Melacak Nasib Dana Haji setelah 2 Tahun Jemaah Batal ke Tanah Suci

2 tahun berturut jemaah haji Indonesia batal ke Tanah Suci

Jakarta, IDN Times - Sudah 2 tahun berturut-turut calon jemaah haji Indonesia harus menelan kenyataan pahit. Meski sudah tak sabar ingin menginjakkan kaki di Tanah Suci, mereka harus batal berangkat akibat krisis kesehatan pandemik COVID-19.

Padahal selama ini, untuk mendapat kuota atau kesempatan berangkat haji saja, calon jemaah harus menunggu gilirannya selama 15 sampai 31 tahun. Jika ingin menunggu lebih cepat dengan kuota haji plus, jemaah membutuhkan biaya yang lebih besar, dan tak semua orang mampu untuk membayarnya.

Menurut data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), ada 198.765 jemaah haji reguler yang telah melunaskan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) demi menunaikan rukun Islam ke-5 itu. Namun apalah daya, pandemik yang tak kunjung usai itu memupuskan harapan para jemaah.

Keputusan pembatalan haji selama 2 tahun berturut-turut itu diumumkan oleh Kementerian Agama (Kemenag). Pada tahun lalu, pemerintah membatalkan ibadah haji karena Pemerintah Arab Saudi tak kunjung memberikan kepastian apakah akan membuka akses haji atau tidak. Hingga akhirnya, Pemerintah Arab Saudi memutuskan akses haji tahun 2020 hanya diberikan untuk warga negara Arab Saudi dengan jumlah yang terbatas.

Di 2021 ini, Pemerintah Arab Saudi memang belum mengumumkan apakah keberangkatan haji untuk negara lain dibuka atau tidak. Meski begitu, Pemerintah Indonesia sudah memutuskan untuk meniadakan keberangkatan haji tahun 2021 demi menjaga keamanan, keselamatan, dan kesehatan jemaah.

Pembatalan ini pun memicu banyak pertanyaan. Bagaimana dengan nasib dana haji yang tak digunakan selama 2 tahun berturut-turut? Apakah jemaah boleh menarik uangnya karena batal berangkat?

1. Penjelasan Menteri Agama terkait dana haji

Melacak Nasib Dana Haji setelah 2 Tahun Jemaah Batal ke Tanah SuciMenteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas (Dok. IDN Times/Istimewa)

Pada konferensi pers pembatalan ibadah haji 2021 yang digelar 3 Juni kemarin, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan jemaah boleh menarik setoran pelunasan BPIH, ataupun tetap disimpan di BPKH.

Ia menerangkan, dana haji yang terkumpul dari para jemaah dikelola dengan baik oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), dan juga disimpan di bank-bank syariah yang terpercaya. Keterangan itu untuk menjawab kecemasan calon jemaah yang telah melunaskan BPIH, namun batal berangkat meski sudah gilirannya.

"Setoran pelunasan BPIH dapat diminta kembali oleh jemaah haji yang bersangkutan. Jadi uang jemaah aman," ujar Yaqut dalam konferensi pers yang disiarkan langsung di kanal YouTube Kemenag RI, Kamis (3/6/2021).

Bagaimana dengan jemaah yang ingin menarik setoran pelunasan BPIH-nya? Tentunya juga bisa, caranya dengan mengajukannya pada Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenang kabupaten/kota tempat mendaftar haji.

Setoran BPIH sendiri ada dua, yakni setoran awal dan pelunasan. Masyarakat yang mendaftar sebagai calon jemaah harus membayar setoran awal sebesar Rp25 juta. Sementara itu, setoran pelunasan ditetapkan oleh masing-masing embarkasi.

Jika jemaah menarik setoran pelunasannya saja, maka jemaah tetap bisa berangkat ke Tanah Suci tahun berikutnya. Namun, apabila jemaah menarik seluruh setoran baik awal dan pelunasan, maka dirinya akan dihapus dari daftar jemaah haji.

Baca Juga: DPR Pastikan Dana Haji Tak Dipakai untuk Proyek Infrastruktur

2. Haji 2021 batal, pengusaha travel kena imbas

Melacak Nasib Dana Haji setelah 2 Tahun Jemaah Batal ke Tanah SuciSuasana Masjid Nabawi, Madinah yang dipenuhi oleh Jamaah di tengah musim haji (IDN Times/Umi Kalsum)

Tak hanya pemerintah yang kebanjiran pertanyaan terkait dana haji setelah dibatalkan, para pengusaha travel yang juga penyelenggara haji di Indonesia juga harus turun tangan menjawab keresahan masyarakat. 

Namun, menurut Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi, travel penyelenggara tak kewalahan merespons pertanyaan dari calon jemaah yang batal berangkat. Sebab, travel sendiri hanya menangani calon jemaah haji khusus.

Menurut Syam, sebagian besar calon jemaah haji khusus memahami dan menerima alasan pembatalan ibadah haji, ketimbang jemaah haji reguler. Kemudian, para jemaah haji khusus juga sebagian besar memilih untuk menyimpan uangnya di BPKH agar dapat giliran berangkat tahun selanjutnya.

"Banyak yang menunggu selanjutnya, karena pandemi mereka juga paham. Memang kalau haji khusus itu, relatif jemaah paham kondisi dan pengetahuan tentang perhajian. Mereka tidak mudah tergiur gosip dan hoaks," ungkap Syam kepada IDN Times

Di sisi lain, Sapuhi mencatat ada sekitar 1.300 travel yang menjadi penyelenggara haji. Dengan pembatalan ini, seluruh travel kehilangan potensi pendapatan senilai Rp6,5 triliun.

"Rata-rata 1 travel pendapatan dalam 1 tahun itu Rp5 miliar. Jadi 1.300 travel dikali Rp5miliar kami kehilangan potensi," tutur Syam.

Meski begitu, para pengusaha travel mengaku tetap mendukung keputusan pembatalan haji. Sebab, jika ibadah haji 2021 tetap dibuka, kuotanya akan sangat terbatas, sehingga biayanya akan lebih besar.

"Kalau diberangkatkan tapi dengan jumlah kuota yang hanya sedikit dari 45 ribu dibagi lagi sekian banyak negara, lalu dibagi lagi sekian banyak provinsi, dibagi lagi haji reguler dan khusus. Ya semua akan habis, kecil. Dan itu akan membuat biaya semakin tinggi. Tentunya itu tidak mau dibebankan ke jemaah," papar Syam.

3. Dana haji tembus Rp150 triliun

Melacak Nasib Dana Haji setelah 2 Tahun Jemaah Batal ke Tanah SuciJamarat, Tempat Jemaah Haji Melempar Jamrah (IDN Times/Umi Kalsum)

Dana haji yang telah terkumpul dari setoran calon jemaah terus bertambah, terutama dengan batalnya keberangkatan ibadah haji selama 2 tahun berturut-turut. Kepala BPKH Anggito Abimanyu mengungkapkan, per Mei 2021 telah terkumpul dana haji sebesar Rp150 triliun.

Ia menegaskan, dana tersebut dikelola dengan baik dan aman oleh BPKH. Dalam webinar dengan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) pada 7 Juni kemarin, Anggito menepis pertanyaan-pertanyaan kontroversial terkait pembatalan haji 2021.

"Dana haji aman, sekarang saldonya Rp150 triliun, ditempatkan di bank-bank syariah yang mendapatkan nilai manfaat, dan juga di instrumen syariah yang  fixed income meskipun syariah, dan tidak ada investasi-investasi yang rugi, juga tidak ada utang. Kalau Anda lihat di neraca kita, tidak ada pos utang BPKH kepada akomodasi di Arab Saudi," papar Anggito.

Berdasarkan e-book yang diterbitkan BPKH dengan bertajuk Apa dan Bagaimana Investasi Keuangan Haji BPKH, diterangkan 30 persen dari dana haji yang dikelola BPKH ditempatkan di perbankan syariah. Sementara itu, 70 persen dialokasikan ke berbagai instrumen investasi syariah.

Menurut Anggito, instrumen investasi dari dana haji adalah instrumen yang memiliki profil risiko rendah ke moderat. Dari pembagiannya, 90 persen dari dana haji yang diinvestasikan itu dialokasikan pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dan sukuk korporasi. Dengan demikian, ia memastikan tak ada dana haji yang diinvestasikan untuk proyek infrastruktur.

"Apakah investasi BPKH dialokasikan ke pembiayaan infrastruktur? Jawaban saya tidak ada. Alokasi investasi ditunjukkan pada investasi dengan profil risiko untuk low to moderate. 90 persen adalah dalam bentuk investasi SBSN dan sukuk korporasi," ungkapnya.

Baca Juga: BPKH Bantah Pembatalan Haji 2021 karena Alasan Keuangan

4. Penempatan dana haji di perbankan syariah

Melacak Nasib Dana Haji setelah 2 Tahun Jemaah Batal ke Tanah SuciPenempatan Dana Haji di Perbankan Syariah. (IDN Times/Aditya Pratama)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 5 tahun 2018 tentang pelaksanaan UU nomor 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji, dana kelola yang ditempatkan di perbankan syariah tak boleh lebih dari 30 persen. Namun, di tahun ini ada sedikit perbedaan dalam alokasinya.

Data statistik BPKH menunjukkan, posisi penempatan dana kelola pada perbankan syariah per 13 Mei 2021 ialah sebesar Rp53,6 triliun, atau 35 persen dari dana kelola. Tentunya, porsi ini lebih 5 persen dari ketentuan di PP nomor 5 tahun 2018.

Anggota Badan Pelaksana BPKH bidang Investasi Beny Witjaksono menerangkan, hal itu disebabkan adanya instrumen investasi Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) yang jatuh tempo di bulan Maret 2021, dan ada perpindahan reksadana (RD) pasar uang syariah ke deposito pada akhir Mei kemarin. Oleh sebab itu, alokasi penempatan dana kelola di perbankan syariah menjadi 35 persen.

Adapun rincian penempatannya, sebesar 50,8 persen atau senilai Rp18,8 triliun di Bank Syariah Indonesia (BSI), 24,9 persen atau senilai Rp9,2 triliun di Bank Muamalat Indonesia (BMI), sebesar 9,1 persen atau senilai Rp3,4 triliun di Unit Usaha Syariah (UUS) Bank CIMB Niaga, sebesar 8,9 persen atau senilai Rp3,3 triliun di UUS Bank Tabungan Negara (BTN), dan sebesar 6,4 persen atau senilai Rp2,4 triliun di Panin Dubai Bank Syariah.

Beny mengatakan,  saat ini BPKH dalam proses mengalokasikan dana di perbankan syariah yang melebihi porsi itu ke instrumen investasi SBSN. Targetnya, di akhir tahun alokasi penempatan dana di perbankan syariah bisa kembali lagi ke 30 persen.

"Untuk cover itu kita sedang proses investasi ke SBSN lagi," ujar Beny kepada IDN Times.

5. Instrumen investasi dari dana haji

Melacak Nasib Dana Haji setelah 2 Tahun Jemaah Batal ke Tanah SuciInfografis Portofolio Investasi BPKH. (IDN Times/Aditya Pratama)

Dana haji yang dikelola BPKH juga ditempatkan pada instrumen investasi syariah. Per Mei 2021, dana kelola yang diinvestasikan nilainya sebesar Rp93,505 triliun.

Berdasarkan statistik BPKH, komposisi instrumen investasi paling besar ada di SBSN dalam mata uang rupiah atau SBSN (IDR), yang nilainya mencapai Rp69,347 triliun. Lalu, terbesar kedua ialah pada instrumen SDHI senilai Rp17,697 triliun.

Kemudian pada sukuk korporasi sebesar Rp2,938 triliun, pada SBSN dalam dolar Amerika Serikat (AS) sebesar Rp2,862 triliun. Kemudian, pada RD PT Syariah PNM UMKM sebesar Rp546 miliar, dan RD Pasar Uang Syariah sebesar Rp114 miliar.

6. Dana haji surplus, jemaah dapat nilai manfaat

Melacak Nasib Dana Haji setelah 2 Tahun Jemaah Batal ke Tanah SuciJemaah haji di Jembatan Jamarat, Mina, Arab Saudi (IDN Times/Umi Kalsum)

Beny menerangkan, dana haji per Mei 2021 yang mencapai Rp150 triliun itu surplus. Sebab, dana haji yang terkumpul dari setoran awal, dana abadi umat (DAU), setoran lunas jemaah haji tahun 2020, dan dana virtual account jemaah haji totalnya hanyalah sekitar Rp140 triliun. Sementara itu, Rp10 triliun yang menjadi surplus berasal dari nilai manfaat.

"Posisi dana haji BPKH per Mei 2021 sebesar Rp150 triliun. Berarti kita ada surplus sekitar Rp10 triliun dari hasil nilai manfaat. Oleh karena itu kita sebut dana haji aman," tegas Beny.

Mengapa surplus? Beny menerangkan, karena selama ini BPKH mengelola dana haji dengan baik, dan ditempatkan, serta diinvestasikan pada instrumen yang berkualitas.

"Instrumen penempatan dan investasi juga berkualitas (bank syariah), dan sebagian besar investasi di SBSN, zero risk/risk free asset," urai Beny.

Oleh sebab itu, calon jemaah yang batal berangkat disarankannya untuk tidak menarik setoran BPIH. Sebab, jemaah yang telah melunaskan BPIH akan mendapat nilai manfaat. Terlebih lagi, menurutnya jemaah yang tetap menyimpan setoran lunas BPIH-nya di BPKH akan mendapat nilai manfaat yang lebih tinggi dari deposito syariah.

"Saran saya stay saja di BPKH, toh dapat imbal hasil sekitar 5 persen netto. Jadi lebih baik dibandingkan deposito bank syariah," tandas dia.

Topik:

  • Anata Siregar
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya