Harga Pertamax Naik, Hati-Hati Inflasi Tinggi di April 2022 

Inflasi diperkirakan bisa mencapai lebih dari 1 persen

Jakarta, IDN Times - Harga bahan bakar minyak (BBM) RON 92, yakni Pertamax resmi naik dari Rp9.000 menjadi Rp12.500 per liter. Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira memperkirakan kenaikan harga BBM Pertamax itu akan memicu inflasi yang tinggi di bulan April.

Dia memprediksi, inflasi di bulan April di kisaran 1,5 sampai 1,7 persen dibandingkan Maret 2022. Adapun inflasi di bulan Maret ialah sebesar 0,66 persen secara month-to-month (mtm).

Baca Juga: Harga Pertamax Naik Jadi Rp12.500, Konsumen Mulai Cari Alternatif

1. Kenaikan harga Pertamax diiringi melonjaknya harga pangan

Harga Pertamax Naik, Hati-Hati Inflasi Tinggi di April 2022 Ilustrasi minyak goreng (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Adapun prediksi itu menurutnya bisa terjadi, karena harga Pertamax naik bersamaan dengan harga komoditas pangan. Mengingat, di bulan April ini bertepatan dengan Ramadan, yang setiap tahunnya terjadi kenaikan harga pangan yang signifikan.

"Kenaikan inflasi dipengaruhi oleh naiknya harga pangan dan energi secara bersamaan," kata Bhima kepada IDN Times, Jumat (1/4/2022).

Bhima menilai, di bulan April ini tak hanya faktor Ramadan yang bisa memicu inflasi, tapi juga keterbatasan pasokan komoditas yang dibutuhkan masyarakat.

"Memang ada faktor musiman Ramadan, tapi inflasi dari sisi pasokan ini yang cukup berbahaya," ucap Bhima.

2. Kenaikan tarif PPN juga bisa jadi pemicu inflasi

Harga Pertamax Naik, Hati-Hati Inflasi Tinggi di April 2022 Ilustrasi Supermarket (IDN Times/Anata)

Di sisi lain, Bhima menyoroti kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) yang naik dari 10 persen menjadi 11 persen per hari ini. Menurutnya, kenaikan tarif PPN itu bisa meningkatkan harga sejumlah barang kebutuhan masyarakat.

"Momentum kenaikan tarif PPN misalnya dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk naikkan harga barang secara serentak. Beberapa bulan sebelum Ramadan, biaya produksi tercatat alami kenaikan yang cukup tajam. Tapi produsen masih sabar menahan harga jual, khawatir omset turun karena masyarakat belum siap. Begitu ada momen, langsung naiknya tidak tanggung-tanggung bahkan jauh di atas 1 persen," ucap dia.

Tarif PPN sendiri memang tidak diberlakukan pada sejumlah bahan pokok, antara lain:

  • Beras
  • Gabah
  • Jagung
  • Sagu
  • Kedelai
  • Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium
  • Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus
  • Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas
  • Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas
  • Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas
  • Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.

Namun, ada beberapa barang dan jasa yang berpotensi mengalami kenaikan harga, seperti:

  • Gawai seperti laptop, ponsel pintar, barang elektronik seperti televisi, dan lain-lain
  • Pulsa telepon dan tarif internet
  • Kendaraan bermotor yang dikenakan PPN (mobil, motor)
  • Produk tekstil (pakaian)
  • Perlengkapan kebersihan (shampo, sabun, pasta gigi, dan sebagainya)
  • Produk alas kaki
  • Tas dan aksesoris lainnya
  • Rumah atau hunian
  • Restoran/rumah makan/kafe yang jadi objek pajak
  • Jasa iklan digital.

"Mulai dari pakaian jadi, barang elektronik, pulsa semuanya naik. Untuk bahan pangan memang dikecualikan, kenaikannya lebih disebabkan efek Ramadan serta masalah tata kelola sebelumnya," ucap Bhima.

Baca Juga: Mahal vs Langka: Ironi di Negara Produsen Minyak Goreng Terbesar

3. Pemerintah harus tingkatkan subsidi energi

Harga Pertamax Naik, Hati-Hati Inflasi Tinggi di April 2022 Pengisian bahan bakar minyak jenis Pertamax dan Pertamax Turbo di SPBU . IDNTimes/Holy Kartika

Untuk mengatasi ancaman inflasi tinggi, Bhima meminta pemerintah meningkatkan alokasi subsidi energi pada APBN.

"Pemerintah sebaiknya lakukan berbagai langkah antisipatif seperti perbesar alokasi subsidi energi dari Rp134 triliun menjadi minimal Rp200 triliun," tutur Bhima.

Selain itu, pemerintah diminta mengutamakan peningkatan anggaran pada program perlindungan sosial (bansos) dalam Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), dan mengesampingkan pengeluaran-pengeluaran yang tidak mendesak.

"Jaring pengaman sosial harus dipertebal seperti anggaran perlindungan sosial dalam PEN yang nilainya hanya Rp154,7 trilium, itu jelas tidak cukup ditengah tekanan daya beli. Pemerintah harus berani stop dulu belanja yang tidak urgent seperti pembangunan IKN, alihkan ke stabilitas harga pangan dan energi. Jangan sampai resesi kembali terjadi," tutur dia.

Baca Juga: Serba Naik, Serba Mahal Jelang Ramadan

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya