Ini Strategi Pemerintah Keluar dari Krisis, Gas Tipis-Tipis!

Ada risiko baru terhadap pemulihan ekonomi di 2022

Jakarta, IDN Times - Pemerintah akan secara perlahan mengurangi pemberian stimulus ekonomi, atau menerapkan kebijakan untuk keluar dari krisis (exit strategy). Hal ini dilakukan seiringan dengan kondisi perekonomian Tanah Air yang mulai pulih dari dampak pandemik COVID-19.

"Jadi kita akan mulai merancang dan melaksanakan langkah-langkah keluar dari kondisi extraordinary ini baik dari fiskal, moneter, dan juga dari OJK yang berikan berbagai policy-policy regulatory forbearance," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), Rabu (2/2/2022).

Baca Juga: Sri Mulyani Bilang 2023 Jadi Masa Kritis Buat APBN, Kenapa?

1. Fokus pemulihan ekonomi akan berbeda di 2022

Ini Strategi Pemerintah Keluar dari Krisis, Gas Tipis-Tipis!Ilustrasi ekonomi terdampak pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Pada awal pandemik, yakni 2020, pemerintah fokus pada menjaga stabilitas perekonomian, agar tidak terseret terlalu dalam terhadap dampak pandemik COVID-19.

Berbagai stimulus pun mulai diberikan untuk menjaga perekonomian Tanah Air, mulai dari program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang dianggarkan hingga ratusan triliun rupiah, stimulus fiskal, peningkatan likuiditas di perbankan atau quantitative easing (QE) dari Bank Indonesia, (BI), dan yang masih berjalan ialah penetapan suku bunga yang terendah sepanjang sejarah.

Tak hanya itu, pemerintah juga memberikan berbagai stimulus pada jasa keuangan, tepatnya diberikan melalui Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).

Di 2021, kebijakan-kebijakan tersebut tetap diberikan. Namun, diiringi dengan upaya pemulihan ekonomi dari dampak pandemik. Sementara di 2022 ini, upaya pemulihan ekonomi akan dipercepat, serta fokus pada antisipasi dampak global.

"Adanya perkembangan-perkembangan risiko yang baru. Seperti efek rambatan dan kompleksitas kebijakan yang memunculkan spill over atau rambatan antar negara yang muncul akibat proses pemulihan ekonomi yang tidak merata kecepatannya maupun dari level pemulihannya, munculnya tekanan inflasi, dan juga terjadinya supply disruption," kata Sri Mulyani.

Menurutnya, risiko-risiko global tersebut bisa menimbulkan kompleksitas lingkungan kebijakan. Sehingga, KSSK akan terus memantaunya, mewaspadai, dan juga memberikan respons yang baik demi mencegah dampaknya pada perekonomian nasional.

Baca Juga: Lagi-Lagi Dikritik soal Utang, Ini Respons Sri Mulyani

2. Exit strategy diterapkan hati-hati

Ini Strategi Pemerintah Keluar dari Krisis, Gas Tipis-Tipis!Ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Dikarenakan masih adanya risiko-risiko baru di atas, serta pandemik COVID-19 yang masih berlangsung, maka pemerintah merancang exit strategy, dan akan menerapkannya secara hati-hati.

"Dan tentu berdasarkan data, sehingga kita mampu membuat tidak hanya respons, tapi juga antisipasi secara akurat, kredibel, dan sustainable. Exit strategy juga akan dilakukan seiring dengan penguatan pemulihan ekonomi dan dinamika global yang terjadi," ucap Sri Mulyani.

Baca Juga: BI Lagi-Lagi Pertahankan Suku Bunga Acuan 3,5 Persen

3. Kebijakan moneter dan fiskal harus 'tahan banting' hadapi ancaman global

Ini Strategi Pemerintah Keluar dari Krisis, Gas Tipis-Tipis!ilustrasi pertumbuhan ekonomi

Lebih lanjut, di 2022 ini, KSSK akan mengkalibrasikan kebijakan moneter, fiskal agar bisa menjaga pemulihan ekonomi nasional dari dampak baik negatif, maupun risiko yang berasal dari faktor global.

"Keselarasan kebijakan fiskal dan moneter akan terus diperkuat melalui sinkronisasi makroprudensial, mikroprudensial, dan dari sisi penjaminan keuangan," tutur dia.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya