Mau Tahu Penyebab Krisis Moneter 1998? Simak deh Cerita Sri Mulyani!

Krisis moneter 1998 bikin bank dan perusahaan berjatuhan

Jakarta, IDN Times - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati bercerita pengalamannya berada dalam situasi tiga krisis besar yang melanda dunia dan berdampak pada perekonomian Tanah Air. Pertama, krisis moneter 1997-1998, krisis ekonomi global 2007-2008, dan kini pandemik COVID-19.

Dia mengatakan, di krisis moneter dia belum berada dalam pemerintahan. Kala itu, dia masih menjabat sebagai Ketua Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB Universitas Indonesia (UI). Lalu, pada krisis ekonomi global 2007-2008, dia menjabat sebagai Menteri Keuangan di pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Menurutnya, krisis moneter 1997-1998 dipicu oleh neraca pembayaran atau balance of payment (BOP). Dia pun membeberkan penyebab krisis moneter 1998 secara lengkap.

Baca Juga: Sri Mulyani: Angka Kemiskinan Meningkat Akibat COVID-19

1. Diawali oleh perubahan rezim sistem nilai tukar

Mau Tahu Penyebab Krisis Moneter 1998? Simak deh Cerita Sri Mulyani!Ilustrasi Kurs Rupiah. (IDN Times/Aditya Pratama)

Sri Mulyani mengatakan krisis moneter 1998 turut menjalar ke benua lain, khususnya negara-negara di Amerika Latin. Dia mengatakan penyebab utama dari krisis moneter 1998 ialah di neraca pembayaran.

Sebelum terjadi krisis, negara-negara di Asia Timur seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Korea Selatan mengalami pertumbuhan pesat karena kinerja ekspor yang sangat baik, sehingga terus menyumbang devisa terhadap negara.

Krisis dimulai ketika banyak negara yang mengubah sistem nilai tukar dari fixed exchange rate menjadi flexible/floating exchange rate. Hal itu memicu terjadinya current account deficit (CAD) di negara-negara eksportir tersebut, termasuk Indonesia.

"Krisis moneter waktu itu dipicu fenomena CAD. Negara-negara di ASEAN dan Asia Timur termasuk Korea Selatan yang meskipun mereka competitive export oriented, namun mereka mengalami CAD. Jadi trade account-nya positif, tapi CAD, karena itu berhubungan dengan capital account," ucap Sri Mulyani dalam webinar Peluncuran Buku 25 Tahun Kontan: Melintasi 3 Krisis Multidimensi, Minggu (24/10/2021).

Baca Juga: [BREAKING] Ekonomi RI Minus Lagi Setelah 22 Tahun Sejak Krisis Moneter 1998

2. Nilai tukar rupiah tertekan

Mau Tahu Penyebab Krisis Moneter 1998? Simak deh Cerita Sri Mulyani!ilustrasi uang rupiah (IDN Times/Umi Kalsum)

Dikarenakan terjadi perubahan rezim sistem nilai tukar itu, terjadi kebabasan arus modal atau capital flow. Sayangnya, di Indonesia dan negara-negara Asia Timur lain tidak terjadi perubahan nilai tukar alias fixed.

"Makanya kemudian muncul fenomena keuntungan besar dari nilai tukar yang dia bet atau dia mengambil situasi bahwa negara ini pasti nilai tukarnya tidak akan sustainable, maka nilai tukarnya collapse, gak bisa dipertahankan. Karena tadi cadangan devisanya makin mengalami penurunan. Itulah yang kemudian begitu nilai tukarnya mengalami koreksi sangat dalam, terjadi domino effect," kata Sri Mulyani.

Akibatnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar terus melemah. Dari semula Rp2.500 per dolar Amerika Serikat (AS), kemudian naik ke Rp5 ribu, naik lagi jadi Rp7.500, Rp10 ribu, bahkan menyentuh Rp17 ribu.

"Begitu nilai tukarnya dikoreksi dari Rp2.500, menjadi Rp5 ribu, bahkan Rp7.500, jadi Rp10 ribu, jadi Rp17 ribu sempat terjadi di era transisi Presiden Soeharto ke Presiden Habibie," ujar Sri Mulyani.

Baca Juga: Mengenal Skandal Dana BLBI, Dikemplang hingga Ratusan Triliun

3. Bank-bank dan perusahaan di RI bangkrut

Mau Tahu Penyebab Krisis Moneter 1998? Simak deh Cerita Sri Mulyani!Ilustrasi BLBI (IDN Times/Arief Rahmat)

Oleh sebab itu, bank-bank dan perusahaan yang banyak meminjam dari luar negeri karena sebelumnya nilai tukarnya murah, akhirnya harus membayar utang dalam nilai rupiah yang sangat besar. Bank-bank dan perusahaan-perusahaan pun berjatuhan alias bangkrut.

"Krisis pertama itu ditandai oleh massive immediate bankcruptcy, dan ini tidak hanya di sektor riil, tapi juga perbankan. Dan kalau perbankan massive bankrupt, itu terjadi apa yang disebut sistemic crisis, karena negara itu kemudian sistem keuangannya pasti terkena secara langsung," ujar dia.

Kala itu, negara bertindak untuk menyelamatkan bank-bank dan perusahaan-perusahaan yang bangkrut melalui dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Di sinilah posisi di mana keuangan negara harus menanggung beban dari dampak krisis moneter.

"Sektor riil alami kontraksi 13 persen, inflasi bahkan mencapai 75 persen. Maka kemudian kenanya adalah keuangan negara karena negara yang bail out seluruh sistem keuangan dan countercyclical seluruh sektor riil yang alami krisis luar biasa," ucapnya.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya