangan Negara, tetapi trennya menunjukan adanya peningkatan yang perlu diwaspadai pemerintah, khususnya karena mulai tahun 2023 besaran rasio defisit terhadap PDB dibatasi paling tinggi tiga persen," tutup Agung.

Topik:

  • Jihad Akbar
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya