Ini Beda Sanksi Pidana Wajib Pajak di UU KUP dan HPP

UU HPP mengubah ketentuan sanksi pidana wajib pajak

Jakarta, IDN Times - Ketentuan sanksi pidana bagi wajib pajak (WP) dalam Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) diubah dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Dalam UU HPP yang baru disahkan kemarin, Kamis (7/10/2021) oleh pemerintah dan DPR RI, WP diberikan kesempatan untuk mengembalikan kerugian pada pendapatan negara dengan membayar pokok pajak dan sanksi, sebagai pertimbangan untuk dituntut tanpa penjatuhan pidana penjara.

Perbedaan ketentuan sanksi pidana dalam UU KUP dan UU HPP itu tertuang dalam bahan pemaparan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati yang ditayangkan kemarin.

Baca Juga: Simulasi Bayar Pajak Penghasilan per Tahun Usai UU HPP Disahkan

1. Perbedaan sanksi pidana wajib pajak di UU KUP dan HPP

Ini Beda Sanksi Pidana Wajib Pajak di UU KUP dan HPPIlustrasi Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Pertama, untuk pidana pajak kealpaan dalam UU KUP harus membayar pokok pajak ditambah sanski tiga kali pajak kurang dibayar. Sementara, dalam UU HPP WP hanya perlu membayar pokok pajak dan satu kali pajak kurang dibayar.

Kedua, untuk pidana pajak kesengajaan dalam UU KUP, WP wajib membayar pokok pajak dan sanksi tiga kali pajak kurang dibayar. Dalam UU HPP, WP harus membayar pokok pajak dan sanksi tiga kali pajak kurang dibayar.

Ketiga, untuk pidana pajak pembuatan faktur pajak/bukti potong PPh fiktif, dalam UU KUP WP hanya membayar pokok pajak dan tiga kali pajak kurang dibayar. Sedangkan, dalam UU HPP WP harus membayar pokok pajak dan sanksi empat kali pajak kurang dibayar.

2. Sri Mulyani sebut UU HPP bertujuan ciptakan perpajakan yang adil

Ini Beda Sanksi Pidana Wajib Pajak di UU KUP dan HPPIlustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan UU HPP bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan, mempercepat pemulihan ekonomi, mengoptimalkan penerimaan negara, menciptakan perpajakan yang adil, dan sebagainya.

"Dan memberikan kepastian hukum dan melaksanakan reform admistrasi perpajakan semakin harmonis dan konsolidatif untuk memperluas basis perpjakan di era globalisasi dan teknologi digital yang mendominasi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers kemarin.

Dalam mewujudkan itu, dia mengatakan dibutuhkan kebijakan yang disusun secara hati-hati.

"Membutuhkan banyak sekali pemihakan dan resources dan harus disusun secar hati-hati dan detail. Kita gunakan semua instrumen yang ada dalam pemerintah, APBN, perpajakan, pajak dan cukai , belanja daerah, belanja negara, dan pembiayaan," ujar Sri Mulyani.

Baca Juga: Begini Perbedaan Tarif Tax Amnesty Jilid I dan II

3. Tax Amnesty Jilid II

Ini Beda Sanksi Pidana Wajib Pajak di UU KUP dan HPPIlustrasi Tax Amnesty (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam UU HPP, pemerintah memberikan lagi program pengampunan pajak atau tax amnesty. Program itu dinamakan Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak yang biasa disebut Tax Amnesty Jilid II. Program tersebut akan dimulai pada 1 Januari 2022 mendatang.

Melalui tax amnesty jilid II, maka wajib pajak (WP) bisa diampuni dari kewajiban pajak yang seharusnya terutang, dan juga tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan.

Tak amnesty jilid II ditujukan kepada WP yang memiliki harta sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015, dan juga kepada WP orang pribadi yang memiliki harga bersih yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai 31 Desember 2020, harta bersih yang masih dimiliki pada 31 Desember 2020.

Baca Juga: Poin-Poin Berpolemik di RUU HPP yang Disahkan Hari Ini

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya