Ombudsman Kasih Deadline buat Cabut DMO, Wamendag: Kami Observasi
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Jerry Sambuaga mengatakan pihaknya telah menerima tindakan korektif terkait pencabutan domestic market obligation (DMO) kelapa sawit yang disampaikan Ombudsman RI.
Menurut Jerry, saat ini pihaknya sedang mengobservasi pekerjaan rumah (PR) dari Ombudsman.
"Kita melihat kajian dan melihat observasi. Dan tentu itu semua menjadi masukan," kata Jerry saat ditemui di kantor Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (13/9/2022).
Saat ini, kebijakan DMO yang berlaku ialah 1 banding 9. Lebih rinci, jika pengusaha menyalurkan CPO atau minyak goreng sebanyak 300 ribu ton untuk kebutuhan dalam negeri, maka pengusaha bisa mengekspor 9 kali dari volume penyaluran tersebut, yakni 2,7 juta ton.
Baca Juga: Ombudsman Beri Deadline Kemendag untuk Segera Cabut DMO Kelapa Sawit
1. Kemendag masih pertimbangkan PR cabut DMO sawit
Untuk melaksanakan PR dari Ombudsman tersebut, Jerry mengatakan pihaknya masih melihat perkembangan terkini. Adapun pencabutan DMO itu diberikan Ombudsman sebagai tindakan korektif dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) tentang Maladministrasi dalam Penyediaan dan Stabilisasi Harga Minyak Goreng.
"Kita mengikuti apa kata Ombudsman, kita lihat perkembangannya bagaimana," ucap Jerry.
Baca Juga: Sederet Malaadministrasi yang Bikin RI Sempat Krisis Minyak Goreng
2. Ombudsman beri deadline Kemendag cabut DMO
Editor’s picks
Ombudsman sendiri telah memberi waktu maksimal 60 hari kepada Kemendag untuk memberikan rencana terkait implementasi tindakan korektif, khususnya pencabutan DMO sawit.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengatakan, jika dalam 60 hari rencana itu tak disampaikan, maka Ombudsman akan menjatuhi rekomendasi yang wajib dilaksanakan Kemendag.
"(Jika rekomendasi tak dilaksanakan) pokoknya kita lapor Presiden, kita bongkar semua maladministrasinya, kita punya banyak cara untuk bagaimana menekan pemerintah agar senantiasa membuat pelayanan publik lebih baik," ujar Yeka.
3. Ada cara lain jaga ketersediaan stok dan kestabilan harga minyak goreng selain DMO
Ketika Indonesia mengalami krisis kelangkaan dan melonjaknya harga minyak goreng, menurut Yeka kebijakan DMO justru tak menjadi obatnya. Bahkan, dia menyinggung penyelundupan CPO ke luar negeri usai diberlakukan kebijakan tersebut.
Dia juga menilai kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng bukan solusi terbaik untuk menstabilkan harga.
"Dibikin HET, DMO, DPO segala macam, sibuk semuanya. Dan penyelundupan yang terjadi, yang paling besar penyelundupan. Dari kesalahan pengambilan kebijakan tadi, dan bagaimana menempatkan policy itu sendiri," tutur Yeka.
Solusinya, menurut Yeka adalah memberikan bantuan langsung pada masyarakat rentan.
"Pendekatannya kalau mahal ya proteksi yang rentan terhadap kemahalan. Solusinya apa? Ya bantuan. Dari mana barangnya, BUMN membeli sesuai dengan harga pasar, jual dengan harga pola subsidi, kasih ke masyarakat sasaran," ujar Yeka.
Terkait mencegah kelangkaan minyak goreng terjadi lagi, menurutnya bisa dilakukan dengan menjaga kestabilan harga minyak goreng. Dia pun menyarankan pemerintah melaksanakan distribusi minyak goreng melalui BUMN, yakni Bulog.
"Kan ini produk tidak elastis. Jadi kalau harga minyak goreng turun gak akan bikin cuci tangan pakai minyak goreng kan tiba-tiba? Jadi tidak elastis, tetap saja kebutuhannya segitu," kata dia.
Baca Juga: Ombudsman Mau Audit BPDPKS Tahun Depan, Ada Apa?