Pemerintah Bakal Larang Ekspor Olahan Nikel di Bawah 50 Persen
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengatakan ekspor produk olahan nikel dengan kadar di bawah 50 persen akan dilarang.
Rencana itu menurutnya sejalan dengan cita-cita pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah dari nikel, melalui industri baterai kendaraan listrik.
"Indonesia tidak akan lagi mengizinkan untuk mengekspor pengelolaan nikel di bawah 50 persen, harus 60-70 persen," kata Bahlil dalam Indonesia Economic Outlook 2022 and The G20 Presidency yang disiarkan dari Davos, Swiss, Senin (23/5/2022).
Baca Juga: Menko Airlangga: Perang Rusia-Ukraina Berdampak pada Harga Mie
1. Ekspor produk olahan nikel tak akan dikenakan pajak besar
Bahlil mengatakan, para investor asing di industri baterai kendaraan listrik, misalnya seperti LG Chem, VW, BASF diperbolehkan mengekspor produk olahan nikel tersebut. Syaratnya, harus memenuhi ketentuan kadar nikel yang ditetapkan pemerintah.
Dengan ketentuan itu, Bahlil mengatakan para investor tak akan dikenakan pajak yang besar atas ekspor produk olahan nikel.
"Contoh VW atau BASF, itu dia akan banun sampai dengan prekursor. Selebihnya dia ekspor, no problem. Palingan dia akan kena pajak ekspor yang jauh lebih kecil ketimbang dia harus ekspor dari bahan baku," ucap Bahlil.
Editor’s picks
Baca Juga: Stok Nikel Tembus 72 Juta Ton, Indonesia Dilirik Investor
2. Indonesia terbuka untuk investor lain
Bahlil mengatakan, Indonesia membuka diri bagi para investor lain yang berminat masuk di industri baterai kendaraan listrik yang tengah dibangun.
"Teman-teman investor kalau mau datang, Kami akan membantu secara maksimal untuk kita bisa kolaborasi," ucap Bahlil.
Baca Juga: Luhut Sebut UEA Siapkan Rp292 Triliun untuk Investasi di IKN Nusantara
3. Bahlil minta negara-negara utamakan kolaborasi daripada kompetisi
Sebagai negara yang memiliki sumber daya alam (SDA) yang besar, Bahlil memastikan Indonesia terbuka untuk kerja sama dalam upaya meningkatkan nilai tambah. Oleh sebab itu, Bahlil mengajak negara-negara lain, dan juga para investor untuk mengutamakan kolaborasi ketimbang kompetisi.
"Sudah saatnya saya pikir kompetisi itu penting di antara negara-negara. Tapi kolaborasi di antara negara-negara itu jauh lebih penting untuk kita menghasilkan yang terbaik bagi dunia," ujar Bahlil.