Omzet Pengusaha Mikro Jeblok karena PPKM Darurat, BLT Minta Ditambah

Pengusaha mikro kehilangan pendapatan karena PPKM Darurat

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Asosiasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Indonesia (Akumindo), Ikhsan Ingratubun meminta pemerintah menambah alokasi Banpres Usaha Mikro atau Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk membantu para pengusaha mikro yang kehilangan omzet akibat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.

Selain jumlah penerima yang harus diperbanyak dari alokasi yang ada pada tahun ini (12,8 juta penerima), Ikhsan juga meminta nilai Banpres ditingkatkan kembali menjadi Rp2,4 juta seperti penyaluran pada 2020.

Ikhsan mengatakan, rata-rata pelaku usaha mikro menghasilkan Rp200 ribu per hari, atau sekitar Rp6 juta per bulan. Namun, dikarenakan PPKM Darurat, para pelaku usaha mikro kehilangan omzet hingga 80 persen.

"Pendapatan sekitar Rp200 ribu per hari, atau sekitar Rp6 juta per bulan. Katakanlah kehilangan omzet 80 persen, jadi hanya 20 persen omzetnya atau Rp1,2 juta. Harusnya bantuannya berada di level Rp3 jutaan. Sudah cocok 2020 itu Rp2,4 juta, ini malah dikurangi," kata Ikhsan kepada IDN Times, Senin (19/7/2021).

Baca Juga: PPKM Darurat Diperpanjang? Luhut: Diumumkan 2-3 Hari Lagi

1. Puluhan juta usaha mikro terdampak

Omzet Pengusaha Mikro Jeblok karena PPKM Darurat, BLT Minta DitambahIlustrasi ekonomi terdampak pandemik COVID-19 (IDN Times/Arief Rahmat)

Ikhsan menuturkan ada sekitar 60 juta pelaku UMKM di Indonesia, dan 98 persen di antaranya pelaku usaha mikro yang sebagian besar berada di Pulau Jawa dan Bali. Dari jumlah itu, ada sekitar 30 juta pelaku yang terdampak PPKM Darurat.

Oleh sebab itu, pemberian Banpres hanya untuk 12,8 juta penerima pada 2020 ini dinilai kurang masif.

Selain itu, menurut Ikhsan, bantuan restrukturisasi kredit melalui penempatan dana pemerintah di perbankan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) juga kurang efektif membantu UMKM. Dia pun meminta anggaran yang dialokasikan untuk program tersebut dialihkan ke BLT.

"Jadi BLT saja, gak perlu lagi melalui perbankan. Dan itu kan bukan bantuan, tapi penyaluran kredit. Kasih saja uang, orang itu sekarang butuh pegang uang," tutur dia.

2. Pengawasan kurang ketat membuat PPKM Darurat tak efektif

Omzet Pengusaha Mikro Jeblok karena PPKM Darurat, BLT Minta DitambahIlustrasi PPKM. (IDN Times/Mia Amalia)

Ikhsan menilai PPKM Darurat yang berjalan sejak 3 Juli lalu tak efektif menurunkan kasus COVID-19. Dia menyebut salah satu penyebabnya adalah pengawasan yang kurang ketat.

"Kalau ditanya apakah efektif PPKM Darurat untuk menurunkan COVID-19? Jawabannya tidak. Karena pemerintah hanya mampu menutup akses jalan," ucap dia.

Ikhsan mengatakan selama ini pengawasan tidak ketat, terutama di pasar tradisional yang masih menimbulkan kerumunan selama PPKM Darurat, seperti di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

"Pengamatan kami, di Pasar Minggu itu, 10 orang yang hadir sekitar 6-7 orang tidak pakai masker, atau termasuk yang menggunakan masker tapi di bawah dagu. Nah apakah itu bisa turun angka COVID-19? Jawabannya pasti tidak. Padahal tujuan PPKM Darurat kan menurunkan angka COVID-19," kata dia.

Baca Juga: Kronologi Ibu Hamil di Gowa Dihajar Satpol PP saat Penertiban PPKM

3. Pemerintah dan aparat diminta turun ke pasar tradisional

Omzet Pengusaha Mikro Jeblok karena PPKM Darurat, BLT Minta DitambahIlustrasi pasar tradisional. (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww)

Ikhsan berpendapat, seharusnya pemerintah dan aparat bisa mengawasi pasar tradisional dengan ketat, tak hanya menyasar tempat-tempat usaha para pelaku UMKM seperti yang banyak diberitakan belakangan ini. 

"Kalau dibilang wah kita (pemerintah dan aparat) tidak mampu, SDM kurang. Bagaimana kurang? Kan seharusnya sudah tahu di kota-kota besar itu di mana letak pasar tradisional yang terjadi kerumunan orang? Terus di mana orang berkonsentrasi diworo-woro, kan bisa menugaskan Satpol PP, daripada dia hanya mengurus usaha orang, seperti di Makassar," tuturnya.

Menurut Ikhsan, apabila pengawasan di pasar tradisional tidak seperti tahun lalu, maka target penurunan kasus COVID-19 akan sulit dicapai.

"Pokoknya yang terjadi kerumunan di situlah mereka patroli, ada yang menegur secara fisik. Kalau ini kan tidak. Dulu itu pada saat PSBB itu ada yang mengawasi secara ketat di Pasar Minggu. Tapi setahun terakhir kenapa sampai meningkat COVID-19, karena pemerintah hanya mengandalkan imbauan. Itu tidak cukup, harus diawasi ketat secara fisik," ucap dia.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya