Perlindungan Data Jadi Ganjalan dalam ASEAN Agreement soal E-commerce

RUU perdagangan e-commerce antar-ASEAN segera disahkan

Jakarta, IDN Times - Pemerintah dan DPR RI kembali membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Electronic Commerce atau Persetujuan ASEAN tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Persetujuan kerja sama perdagangan melalui e-commerce antara negara-negara ASEAN itu akan disahkan dalam bentuk UU. Namun, dalam proses pengesahan itu, menurut Menteri Perdagangan, Muhammad Lutfi masih ada persoalan perlindungan data yang perlu dipertimbangkan.

"Beberapa hal yang diatur dalam persetujuan ini masih sensitif bagi Indonesia dan beberapa negara ASEAN lainnya, seperti ketentuan mengatur lokasi fasilitasi komputasi, dan perlindungan data pribadi masih memiliki sejumlah policy space karena pengaturannya berdasarkan kebijakan dan peraturan negara masing-masing negara ASEAN," kata Lutfi dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI yang disiarkan virtual, Senin (23/8/2021).

Baca Juga: 7 Kebijakan Perdagangan Internasional, Mau Ekspor-Impor Wajib Tau!

1. Pemerintah menilai banyak manfaat dari persetujuan ASEAN

Perlindungan Data Jadi Ganjalan dalam ASEAN Agreement soal E-commerceIlustrasi belanja online (IDN Times/Arief Rahmat)

Meski begitu, menurut Lutfi banyak manfaat yang bisa diperoleh Indonesia apabila mengesahkan RUU tersebut. Mulai dari opsi kerja sama antara e-commerce di ASEAN, dan sebagainya.

"Upaya untuk meningkatkan nilai perdagangan barang dan jasa, daya saing pelaku usaha dalam negeri, dan memperluas kerjasama melalui pemanfaatan e-commerce di ASEAN," tutur Lutfi.

2. Nilai transaksi e-commerce di RI terus naik

Perlindungan Data Jadi Ganjalan dalam ASEAN Agreement soal E-commerceIlustrasi Belanja E-commerce (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, persetujuan itu dibahas karena melihat pesatnya pertumbuhan transaksi di e-commerce. Pemerintah memprediksi nilai transaksi e-commerce di Indonesia tahun ini akan mencapai Rp354,3 triliun, meningkat 33,11 persen per tahun dibandingkan 2020 yang hanya mencapai Rp266,2 triliun. 

Kemudian, volume transaksi e-commerce juga alami peningkatan signifikan dengan pertumbuhan 68,34 persen per tahun. Pada 2021 diprediksi volume transaksi menjadi 1,3 miliar transaksi, naik 38,17 persen dibandingkan 2020 yang hanya 925 juta transaksi.

"Perkembangan ekonomi digital kini tak dapat terbendung lagi. Arus transaksi digital sudah mulai memasuki gelombang ke-2 dan ke-3 dengan munculnya pemain-pemain di sektor baru.," ucap Lutfi.

Di sisi lain, Lutfi menambahkan negara-negara ASEAN juga telah menyadari kontribusi e-commerce cukup besar.

"Persetujuan ini juga lahir karena negara-negara ASEAN telah menyadari bahwa e-commerce telah berkontribusi dalam meningkatkan konektivitas dan kerjasama sektor di wilayah ASEAN," kata dia.

Baca Juga: Anggaran Kesehatan Lebih Kecil dari Infrastruktur di RAPBN 2022 

3. Pembahasan RUU sempat tertunda 1,5 tahun

Perlindungan Data Jadi Ganjalan dalam ASEAN Agreement soal E-commerceIlustrasi e-commerce. (IDN Times/Aditya Pratama)

Lutfi mengatakan RUU itu sudah dibahas sejak 2019. Namun, pembahasannya kembali tertunda, apalagi dengan adanya pandemik COVID-19 pada 2020 lalu.

"Proses ratifikasi ASEAN Agreement on Electronic Commerce telah melalui 2 kali rapat kerja dengan DPR RI, yaitu pada 18 November 2019 dan 30 Januari 2020. Dan 2 kali kegiatan FGD. Setelah 1,5 tahun tertunda karena mewabahnya pandemik COVID-19," kata Lutfi.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya