[WANSUS] Cerita Dirut: ASDP Terjun Kembangkan Pariwisata Lampung 

ASDP garap Bakauheni Harbour City

Jakarta, IDN Times - PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) yang mengemban tugas sebagai BUMN jasa penyeberangan, kini juga berkecimpung dalam bisnis properti untuk pengembangan kawasan wisata.

Proyek yang tengah digarap adalah Bakauheni Harbour City (BHC). Proyek yang sudah dilakukan groundbreaking sejak 27 Oktober 2021 itu pun dinyatakan sebagai salah satu proyek strategi nasional (PSN).

Pembangunan BHC bekerja sama dengan Bank Syariah Indonesia (BSI), Bank Mandiri, BRI, BNI, dan BTN. Proyek BHC mencakup pembangunan Masjid Raya BSI, Creative Hub, UMKM Center, revitalisasi Taman Budaya Siger dengan nilai investasi awal sebesar Rp45 miliar, serta pembangunan Housing Development Entrepeneur Center.

Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi mengatakan proyek tersebut ditargetkan menjadi destinasi pariwisata baru Provinsi Lampung.

Menurut Ira, keindahan laut di area BHC sangatlah luar biasa, bahkan disebut seperti Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur (NTT).

"Lautnya warnanya biru tosca, view-nya top. Kata teman kita dari NTT, seperti Labuan Bajo dari atas. Nah ini kalau bangun kota, bisa perlu waktu lama, misalnya 20 tahun. Tetapi yang kami lakukan bersama-sama BUMN lain," kata Ira dalam Ngobrol Seru by IDN Times.

Selain membahas proyek BHC, Ira juga membagikan pengalaman perjuangan perusahaan untuk tetap bisa berkinerja baik selama pandemik COVID-19 menghadang. Selengkapnya, berikut wawancara IDN Times dengan Direktur Utama ASDP, Ira Puspadewi.

Baca Juga: Cerita Bos ASDP, Pandemik Malah Bikin Perusahaan Cetak Rekor Laba

ASDP mengelola berapa penyeberangan?

[WANSUS] Cerita Dirut: ASDP Terjun Kembangkan Pariwisata Lampung PT ASDP Indonesia Ferry. (dok. ASDP)

Kita mengelola dengan anak perusahaan, ada 222 kapal di seluruh Indonesia.

 

Benarkah dulu ASDP yang pertama melayani penyeberangan di Raja Ampat?

(Tahun) 80 sekian, kita satu-satunya alat transportasi laut dari pemerintah adalah ASDP. Jadi waktu itu Raja Ampat masih kecamatan. Lalu kita mengantarkanlah ke Kabupaten dan jadi seperti ini sekarang.

Bagaimana dampak pandemik COVID-19 terhadap bisnis ASDP?

Rasanya semua terdampak, pariwisata kan nomor 1 terdampak. Kedua, industri yang terdampak adalah transportasi, karena kita kan memindahkan orang dari satu titik ke titik lain.

Nah khusus ASDP turun juga, tapi kita masih membukukan profit. Saya kira di antara BUMN yang bukan penugasan, kami mungkin satu-satunya yang masih bisa membukukan profit, dan secara likuiditas kita juga sehat. Jadi waktu pandemik kita lakukan stress test, kita mampu hidup bagaimana nih kalau misalnya income-nya 0, which is not 0. Itu kemudian kita tahu bahwa kita bisa hidup sampai 9 bulan jika pendapatannya 0. Kan gak banyak perusahaan seperti itu, nah itu yang kita jaga. Waktu itu kita ngobrol dengan teman-teman, ayo kita bagaimana.

Sikap kita nomor 1, uang itu bukan untuk dihemat, tapi spend wisely. Jadi kita tahu mana yang harus kita keluarkan, untuk apa. Itu jadi skala prioritas, itu kita susun.

Apa tantangan tersulit yang pernah dihadapi ASDP selama pandemik COVID-19?

[WANSUS] Cerita Dirut: ASDP Terjun Kembangkan Pariwisata Lampung Dermaga eksekutif Pelabuhan Bakauheni. (IDN Times/Martin L Tobing).

Yang paling sulit setiap ada PPKM pasti kan turun bisnis. Dan di situ saya selalu melihatnya begini, pandemik adalah musibah untuk semuanya. Tapi katanya justru di musibah itu kita harus melihat silver lightning-nya apa. Jadi kemudian kita jadi harus lebih pandai, lebih cerdas mengelolanya. Satu kita memprioritaskan investasi, mana yang bisa menghasilkan pendapatan lebih dekat, lebih cepat itu kita ambil. Kedua, efisiensi di segala bidang. Segala bidang itu digitalisasi secara agresif, memang sudah kita mulai sebelum pandemik.

Pas ada pandemik, kita lebih keras lagi. Hasilnya antara lain biaya operasi dengan pendapatan operasi itu kita makin lama makin turun. Terus kita juga belajar lagi, selama ini misalnya teman-teman di kapal itu targetnya pendapatan saja. Tapi sekarang sejak pandemik, kita sudah belajar semua orang mesti tahu yang namanya EBITDA (Earning Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization).

Tadinya cuma satu sisi ngomongnya pendapatan saja, tapi sekarang sudah bicara EBITDA. Dan ternyata perilaku-perilaku itu membuahkan hasil, di mana tahun 2021, yang kita baru lepas sendiri dari pandemik, kita membukukan laba paling tinggi sepanjang sejarah ASDP.

Kemudian, tahun 2022 ini kan skalanya sudah mendekati normal, dan kita sudah punya alat baru, cara bekerja baru yang lebih efisien, maka kira-kira laba tahun ini bisa mendekati hampir 2 kali lipat dari 2021 yang sudah tertinggi.

Nah tantangannya kan kemudian bagaimana kita mempertahankan perilaku yang bagus ini. Orang kadang-kadang karena ini sudah bagus, keren, sudah nyaman, nah ini gak bisa. Bagaimana kita ingin sustaining perilaku-perilaku ini, yang buat kita jadi PR yang harus kita kerjakan, harus jadi culture baru. Gak bisa cuma jadi kebiasaan yang temporer, tapi harus berkepanjangan.

ASDP turut berupaya dalam transformasi digital di tubuh BUMN. Apa tantangan terbesar bagi ASDP dalam melaksanakan hal tersebut?

[WANSUS] Cerita Dirut: ASDP Terjun Kembangkan Pariwisata Lampung Angkutan penyeberangan PT ASDP Indonesia Ferry (dok. ASDP)

Saya kira tantangan digitalisasi di mana-mana sama. Satu, perubahan saja itu kan sudah mengganggu kenyamanan. Kadang-kadang bahkan yang jelek kalau sudah nyaman kita ingin teruskan, ada kecenderungan itu. Digitalnya itu sendiri tantangan serius karena satu, orang ASDP-nya harus berubah, itu tidak mudah, tapi yang lebih sulit juga adalah bagaimana meminta pengguna jasa untuk berubah. Karena seperti Merak-Bakauheni, Ketapang-Gilimanuk sudah gak ada lagi go show kan. Nah kalau sudah gak ada go show, orang bagaimana? Mau gitu dia download apps, atau dia ke website.

Jadi, cara baru ini menuntut pengguna jasa untuk berubah juga. Nah, itu tantangannya. Tapi ya alhamdulillah bisa sih. Karena saya kira gak bisa kita berjalan mundur. Sudah digitalisasi, semacam layar sudah terbentang, gak mungkin kita mundur.

ASDP terlibat langsung dalam pembangunan Bakauheni Harbour City (BHC). Akan menjadi seperti apa proyek tersebut?

Rencananya bangun kota baru. Dan ini adalah hal yang sebenarnya mulai dari melihat potensinya ASDP, kita punya, divisi kita ada Waterfront Tourism Development, yang sudah jadi ada di Labuan Bajo. Tadinya daerah kumuh, sekarang sudah berubah banget, dan menjadi sentralnya Kota Manggarai Barat.

Titik kedua kita lakukan juga di Bakauheni Harbour City, karena setiap BUMN punya peran menjadi agent of development. Kita bukan hanya soal profit, tapi bagaimana pelayanan, dan juga bagaimana menjadi enabler pertumbuhan ekonomi sekitar. Nah, kami melihatnya seperti itu, lalu kami mengajukan ini ke pemegang saham, Pak Menteri Erick Thohir waktu itu datang dengan Pak Budi Karya, dengan Pak Wishnutama saat itu, segera melihat potensi wisata yang luar biasa.

Lautnya warnanya biru tosca, view-nya top. Kata teman kita dari NTT (Nusa Tenggara Timur), seperti Labuan Bajo dari atas. Nah ini kalau bangun kota, bisa perlu waktu lama, misalnya 20 tahun. Tetapi yang kami lakukan bersama-sama BUMN lain. Kita ingin membuat etalase di mana ada yang kita sebut taman budaya, di sini juga nanti ada community center. Kemudian masjid yang ikonik, yang bisa menampung 2.000-an jemaah.

Jadi nanti fungsi juga, karena nanti Trans Sumatra ada masjid yang cukup besar dan cantik, ada budaya Lampung juga yang ditaruh di arsitekturnya. Kemudian ada juga nanti Krakatau, ini rencananya Lebaran 2023 sudah on. Dan Krakatau Park ini miliknya Jatim Park. Jadi mereka invest di situ. Kita tahu Jatim Park, mungkin theme park terbagus yang ada di Indonesia. Dan ini adalah project pertama mereka di luar Pulau Jawa.

ASDP membuka peluang kolaborasi tak hanya dengan BUMN, tapi juga dengan swasta?

Sangat. Ini ada tanah banyak, ada 180-an hektare. Kita dengan senang hati, welcoming investor yang berniat sama-sama membangun Lampung bagian selatan.

 

Ke depan, proporsi pendapatan bisnis penyeberangan dengan pendapatan dari pengembangan bisnis properti kira-kira bagaimana?

Kita core business-nya masih penyeberangan. Bahkan properti yang memegang bukan ASDP, tapi anak perusahaan. Saya melihat proporsi masih akan sangat besar di penyeberangan, karena itu memang DNA-nya kita betul. Tapi eventually nanti akan lebih besar. Dan saya melihat mungkin 10 tahun dari sekarang bisa jadi 30-an persen dari properti.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya