Transaksi Streaming Video Naik, Tapi Keuntungannya Lari ke Asing

Transaksi streaming video meningkat drastis selama pandemik

Jakarta, IDN Times  - Selama pandemik COVID-19, transaksi streaming video di platform online media seperti Netflix, Youtube, Disney Plus Hotstar, dan lainnya meningkat drastis. Sayangnya, sebagian besar pendapatan iklan yang diperoleh dari platform-platform tersebut dinikmati pelaku usaha asing.

"Permasalahannya, meskipun peningkatannya 11 kali di saat COVID-19, langganan video online itu naik 11 kali ketika COVID-19, namun 80 persen dari digital ads-nya perginya ke platform asing," kata Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam acara Mid Year Economic Outlook yang digelar Bisnis Indonesia secara daring, Rabu (7/7/2021).

Baca Juga: Jos Banget! Netflix Cs Sudah Setor Pajak ke Negara Rp297 Miliar

1. Pemain platform streaming video sebagian perusahaan asing

Transaksi Streaming Video Naik, Tapi Keuntungannya Lari ke AsingTelkomsel hadirkan layanan Disney+ Hotstar. (IDN Times/Istimewa).

Lutfi mengatakan platform online media, khususnya yang menyediakan layanan streaming video di Indonesia didominasi milik pengusaha asing. Padahal, untuk membangun infrastruktur penunjang layanan dari platform tersebut, pemerintah Indonesia mengeluarkan yang cukup anggaran besar.

"Jadi untuk online media ini kita mengeluarkan untuk biaya infrastrukturnya luar biasa, tetapi yang main di dalam itu, Netflix, Disney, kepemilikannya asing," ujar Lutfi.

2. Ekonomi digital di Indonesia akan tumbuh pesat

Transaksi Streaming Video Naik, Tapi Keuntungannya Lari ke AsingIlustrasi ekonomi digital (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Meski pemain dari online media masih didominasi asing, namun kontributor terbesar dari ekonomi digital di Indonesia adalah e-commerce. Selain itu, masih ada kontributor lainnya yang juga memberikan pendapatan cukup besar terhadap ekonomi digital Indonesia seperti platform online travel, ride hailing, dan fintech.

Secara keseluruhan, Lutfi mengatakan ekonomi digital Indonesia akan tumbuh pesat, bahkan tumbuh 8 kali lipat di tahun 2030.

"Ekonomi digital kita terutama perdagangan e-commerce termasuk di dalam itu akan tumbuh dari Rp632 triliun pada 2020, akan naik 8 kali lipat menjadi Rp4.531 triliun," tutur dia.

Lebih rinci, nilai transaksi dari e-commerce di tahun 2019 tercatat sebesar Rp302 triliun, dan diprediksi tumbuh menjadi sebesar Rp1.908 triliun pada 2030. Kemudian untuk online travel Rp100 triliun di 2019, diprediksi tumbuh menjadi Rp575 triliun pada 2030.

Sementara itu, untuk online media seperti Netflix dan sejenisnya Rp54,7 triliun pada 2019, dan diprediksi tumbuh menjadi Rp191 triliun pada 2030. Lalu, nilai transaksi ride hailing seperti Gojek, Grab, dan sejenisnya mencapai Rp86,2 triliun pada 2019, dan diprediksi tumbuh menjadi Rp401 triliun di 2030. Begitu juga fintech yang pada 2019 menghasilkan nilai Rp81,49 triliun, diprediksi tumbuh menjadi Rp324 triliun pada 2030.

Baca Juga: Ekonomi Digital Sumbang 4 Persen PDB, Jokowi Bidik 18 Persen di 2030

3. Pertumbuhan ekonomi digital harus dinikmati anak bangsa

Transaksi Streaming Video Naik, Tapi Keuntungannya Lari ke AsingMenteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam konferensi pers rade Outlook 2021 (Dok. Kementerian Perdagangan)

Pertumbuhan ekonomi digital itu pun sudah menjadi suatu keniscayaan. Apalagi, selama pandemik ini ekonomi digital tumbuh melonjak melihat berubahnya kebiasaan masyarakat dalam bertransaksi.

Namun, pemerintah punya tantangan dalam menghadapi pertumbuhan ekonomi digital tersebut. Tantangan paling utama adalah memastikan nilai tambah dari ekonomi digital itu dihasilkan oleh anak bangsa, dan juga dinikmati oleh orang Indonesia.

"Mudah-mudahan ini nilai tambahnya mesti ada di Indonesia, mesti untuk orang Indonesia. Oleh sebab itu kita akan merancang kebijakan-kebijakan yang memastikan ini adalah dari orang Indonesia buat orang Indonesia," ucap dia.

Topik:

  • Umi Kalsum

Berita Terkini Lainnya