Pengusaha Minta Moratorium PKPU karena Bikin Perusahaan Rawan Pailit

Ribuan perusahaan terancam pailit karena aturan pailit PKPU

Jakarta, IDN Times - Pandemik COVID-19 telah meningkatkan kasus kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mencatat ada 1.298 kasus kepailitan dan PKPU sepanjang sejak 2020 hingga Agustus 2021.

Ketua Umum Apindo, Hariyadi Sukamdani mengatakan saat ini ribuan perusahaan terancam pailit. Kondisi itu juga mengancam pegawai karena akan lebih banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat perusahaan pailit.

“Kami melihat bahwa terjadi peningkatan kasus PKPU dan kepailitan yang disebabkan ekonomi tidak seperti yang diharapkan, ada tekanan besar terkait pandemik COVID-19. Hal ini membuat banyak usaha kesulitan pada keuangannya, lalu memicu permasalah kepailitan dan PKPU,” ucap Hariyadi dalam konferensi pers virtual, Selasa (7/9/2021).

Baca Juga: Digugat PKPU oleh My Indo Airlines, Ini Tanggapan Bos Garuda Indonesia

1. Pengusaha minta moratorium aturan kepailitan dan PKPU

Pengusaha Minta Moratorium PKPU karena Bikin Perusahaan Rawan PailitIlustrasi Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Hariyadi menilai tingginya kasus kepailitan dan PKPU saat ini tidak sehat bagi perekonomian negara karena menjadi ancaman kepailitan bagi perusahaan. Padahal, PKPU harusnya digunakan sebagai jalur negosiasi antara perusahaan sebagai debitur dengan pihak yang memberikan pinjaman alias kreditur.

"Kami lihat pengajuan PKPU ini sudah dalam taraf yang tidak dalam kondisi menyehatkan perusahaan, dan justru malah membuat perusahaan menuju kepailitan," kata dia.

Oleh sebab itu, Apindo meminta diterbitkannya Peraturan Pemerintah (PP) moratorium gugatan PKPU dan Kepailitan. Lalu, pengusaha juga mendesak pemerintah untuk melakukan revisi atas Undang-Undang (UU) nomor 37 tahun 2004.

"Kami usulkan untuk menerbitkan Peraturan Pengganti UU tentang moratorium PKPU dan kepailitan. Jangka waktunya kapan? Tentunya setelah ada amandemen UU 37 2004, sehingga ada kepastian dari instrumen kepailitan dan PKPU," tutur Hariyadi.

2. Pengusaha minta keputusan pailit tak ditetapkan dengan sembarangan

Pengusaha Minta Moratorium PKPU karena Bikin Perusahaan Rawan PailitIlustrasi Uang. (IDN Times/Aditya Pratama)

Menurut dia selama ini tidak ada tes insolvensi atau uji kemampuan keuangan bagi pihak debitur ketika digugat pailit. Oleh sebab itu, banyak perusahaan yang sehat dari sisi keuangan, namun harus menghadapi gugatan pailit.

Apindo mencatat sekitar 95 persen pihak yang mengajukan kepailitan adalah kreditur. Menirut Hariyadi, pihak yang seharusnya bisa mengajukan kepailitan hanyalah debitur. Sebagai contoh, format pengajuan kepailitan di Filipina, yakni Philippine Airlines. Dengan pengajuan itu, perusahaan berkesempatan untuk melakukan restrukturisasi.

“Jadi pengambilan keputusan apakah ini akan dicapai kesepakatan untuk penjadwalan atau restruksi utangnya atau ditolak, kalau diterima terjadi restrukturisasi utang. Tapi kalau ditolak langsung pailit,” kata Hariyadi.

Baca Juga: Simak Nih! Tips Bisnis Sukses Gak Pakai Perang Harga

3. Moratorium PKPU tak berdampak pada EoDB

Pengusaha Minta Moratorium PKPU karena Bikin Perusahaan Rawan PailitIlustrasi Pemimpin Perusahaan. (IDN Times/Aditya Pratama)

Hariyadi pun memastikan moratorium aturan kepailitan dan PKPU tidak akan mempengaruhi penilaian kemudahan berusaha (Ease of Doing Business/EoDB) ataupun menurunkan kepercayaan investor asing, asalkan pemerintah memiliki penjelasan yang komprehensif dan memiliki kepastian waktu.

World Bank sendiri menyatakan kebijakan sementara (temporary measure) berupa moratorium dalam masa Pandemik merupakan hal yang wajar.

Dia membeberkan telah banyak negara melakukan moratorium terkait permohonan Kepailitan dan PKPU diantaranya adalah Singapura, Inggris, Jerman, Australia, Rusia, Czech Republic, Belgia, Hungaria, Belanda, Polandia, Austria, dan Yunani.

Baca Juga: Tak Sesuai Kondisi Pandemi, Aturan PKPU dan Kepailitan Dikritik

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya