Profil Charlie Javice, Pendiri Startup yang Diduga Tipu JPMorgan 

Javice jual startup ke JPMorgan dengan data pelanggan palsu

Jakarta, IDN Times - Kasus pemalsuan data pengguna Frank yang didirikan oleh Charlie Javice menggemparkan dunia. Dalam kasus itu, Javice menipu JPMorgan Chace & Co atas data pengguna aplikasi Frank yang ternyata palsu.

Dilansir She The People, Rabu (18/1/2023), JPMorgan sendiri mengakuisisi Frank pada 2019. Frank adalah platform yang memberikan kemudahan pengajuan pinjaman pendidikan untuk mahasiswa. JPMorgan kemudian mengetahui Javice melakukan pemalsuan data atas jutaan pengguna Frank.

Baca Juga: Kerugian RI Imbas Pemalsuan Tembus Rp967 M, QR Code Bisa Jadi Solusi 

1. Charlie Javice sempat masuk Forbes 30 Under 30 karena dirikan Frank

Profil Charlie Javice, Pendiri Startup yang Diduga Tipu JPMorgan Pendiri Frank, Charlie Javice. (dok. Istimewa)

Charlie Javice adalah lulusan French American School of New York. Usai menyelesaikan sekolah menengahnya, Javice melanjutkan pendidikan di Wharton School, University of Pennsylvania. Dia mendapatkan gelar Bachelor of Science.

Selama menempu pendidikan di Wharton, Javice mendirikan sebuah startup bernama PoverUP, tepatnya pada tahun 2010. Platform itu didirikan dengan tujuan menyatukan pelajar, profesional, dan sarjana untuk belajar secara online yang berjalan selama 5 tahun.

Pada 2016, Javice mendirikan Frank, sebuah platform untuk membantu mahasiswa dalam proses pengajuan pinjaman.

Startup itu kemudian memicu perhatian JPMorgan, yang akhirnya mengarah pada akuisisi. Pada tahun 2019, Javice masuk dalam daftar Forber 30 Under 30 atas prestasinya.

Baca Juga: 5 Tips agar Gak Gampang Kena Penipuan di Media Sosial, Harus Teliti!

2. JPMorgan akuisisi Frank Rp2,64 triliun

Profil Charlie Javice, Pendiri Startup yang Diduga Tipu JPMorgan Ilustrasi uang kertas dolar Amerika Serikat. unsplash.com/Sharon McCutcheon

Sebelum diakuisisi, JPMorgan mendapatkan dukungan dari banyak nama besar seperti SWAT Equity Partners, Chegg, Marc Rowan dan Gingerbread Capital.

Dengan dukungan itu, Javice meyakinkan JPMorgan untuk membeli startup Frank. Saat menawarkan Frank ke JPMorgan, Javice dan Olivier Amar sebagai Chief Growth Officer Frank mengklaim bahwa aplikasi tersebut memiliki 300 ribu pengguna pada 2019, dan akan tumbuh menjadi 5 juta pengguna.

Akhirnya JPMorgan mengakuisisi Frank senilai 175 juta dolar atau sekitar Rp2,64 triliun. Dari akuisisi itu, Javice memperoleh 20 juta dolar AS atau sekitar Rp301 miliar. Selain itu, Javice diangkat sebagai Direktur Pelaksana di JPMorgan Chase.

3. JPMorgan menyadari data pengguna Frank palsu

Profil Charlie Javice, Pendiri Startup yang Diduga Tipu JPMorgan Ilustrasi JPMorgan Chase (Dok.New York Times)

Setelah akuisisi, JPMorgan meminta data pengguna Frank. Namun, Javice dan Amar selalu menolak permintaan itu, dengan alasan pelanggaran privasi pelanggan. Pada akhirnya mereka mengirimkan data ke JPMorgan Chase. Hingga pada akhirnya, diketahui semua pengguna itu palsu.

Pada akhirnya, diketahui Javice dan Amar membayar seorang profesor ilmu data di New York untuk membuat 4,6 juta akun palsu dari data beberapa pelanggan Frank.
Ditemukan bahwa Javice dan Amar telah membayar sekitar 18 ribu dolar AS atau sekitar Rp271 juta kepada seorang profesor ilmu data yang berbasis di New York untuk membuat 4,6 juta akun palsu dari data beberapa pelanggan Frank.

Tak hanya itu, Javice dan Amar juga membeli data siswa ASL Marketing seharga 105 ribu dolar AS atau sekitar Rp1,58 miliar, sekaligus menyewa jasa pihak ketiga untuk melakukan verifikasi akun para siswa ASL Marketing.

Pada tahun 2022, JPMorgan memecat Javice dan Amar. JPMorgan juga menggugat keduanya karena penipuan tersebut.

Baca Juga: Traveloka Tunjuk JPMorgan untuk Bantu IPO di Bursa AS

Topik:

  • Hana Adi Perdana
  • Jumawan Syahrudin

Berita Terkini Lainnya