Di UU HPP, Pejabat Bea Cukai Kini Berwenang Meneliti Pelanggaran

Wewenang pejabat Bea dan Cukai diperluas dalam UU HPP

Jakarta, IDN Times - Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) memperluas wewenang pejabat Bea dan Cukai di Indonesia. Dalam UU tersebut, pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penelitian dugaan pelanggaran di bidang cukai.

Ketentuan itu tertuang dalam pasal 40B dalam UU HPP. Sebelumnya, dalam UU Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755), tak ada ketentuan tersebut.

"Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan penelitian dugaan pelanggaran di bidang cukai," bunyi pasal 40B ayat (1) seperti yang dikutip, Rabu (13/10/2021).

Baca Juga: Pengusaha Ramai-ramai Tolak Kenaikan Cukai Rokok Tahun Depan

1. Pejabat Bea dan Cukai bisa meneliti dugaan pelanggaran administrasi

Di UU HPP, Pejabat Bea Cukai Kini Berwenang Meneliti PelanggaranIlustrasi Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam pasal 40B ayat (2), penelitian dugaan pelanggaran yang dimaksud adalah pelanggaran administrasi. Oleh sebab itu, penyelesaiannya juga dilakukan secara administratif.

"Dalam hal hasil penelitian dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pelanggaran administrasi di bidang cukai, diselesaikan secara administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai," bunyi pasal 40B ayat (2)."

2. Jenis pelanggaran administrasi yang bisa diteliti pejabat Bea dan Cukai

Di UU HPP, Pejabat Bea Cukai Kini Berwenang Meneliti PelanggaranIlustrasi Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Ada 5 pelanggaran administrasi yang masuk ranah penelitian pejabat Bea dan Cukai dalam UU HPP seperti yang tertuang dalam pasal 50, 52, 54, 56, dan 58. Pertama, menjalankan kegiatan pabrik tempat penyimpanan atau mengimpor barang kena cukai tanpa izin, dan dengan tujuan menghindari pembayaran cukai.

Kedua, kegiatan mengeluarkan barang kena cukai dari pabrik atau tempat penyimpanan tanpa mengindahkan ketentuan dalam UU yang dilakukan oleh pengusaha pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan.

Ketiga, kegiatan yang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya.

Keempat, kegiatan menimbun, menyimpan, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya.

Kelima, kegiatan menawarkan, menjual, atau menyerahkan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya kepada yang tidak berhak atau membeli, menerima, atau menggunakan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya yang bukan haknya.

Dalam UU HPP, pelanggaran-pelanggaran di atas dapat tidak dilakukan penyidikan. Namun, pihak yang bersangkutan harus membayar sanksi administrasi berupa denda sebesar 3 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

Baca Juga: Ini Beda Sanksi Pidana Wajib Pajak di UU KUP dan HPP

3. Pemerintah baka sita barang yang langgar aturan cukai

Di UU HPP, Pejabat Bea Cukai Kini Berwenang Meneliti PelanggaranIlustrasi sanksi (IDN Times/Arief Rahmat)

Dalam pasal 40 B ayat (4) dan (5) di UU HPP, barang kena cukai dan barang lainu yang terkait dugaan pelanggaran cukai itu akan ditetapkan sebagai barang mikin negara. Adapun ketentuan lebih lanjut akan dituangkan dalam Peraturan Menteri.

"Barang kena cukai terkait dugaan pelanggaran yang tidak dilakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan menjadi barang milik negara," bunyi pasal 40 B ayat (4).

"Barang-barang lain terkait dugaan pelanggaran yangtidak dilakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat ditetapkan menjadi barang milik negara," bunyi pasal 40B ayat (5).

Baca Juga: Ini Beda Sanksi Pidana Wajib Pajak di UU KUP dan HPP

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya