Harga Pangan dan Minyak Dunia Naik, Hati-hati Hiperinflasi!

Harga pangan dan minyak mentah naik signifikan

Jakarta, IDN Times - Sejak September lalu, terjadi kenaikan harga komoditas pangan dan minyak dunia yang cukup signifikan. Kondisi ini dikhawatirkan bisa memicu hiperinflasi, atau kondisi di mana harga-harga naik begitu cepat, sehingga nilai uang turun drastis.

"Kenaikan harga barang pangan, barang kebutuhan pokok yang akan sangat sensitif terhadap kenaikan harga minyak mentah dunia. Karena di saat yang bersamaan selain ada kenaikan harga energi juga ada kenaikan harga bahan pangan secara global yang naiknya juga signifikan. Ini yang dikhawatirkan akan menciptakan hiperinflasi, itu hal yang tentunya tidak kita harapkan terjadi," kata Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira kepada IDN Times, Senin (18/10/2021).

Baca Juga: Mengenal Pajak Karbon yang Siap Diterapkan Pemerintah Tahun Depan

1. Harga komoditas dunia naik

Harga Pangan dan Minyak Dunia Naik, Hati-hati Hiperinflasi!Ilustrasi kenaikan harga minyak (IDN Times/Arief Rahmat)

Pada September lalu, Kementerian ESDM mencatat harga harga rata-rata minyak mentah utama di pasar internasional naik dibandingkan Agustus. Pertama, dated Brent naik sebesar 3,77 dolar AS per barel dari 70,81 dolar AS per barel menjadi 74,58 dolar AS per barel. Lalu, WTI (Nymex) naik sebesar 3,83 dolar AS per barel dari 67,71 dolar AS per barel menjadi 71,54 dolar AS per barel.

Adapun basket OPEC naik sebesar 3,37 dolar AS per barel dari 70,33 dolar AS per barel menjadi 73,70 dolar AS per barel. Lalu, harga brent (ICE) naik sebesar 4,37 dolar AS per barel dari 70,51 dolar AS per barel menjadi 74,88 dolar AS per barel.

Berdasarkan keterangan resmi Kementerian ESDM, kenaikan harga minyak mentah dunia disebabkan oleh berhentinya aktivitas produksi di kawasan Teluk Meksiko AS akibat Badai Ida dan Badai Tropis Nicholas yang berdampak pada potensi kehilangan pasokan minyak mentah mencapai 30 juta barel.

Kenaikan harga minyak mentah dunia itu turut mengerek harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian  Crude Price (ICP) pada September 2021 sebesar 4,40 dolar AS per barel menjadi 72,20 dolar AS per barel dari Agustus 2021, yaitu 67,80 dolar AS per barel.

Tak hanya itu, ada gangguan pasokan minyak mentah dari Libya akibat adanya unjuk rasa yang menutup terminal ekspor minyak mentah dari negara tersebut.

Selain minyak mentah, harga komoditas pangan pada September juga naik signifikan. Berdasarkan indeks harga pangan Food and Agriculture Organization (FAO) atau Badan Pangan Dunia, pada September lalu indeks harga pangan mencapai 130 poin, naik 1,2 persen dibandingkan Agustus 2021, dan naik 32,8 persen dibandingkan September 2020. FAO mencatat, sebagian besar kenaikan itu didorong oleh kenaikan harga pada sereal dan minyak nabati.

2. Biaya produksi industri bakal melonjak

Harga Pangan dan Minyak Dunia Naik, Hati-hati Hiperinflasi!Ilustrasi Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Bhima menilai kondisi ini bisa menyebabkan kenaikan biaya produksi di industri-industri.

"Kenaikan harga minyak mentah bisa menyebabkan kenaikan biaya produksi dan sebagian mungkin sudah melakukan antisipasi untuk melakukan penyesuaian harga produksi karena mulai dari harga BBM yang non subsidi perkiraan akan meningkat, kemudian juga tarif listrik untuk industri, sampai harga gas bagi industri," ucap Bhima.

Menurut dia, hal itu bisa menyebabkan dunia usaha menyesuaikan atau menaikkan harga barang yang dijualnya. Pada akhirnya, hal itu bisa menekan daya beli masyarakat.

"Kalau itu yang terjadi maka akan menciptakan inflasi. Inflasi yang tidak dibarengi pendapatan yang membaik, maka akan mengakibatkan penurunan daya beli masyakarakat. Karena kita lihat juga Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Bank Indonesia (BI) terbaru bahwa pengeluaran Rp1-2 juta per bulan itu pemulihan keyakinan konsumennya relatif lambat dibandingkan dengan kelompok lainnya," tutur Bhima.

Tak hanya itu, kondisi tersebut bisa mengakibatkan dunia usaha atau suatu perusahaan untuk tidak mengembalikan karyawan yang dirumahkan terlebih dahulu.

"Begitu juga dengan adanya ekspektasi dari kesempatan kerja belum semua mengalami perbaikan di semua lapisan masyarakat. Nah ini kalau terjadi maka efeknya justru akan mengakibatkan jumlah orang miskin bertambah, yang berikutnya mungkin pelaku usaha akan menunda untuk merekrut kembali karyawan, baik karyawan yang dirumahkan maupun karyawan baru karena adanya kenaikan biaya operasional. Dan biaya logistik juga akan lebih mahal. Nah ini efek yang harus diantisipasi pemerintah," ucapnya.

Baca Juga: Kementerian ESDM: Belum Ada Jaminan Pajak Karbon Khusus untuk Emisi

3. Pemerintah diminta menggelontorkan subsidi energi lebih banyak

Harga Pangan dan Minyak Dunia Naik, Hati-hati Hiperinflasi!Ilustrasi Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Bhima sendiri memproyeksi di kuartal IV ini bakal terjadi inflasi. Namun, dia menyarankan kepada pemerintah agar mengantisipasi hal tersebut, salah satunya dengan meningkatkan pemberian insentif atau bantuan sosial kepada masyarakat.

"Jadi pada kuartal IV, Oktober, November, Desember, ini inflasinya diperkirakan mulai merangkak naik. Sebelumnya masih terjadi deflasi, tapi di kuartal prediksinya terjadi inflasi dan berlanjut sampai 2022," ujar Bhima.

Selain itu, dia juga meminta pemerintah menambah subsidi energi baik di tarif listrik, gas industri, sampai ke tarif gas. Dengan demikian, masyarakat memiliki daya beli.

"Perlindungan sosial harus ditambah, pemerintah lebih banyak melakukan subsidi terutama subsidi energi, tarif listrik dan juga BBM, serta LPG 3 kg. Jangan terburu-buru melakukan penyesuaian dalam kondisi sekarang ini," ujarnya.

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya