[WANSUS] Cara Memutus Rantai Generasi Sandwich ala Lifepal

Generasi Sandwich seperti sulit dihilangkan

Jakarta, IDN Times - Kehidupan seseorang tidak lepas dari aspek penting bernama keluarga. Meski telah hidup mandiri terkadang seseorang masih harus bertanggung jawab atas kebutuhan orangtua maupun adiknya. Generasi ini biasanya dikenal sebagai generasi sandwich.

Secara umum, generasi sandwich merupakan generasi yang bertanggung jawab mengurusi generasi di atas dan di bawahnya, sekaligus memenuhi kebutuhannya sendiri. Adapun generasi di atas generasi sandwich adalah orang tua dan mertua. Sedangkan generasi di bawah generasi sandwich adalah anak, adik, atau keponakan.

Pembahasan mengenai generasi sandwich memang selalu menarik untuk dibahas. IDN Times, mengupas tuntas tentang generasi ini bersama CEO dan Co-Founder Lifepal, Benny Fajarai dalam Ngobrol Seru bareng IDN Times dengan tema 'Memutus Rantai Sandwich Generation'. Berikut petikan wawancaranya:

Apa sih sebenarnya generasi sandwich?

[WANSUS] Cara Memutus Rantai Generasi Sandwich ala LifepalIDN Times/Rizka Yulita & Anjani Eka Lestari

Ini istilah yang baru populer belakangan ini juga. Fenomenanya bukan sesuatu yang langka. Ini kan generasi yang saat ini memiliki beban mengurus anak--generasi berikutnya dan juga generasi sebelumnya yaitu orangtua. Beban ini biasanya dikaitkan dengan beban finansial ya. Karena usia yang jauh ini, anak belum produktif tapi orangtua juga sudah tidak produktif, jadi kita harus membiayai orangtua dan anak.

Sebenarnya dari dulu juga begitu kan ya. Apalagi orang Asia. Bukankah itu sesuatu yang wajar? Nah, cuma kalau kita perhatikan dari generasi orangtua kita, KB digalakkan, pemerintah meng-encourage dua anak cukup lewat program KB, tapi kenyataannya beberapa orangtua kita punya saudara, bisa empat, bisa lima. Semakin ke sini jumlah anak kan berkurang jauh.

Kalau lihat data di tahun 2020 per keluarga hanya memiliki anak 2,4 orang saja. Kalau jaman dulu bisa 4, dan dulunya ini tidak terlalu banyak dibahas karena beban di-share dengan beberapa anak. Untungnya ada beberapa anak bisa mapan sehingga bisa berkontrinbusi lebih besar meringankan keluarga tersebut.

Ditambah sekarang usia menikah sudah semakin tua nih, kalau dulu mungkin usia 20-an awal sudah pada menikah, sudah memutuskan punya anak sekarang tinggal di kota besar, biaya menghidupi keluarga semakin mahal, semakin banyak orang yang memutuskan memiliki anak atau menikah di usia yang lebih tua. Mungkin dia akhir 20-an atau akhir 30-an malah. Artinya jarak anak dan orang tua itu, semakin besar gapnya dan akan ada masa yang cukup berat kita di usia 40-50 tahun, anak belum bekerja tapi orang tua sudah tidak lagi bekerja atau tidak produktif.

Datanya yang dirilis IDN, di Indonesia sendiri ada usia 35-50 tahun ada 46 juta orang saat ini, 17 persen populasi Indonesia, inilah yang dikategorikan sandwich generation. asumming mereka punya anak dan orang tuanya masih hidup.

Apa iya, bisa lebih lama nikah karena kita sandwich generation?

[WANSUS] Cara Memutus Rantai Generasi Sandwich ala LifepalIDN Times/Alfisyahrin Zulfahri Akbar

Kalau kita lihat dari sisi, mencoba mengeneralisir statement itu benar. Sekarang itu medium income kita itu tumbuh besar sekali. Artinya secara umum pendapatan meningkat, tapi terimpit kebutuhan dan gaya hidup. Yang tadinya kebutuhan A, B, C, D, E sekarang sudah ada G, H, I dan sebagainya.

Ditambah lagi, dulu orang di 20 tahun awal sudah siap menikah dan siap punya anak. Berdasarkan scoop kebutuhan saat itu sudah siap, sekarang sudah tidak lagi cukup. Sekarang mungkin biaya sekolah mahal, biaya kesehatan mahal, ditambah juga orang mulai aware pentingnya persiapan finansial. Tidak, kita serahkan saja rezekinya. Orang sekarang sudah aware, hitung-hitungan, belum saatnya kalau mapan.

Baca Juga: 5 Tips Memutus Rantai Generasi Sandwich, Agar Gak Jadi Beban Buat Anak

Faktor kondisi ekonomi keluarga mempengaruhi perubahan keputusan itu?

[WANSUS] Cara Memutus Rantai Generasi Sandwich ala LifepalIlustrasi Keuangan (IDN Times/Arief Rahmat)

Sangat. sekali! Artinya kalau dilihat middle class itu kan in average, mereka itu memiliki pendapatan saat ini cukup tapi tidak berlimpah untuk terbebas dari masalah ketika anggota keluarga itu terus bertambah kan. Pendapatan atau penambahan penghasilan keluarga itu atau indvidu yang membiayai, mungkin tidak secepat bertumbuhnya anggota keluarga, dalam kasus ini anak.

Makanya penting membuat keputusan menambah keluarga. Hari ini ambah anak satu, tambah anak dua. Banyak anak banyak rejeki tapi perlu anggaran juga kan. Tapi (omongan) itu ada benarnya. Itu kalau arahkan kita jadi lebih semangat. Jadi banyak rezeki juga, karena ada tujuan yang dikejar.

Dengan banyaknya hambatan keuangan, gimana generasi sandwich mencapai goals-nya?

[WANSUS] Cara Memutus Rantai Generasi Sandwich ala LifepalIDN Times/Rizka Yulita & Anjani Eka Lestari

Pada akhirnya pada hidup kita punya tujuan finansial. Orang mau sukses, tapi ini perlu didefinisikan, karena kita harus clear soal tujuan finansial. Artinya perlu dipecahkan seperti apa aja dan sespesifik mungkin. Contoh misalnya definisi sukses, mapan, dan stabil saya memiliki rumah cukup untuk keluarga, punya kendaraan misalnya mobil.

Saya mau nikah sederhana, saya mau berangkatkan kelaurga haji. Nah kayak gitu cukup spesifik. Dari situ, bisa hitung butuh duit berapa. Maka kita tahu harus menghematkah, menabungkah, investasikah.

Contoh, goals-nya adalah memberangkatkan orang tua untuk ibadah haji. Perlu antri 10-20 tahun terus kita harus bayar di awal sekitar.. kita simulasikan, kita sisihkan setiap bulan selama beberapa tahun Rp300 ribu disiplin untuk haji, nanti ada lagi pos lain. Semakin kita kompres perencanaan lebih awal, semakin sedikit juga risiko karena kita perencanaan di awal.

Baca Juga: Mengenal Generasi Sandwich, Apakah Kamu Salah Satunya?

Perlu dana darurat?

[WANSUS] Cara Memutus Rantai Generasi Sandwich ala LifepalIlustrasi Keuangan (IDN Times/Mardya Shakti)

Jangan lupa paling dasar dana darurat. duit yang cair, artinya tidak boleh dalam bentuk investasi yang tidak bisa dicairkan atau tidak stabil. tidak boleh di saham, emas, atau benda investasi riil aset lainnya, harus bentuk uang cair. Mentok pun dimasukkan deposito. Duit ini harus cukup membiayai kebutuhan pokok tiga hingga enam bulan.

Dana darurat dibutuhkan banget kalau istilahnya something bad happen, misalnya lagi oke-okenya di 2019 akhir, semunya positif, eh tau taunya ada corona. Bisnis harus tutup tiga bulan karena PSBB, nah itu adalah dana darurat yang perlu disiapkan sebelumnya. Itu dasar dulu sebelum nabung dan investasi lainnya.

Berlaku juga untuk pekerja informal atau gaji di bawah UMR? Namanya perencana keuangan tidak ada silver bullet atau aturan berlaku setiap orang. Kalau untuk mereka yang pas pasan, masih dalam bertumbuh secara penghasilan, atau gaji masih UMR, aturannya itu begini: 

Kalau penghasilan kita sekian, gaya hidup kita harus menyesuaikan sekian juga. Tidak bisa (gaya hidup) lebih extravaganz atau punya prioritas lebih lagi dibanding penghasilan kita, sampai kita ada cara untuk meningkatkan penghasilan itu dengan bekerja sambilankah, bisniskah.

Artinya kalau dana darurat berdasarkan pengeluaran, maka yang gaji UMR punya basic pengeluaran mereka. Maka mereka harus memprioritaskan mana nih biar mencicil tabungan itu sehingga dana darurat aman. Setelah aman teruskan kebiasaan itu sehingga sisa cash flow bisa dipakai untuk nabung atau investasi.

Lalu, yang UMR cuman bisa menabung mungkin Rp100 ribu atau mentok-mentok 10 persen atau Rp400 ribu dari gajinya, ya ga masalah karena itu harus dibiasakan. Kalau tidak habit itu gak akan diteruskan saat penghasilan bertambah juga dan mereka tidak akan pernah keluar dari cycle itu.

Bagimana membagi penghasilan dengan bijak buat generasi sandwich yang gajinya pas-pasan?

[WANSUS] Cara Memutus Rantai Generasi Sandwich ala LifepalIlustrasi penghasilan (IDN Times/Arief Rahmat)

Kita sering denger teori seperti itu. Ada teori mengatakan 50 persen untuk kebutuhan, 30 persen untuk cicilan atau kewajiban, 20 persen lagi untuk investasi. Tapi saya bilang tadi itu, aturan yang dibuat sebagai generalisasi. Itu dibuat oleh orang bule untuk gaya hidup mereka. Aturan itu tidak berlaku di asia terutama untuk yang gaji Rp2,5 juta.

Nah, yang pertama kali perlu didisiplinkan adalah mengurangi keinginan yang tidak krusial ya, sehingga porsi yang seharusnya ditabung, ditabung dan tidak digunakan untuk hal konsumtif sifatnya keinginan bukan kebutuhan.

Ada yang bilang bagaimana kalau kebutuhan saya sudah pas banget? Kita evaluasi apakah gaya hidup kita sesuai dengan penghasilan kita. Ada yang bilang gaji saya Rp2,5 juta, Rp1,5 juta sudah habis buat kosan karena dekat dengan kantor. Itu sesuatu yang salah tuh, jangan sampai tempat tinggal cost-nya menghabiskan lebih dari setengah dari gajinya.

Berarti harus mengubah gaya hidup. Kalau sudah kurangin, masih ga cukup juga, kita kurangi gaya hidupnya, kita segera keluar dari siklus itu, menambah penghasilan tentunya, dan lain sebagainya.

Baca Juga: Cara Atur Keuangan Generasi Sandwich supaya Goals Tetap Tercapai

Perlu gak berutang?

[WANSUS] Cara Memutus Rantai Generasi Sandwich ala Lifepal(Ilustrasi utang) IDN Times/Arief Rahmat

Tidak selamanya buruk, asalkan bisa dilunasi dan digunakan untuk hal-hal produktif. Contohnya gaji Rp2,5 juta kita buat kredit motor, nah ditanya dulu buat apa? Kalau untuk sesuatu yang produktif itu yang baik. Tapi kalau untuk kredit belanja online, beli HP baru, atau sekarang banyak kredit yang lebih konsumtif lagi itu tidak disarankan.

Jangan sampai cicilan melebihi 35 persen dari penghasilan kita. Karena kalau something happen, corona itu sudah membuktikan things can happen, bisa mengganggu keuangan kita.

Bagaimana memutus rantai generasi sandwich?

[WANSUS] Cara Memutus Rantai Generasi Sandwich ala LifepalIDN Times/Febriyanti Revitasari

Pertama adalah bagaimana kita mempersiapkan diri dan mengurangi dampak finansial ketika kita sadar memiliki potensi menjadi sandwich generation. Langkah pertama,pastikan secara keuangan sehat. Cash flow positif, tidak memiliki utang terlalu besar, dan pastikan dana darurat itu ada dan siap untuk hal tidak diduga.

Kedua disiplin menabung dan berinvestasi, mempersiapkan tujuan yang berbeda-beda dan pastikan risikonya sesuai kemampuan.

Ketiga pastikan orangtua kita mempunyai asuransi kesehatan atau BPJS Kesehatan. Karena setelah usia 70 tahun asuransi swasta mungkin akan sulit mencari yang bisa meng-cover orangtua kita.

Keempat kita harus pastikan jika kita tanggungan anak dan orangtua kita harus memiliki asuransi jiwa, setidaknya cukup sampai anak kita hingga mapan nanti dan sampai orangtua meninggal dunia dan tidak lagi jadi tanggung jawab kita.

Kelima pastikan kita punya dana pensiun dan merencanakan diri menabung untuk dana pensiun itu sehingga bisa memutus rantai generasi sandwich ini.

Baca Juga: 5 Langkah Biar Kamu Gak Jadi Generasi Sandwich

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya