Sri Mulyani Beberkan Cara RI Hadapi Krisis Keuangan Global 2008 

Krisis global 2008 tak berdampak parah pada ekonomi RI

Jakarta, IDN Times - Indonesia merupakan salah satu dari segelintir negara yang bertahan melalui krisis keuangan global 2007-2008. Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati membeberkan bagaimana Indonesia bisa menekan dampak krisis global kala itu.

"Kalau yang pertama (krisis moneter 1998) Indonesia jadi center, yang kedua Indonesia terkena imbas dan kita relatif baik bisa menahannya," ujar Sri Mulyani dalam webinar Peluncuran Buku 25 Tahun Kontan: Melintasi 3 Krisis Multidimensi, Minggu (24/10/2021).

Baca Juga: Mau Tahu Penyebab Krisis Moneter 1998? Simak deh Cerita Sri Mulyani!

1. Pemicu krisis ekonomi global 2008

Sri Mulyani Beberkan Cara RI Hadapi Krisis Keuangan Global 2008 Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (dok. Tangkapan Layar)

Dia membeberkan penyebab dari krisis global 2007-2008. Menurutnya, biang kerok dari kasus tersebut adalah kebangkrutan Lehman Brothers Holding Incorporation (LBHI), sebuah bank investasi di AS.

Singkatnya, perusahaan tersebut menawarkan KPR subprime mortgage, yakni kredit perumahan yang bisa diperoleh oleh debitur yang belum punya pengalaman kredit, bahkan tak punya pendapatan. KPR itu pun dinilai berisiko tinggi.

Namun, masalah belum selesai di situ. Kala itu, Lehman Brothers mengemas KPR tersebut menjadi instrumen derivatif dan diperdagangkan di pasar keuangan global.

"Jadi orang mau beli rumah tidak harus menunjukkan dia punya job, dia punya income. Nah orang kenapa bisa beli? Karena dia bs beli rumah yang tadinya harganya 50 ribu dolar AS, karena bubble harga rumah tinggi, dia bisa membiayai dengan harga rumah yang makin naik," ujar Sri Mulyani.

Kala itu, Bank Sentral AS, yakni Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan hingga empat kali menjadi 5,25 persen. Kondisi ini menyebabkan banyaknya debitur yang gagal bayar. Akibatnya, pasar properti AS terpukul, jutaan properti di AS pun tak terjual, dan pembangunan rumah baru anjlok 28 persen. Jumlah debitur yang gagal bayar ini sangatlah besar, sehingga Lehman Brothers bangkrut.

Baca Juga: Bank of England: Kripto Bisa Bikin Kehancuran Setingkat Krisis 2008

2. Kebangkrutan Lehman Brothers picu krisis keuangan

Sri Mulyani Beberkan Cara RI Hadapi Krisis Keuangan Global 2008 Ilustrasi depresi ekonomi. (IDN Times/Arief Rahmat)

Kebangkrutan Lehman Brothers menyebabkan nilai tukar bergejolak. Kondisi ini merembet ke berbagai negara, sehingga terjadilah krisis keuangan global.

"Kemudian waktu bubble-nya pecah, seluruh pinjaman itu ternyata dibangun dari sebuah bangunan yang sifatnya bubbling karena ekspansi moneter dan derivasi dari produk-produk yang kita tidak tahu lagi risikonya. Begitu bubble-nya burst, terjadi domino effect," sambung dia.

Di AS, indeks Dow Jones kehilangan 504 poin atau anjlok 4,4 persen karena kasus tersebut. Dampaknya di Indonesia terasa pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang anjlok 4,7 persen, sehingga turun ke level 1.719,25. Namun, kondisi itu tidak berdampak besar pada perekonomian Indonesia, karena tak ada perusahaan atau bank yang bangkrut.

"Makanya Indonesia disebut yang relatively unscathed. Kontraksi kita tidak ada, kita hanya turun sedikit di bawah 5 persen, inflasi relatif stabil, dan tidak ada perusahaan dan bank yang bertumbangan," ujar dia.

Baca Juga: Mengenal Skandal Dana BLBI, Dikemplang hingga Ratusan Triliun

3. RI belajar dari krisis moneter 1998

Sri Mulyani Beberkan Cara RI Hadapi Krisis Keuangan Global 2008 ilustrasi uang rupiah (IDN Times/Umi Kalsum)

Sri Mulyani mengatakan yang membuat Indonesia bisa menghadapi krisis keuangan global 2008 dikarenakan Indonesia belajar dari krisis moneter 1998. Dia mengatakan saat krisis global terjadi, Indonesia sudah mengubah rezim sistem nilai tukarnya menjadi floating exchange rate, dan juga melakukan reformasi kebijakan makroprudensial, salah satunya menetapkan Bank Indonesia (BI) sebagai lembaga independen.

"Lalu, macro policy-nya sebenarnya sudah prudent, jadi fiskal sudah menggunakan Undang-Undang (UU) Keuangan Negara, defisit di bawah 3 persen, utang mulai turun, monetary policy-nya independen," kata dia.

Meski begitu, kala itu, Indonesia belum maksimal dalam mengawasi perbankan. Pasalnya, BI sebagai bank sentral juga masih bertugas mengawasi perbankan.

Oleh karena itu, Indonesia kembali melakukan reformasi keuangan, yakni melahirkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan adanya OJK, BI melepas fungsi pengawasan banknya. Hal ini dilakukan karena pemerintah menyadari lembaga keuangan baik bank maupun nonbank bisa memicu pertumbuhan di negara, tapi bisa juga menyebabkan krisis seperti kasus Lehman Brothers.

"Begitu terjadi krisis yang dipicu oleh Lehman Brothers, dan yang terjadi itu di episenturum keuangan yaitu AS, spill over-nya itu menjadi ke seluruh dunia dalam bentuk kepanikan global. Nilai tukar bergerak, spike, ini sekali lagi itu memukul neraca terutama untuk highly leverage," paparnya.

"Jadi waktu itu terjemahannya adalah orang khawatir karena kita masih punya memori krisis perbankan. Dan orang khawatir apakah nilai tukar bergerak, orang khawatir apakah ada bank yang akan jatuh," lanjut Sri Mulyani.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya