Pemerintah Usulkan Tarif PPN Sembako Beragam, Begini Skemanya

DPR RI sudah terima draf RUU KUP

Jakarta, IDN Times - Pemerintah mengusulkan sembako dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) dalam draf revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Adapun tarifnya akan dikenakan beragam atau dengan skema multitarif.

Dalam RUU KUP sendiri, pemerintah mengusulkan tarif PPN umum naik dari 10 persen menjadi 12 persen. Namun, ada juga skema multitarif dalam rentang 5-10 persen.

Khususnya untuk sembako, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, mengatakan skema multitarif ini akan ditetapkan berdasarkan klasifikasi, harga, dan juga konsumen dari produk tersebut.

Misalnya untuk produk sembako yang dikonsumsi oleh orang banyak atau sembako strategis, bisa tak dikenakan PPN, atau dikenakan dengan tarif lebih rendah. Sementara itu, untuk sembako yang biasa dikonsumsi masyarakat kelas menengah ke atas akan dikenakan tarif lebih tinggi.

"Kalau melihat itu justru penguatan otoritas pajak dengan sudah berkeadilan karena menyasar secara selektif kepada objek atau kelompok  yang memang dianggap lebih mampu," kata Yustinus dalam webinar PPI bertajuk 'Pajak Sembako Dekrit atau Intrik?' Jumat (18/6/2021).

Baca Juga: Ternyata, Ini Alasan Pemerintah Mau Terapkan PPN Sembako 12 Persen!

1. Skema multitarif PPN sembako

Pemerintah Usulkan Tarif PPN Sembako Beragam, Begini SkemanyaIlustrasi PPN Sembako. (IDN Times/Aditya Pratama)

Pemerintah sendiri memastikan sembako yang dijual di pasar tradisional tak akan dikenakan PPN. Sementara itu, nantinya sembako yang biasa dikonsumsi masyarakat kelas menengah atas bisa dikenakan tarif umum 12 persen, atau tarif tertinggi 15 persen.

Dengan usulan ini, menurutnya, sistem perpajakan lebih adil karena selama ini semua produk sembako tak pernah dikenai PPN.

"Contoh beras saja yang merupakan barang kebutuhan pokok saat ini sudah banyak jenisnya, ada beras murah dan ada yang sangat mahal. Ada yang 1 Kg Rp10ribu, ada yang Rp100 ribu bahkan sampai Rp200 ribu. Daging juga, yang dibeli di pasar termasuk daging ayam potong gak kena pajak wajar. Tapi daging kualitas super yang harganya Rp500-700 ribu/Kg itu tidak kita pajaki saat ini," ungkap dia.

Baca Juga: 3 Kebijakan Pajak Baru Usulan Pemerintah: PPN Sembako hingga Karbon

2. Tarif PPN susu formula sampai popok bayi bisa turun

Pemerintah Usulkan Tarif PPN Sembako Beragam, Begini SkemanyaIlustrasi Pajak (IDN Times/Arief Rahmat)

Yustinus mengatakan selama ini, susu formula, popok bayi, hingga pembalut wanita dikenai tarif PPN 10 persen. Padahal, produk-produk tersebut merupakan produk strategis yang dibutuhkan banyak orang.

Dengan RUU ini, kata dia, produk-produk tersebut berpeluang mengalami penurunan tarif PPN, dari 10 persen menjadi 5-7 persen.

"Saat ini belum diturunkan tarifnya, contoh susu formula sekarang 10 persen, padahal itu penting, nanti bisa kita kenai 5 persen atau 7 persen. Lalu juga popok bayi, pembalut wanita, itu bisa kita turunkan tarifnya," terangnya.

Selain itu, produk strategis lainnya juga bisa dikenakan tarif PPN final 1-2 persen, atau bahkan tak dikenakan sama sekali alias 0 persen.

"Kalau perlu tarif lebih rendah atau untuk kemudahan kita sediakan PPN final, 1-2 persen dipungut, tidak perlu mekanisme pajak keluaran atau masukan, lebih simpel dan mudah. Dan terakhir ruangnya adalah PPN tidak dipungut fasilitas untuk sektor tertentu, barang dan jasa strategis, dan sebagainya," imbuhnya.

Baca Juga: Perhatian! Belanja Sembako di Pasar Gak Bakal Kena PPN

3. Penerapan RUU KUP masih lama

Pemerintah Usulkan Tarif PPN Sembako Beragam, Begini SkemanyaPengamat perpajakan Yustinus Prastowo (IDN Times/Helmi Shemi)

Yustinus memastikan penerapan RUU KUP ini masih membutuhkan waktu yang lama. Pasalnya, RUU ini belum masuk pembahasan oleh DPR RI. Ia menegaskan, saat ini pemerintah fokus dalam pemulihan ekonomi, dan tak akan membebani masyarakat.

"Penerapannya mungkin masih lama. Tapi kalau tidak kita siapkan sekarang ruangnya, rasanya kita menyia-nyiakan waktu dan kesempatan," tandas Yustinus.

Topik:

  • Anata Siregar
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya