Awas! Ada Aplikasi Fintech Asal China yang Agresif Saat Tagih Utang 

Mengerikan, ada fintech yang bisa akses kontak di ponsel

Jakarta, IDN Times - Financial technology (fintech) merupakan hasil penggabungan antara jasa keuangan dengan teknologi yang menyebabkan perubahan model bisnis dan metode pembayaran dari konvensional menjadi lebih modern (digital). Namun, ada sisi gelap dari jasa fintech ini yang perlu kamu waspadai

Dengan fintech, transaksi jual-beli atau pinjam-meminjam tidak perlu bertatap muka satu sama lain. Transaksi-transaksi itu pun dapat dilakukan dengan waktu yang singkat karena adanya teknologi.

Indonesia juga sudah membuka jalan bagi perusahaan-perusahan fintech yang menawarkan pinjaman online untuk masyarakatnya yang membutuhkan pinjaman cepat. Namun, ternyata gelombang perusahaan pemberi pinjaman asal China ini mulai mengkhawatirkan regulator Indonesia karena semakin banyaknya perusahaan yang tidak terdaftar dan melakukan tindak penagihan utang dengan cara yang agresif, demikian dikutip dari situs Reuters.

Juru bicara Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sekar Putih Djarot mengimbau agar hati-hati dalam memilih fintech. "Pastikan dulu legalitas dari penyelengara layanan fintech P2P (peer to peer)," kata Sekar kepada IDN Times, Senin (1/10). 

Informasi mengenai fintech yang bisa dipercaya, kata dia, dapat diakses di website OJK atau menghubungi layanan Kontak OJK 157. "Kemudian kami juga mengimbau agar pelaku transaksi memahami kewajiban, hak dan risiko terkait transaksi tersebut," jelasnya.

1. Fintech bisa mengakses kontak nomor telepon yang tersimpan di handphone pengguna

Awas! Ada Aplikasi Fintech Asal China yang Agresif Saat Tagih Utang pixabay.com/TeroVesalainen

Kepada Reuters, empat orang Indonesia yang gagal membayar pinjaman tepat waktu mengatakan bahwa perusahaan fintech asal China itu bisa mengakses daftar kontak telepon yang tersimpan di telepon genggamnya dan mulai menelpon nomor-nomor tersebut.

Rupanya, perusahaan-perusahaan fintech menggunakan aplikasi yang dapat diunduh calon peminjam di smartphone-nya. Untuk menggunakan aplikasi tersebut ada beberapa syarat dan ketentuan yang harus disetujui oleh pengunduh sebelum melakukan peminjaman, salah satunya adalah menyetujui akses kontak yang tersimpan.

Salah satu dari mereka, Nesika Yustines yang berprofesi sebagai seorang sekretaris di area Tangerang mengaku terkejut bahwa penagih utang berulang kali menghubungi bosnya untuk membayar hutang beserta bunga 20 persen dalam waktu seminggu.

“Mereka menagih bayaran kepada atasan saya, dan juga pacar saya. Ini memalukan karena seolah-olah mereka adalah penjamin atas pinjaman saya,” kata Nesika.

Hendrikus Passagi, pengawas fintech dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengatakan bahwa beberapa peminjam bahkan sampai kehilangan pekerjaannya karena hal tersebut.

2. Banyaknya perusahan pinjaman yang ilegal di Indonesia

Awas! Ada Aplikasi Fintech Asal China yang Agresif Saat Tagih Utang pixabay.com/EmAji

Pihak berwenang dari Indonesia memandang bahwa perusahaan-perusahaan pemberi pinjaman yang masuk dapat menjadi solusi untuk menutupi kekurangan anggaran negara terhadap bantuan untuk individu atau usaha-usaha kecil yang membutuhkan modal. Sebanyak 64 perusahaan fintech yang terdaftar, mencairkan US$534 juta dari Januari hingga akhir Juli 2018. Hal ini membuat sektor fintech ini terus berkembang pesat.

Tetapi, terlepas dari upaya pemerintah Indonesia, dengan bantuan dari Google, memblokir aplikasi dan situs web yang pemberi pinjaman yang ilegal, masyarakat (peminjam) mengatakan masih banyak aplikasi atau situs ilegal yang beroperasi dan menuntut bayaran. 

Uang Express, satu dari 200 platform asal China yang sudah diblokir karena tidak mendaftar kepada pemerintah dan melanggar undang-undang. Aplikasinya sudah diunduh sebanyak 100 ribu kali di Google Play Store sebelum akhirnya dihapus.

Baca Juga: Mau Bisnis Fintech? Simak 3 Saran dari Mantan Menkeu Ini

3. Masih ada platform China yang terpercaya

Awas! Ada Aplikasi Fintech Asal China yang Agresif Saat Tagih Utang pixabay.com/TheDigitalArtist

Pihak regulator Indonesia menekankan bahwa tidak semua perusahaan fintech asal China itu tidak dapat dipercaya. Passagi mengatakan bahwa masih ada kreditur asal China yang baik, dan yang terdaftar dalam pasar saham cenderung lebih transparan.

Hexindai Inc., adalah sebuah perusahaan peminjaman online yang berbasis di Beijing dan sudah terdaftar dalam NASDAQ. Perusahaan ini telah mengakuisisi 20 persen saham ekuitas di Musketeer Indonesia untuk melakukan ekspansi internasionalnya. Seorang juru bicara dari Hexindai berkata bahwa mereka tidak menyetujui "metode penagihan uang dengan ganas".

Baca Juga: OJK Terbitkan Aturan untuk Payungi Industri Fintech

Topik:

  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya