Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Perdata, Begini Ketentuannya

Berbeda dengan pembagian harta warisan secara Islam

Jakarta, IDN Times - Salah satu masalah yang kerap memicu keretakan dalam keluarga adalah harta warisan. Yup, harta peninggalan orangtua ini sering kali jadi rebutan. Karena itu ada hukum khusus yang mengatur pembagian harta warisan.

Di Indonesia setidaknya ada tiga hukum yang mengatur harta warisan, yaitu hukum Islam, hukum perdata, dan hukum adat. Kali ini, IDN Times akan membahas bagaimana ketentuan dan cara menghitung harta warisan secara hukum perdata untuk anggota keluarga seperti dilansir Lifepal.co.id.

1. Aturan harta warisan menurut hukum perdata

Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Perdata, Begini KetentuannyaIlustrasi investasi (IDN Times/Sukma Shakti)

Hukum warisan terdapat di Pasal 830 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) atau populernya disebut hukum waris perdata barat. Dalam pasal tersebut ditegaskan pembagian harta warisan baru bisa dilakukan setelah terjadi kematian.

Jadi, kalau pemilik harta masih hidup, harta yang dimilikinya tidak dapat dialihkan melalui pengesahan prosedur atau ketentuan waris.

Baca Juga: Cara Hitung Pembagian Harta Warisan Berdasarkan Hukum Islam

2. Siapa yang berhak dan tidak berhak menerima harta warisan?

Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Perdata, Begini KetentuannyaIlustrasi Keluarga (IDN Times/Mardya Shakti)

Pasal 832 menyebutkan orang-orang yang berhak menjadi ahli waris, yaitu:

  • Golongan I: keluarga yang berada pada garis lurus ke bawah, yaitu suami atau istri yang ditinggalkan, anak-anak, dan keturunan beserta suami atau istri yang hidup lebih lama.
  • Golongan II: keluarga yang berada pada garis lurus ke atas, seperti orang tua dan saudara beserta keturunannya.
  • Golongan III: terdiri dari kakek, nenek, dan leluhur.
  • Golongan IV: anggota keluarga yang berada pada garis ke samping dan keluarga lainnya hingga derajat keenam.

Walau begitu, tetap ada ketentuan yang menjadikan suatu pihak dinyatakan sebagai ahli waris atau dicoret sebagai ahli waris.

Pihak yang menjadi ahli waris secara alami

  1. Mereka yang ditunjuk sesuai undang-undang, antara lain suami/istri, anak, kakek/nenek, dan lainnya sebagaimana termasuk dalam Golongan I hingga Golongan IV. Hak ini disebut dengan ab intestato.
  2. Pihak yang ditunjuk secara khusus sebagai ahli waris sesuai isi wasiat milik pewaris. Umumnya disebut surat wasiat, surat ini tetap perlu disahkan oleh notaris. Hak ini disebut dengan testamenter.
  3. Anak yang masih berada di dalam kandungan. Walau belum dilahirkan, statusnya bisa disahkan langsung sebagai ahli waris jika diperlukan. Hak ini diperkuat oleh ketentuan Pasal 2 KUHPerdata.

Pasal 838 KUHPerdata menyatakan pihak-pihak yang akan dicoret sebagai ahli waris jika melakukan tindakan kriminal seperti berikut.

  1. Melakukan pencegahan untuk mengesahkan atau mencabut surat wasiat.
  2. Memalsukan, merusak, atau menggelapkan keberadaan surat wasiat.
  3. Berupaya membunuh atau telah membunuh pewaris.
  4. Terbukti bersalah berusaha merusak nama baik pewaris.

3. Pembagian dan cara menghitung harta warisan serta hak yang dimiliki ahli waris

Pembagian Harta Warisan Menurut Hukum Perdata, Begini KetentuannyaIlustrasi harta (IDN Times/Sukma Shakti)

Berikut ini adalah cara hitung pembagian harta warisan menurut KUH Perdata.

  1. Suami atau istri dan anak-anak yang ditinggal mati pewaris mendapat seperempat bagian.
  2. Kalau pewaris belum punya suami atau istri dan anak, hasil pembagian warisan diberi ke orangtua, saudara, dan keturunan saudara pewaris sebesar seperempat bagian.
  3. Kalau pewaris gak punya saudara kandung, harta warisan dibagi ke garis ayah sebesar setengah bagian dan garis ibu sebesar setengah bagian.
  4. Keluarga sedarah dalam garis atas yang masih hidup berhak menerima warisan sesuai dengan ketentuan yang besarannya setengah bagian.

Dengan kata lain, urutan ahli waris ini dibuat berdasarkan asas prioritas. Selama Golongan I masih hidup, maka Golongan II tidak sah untuk menerima warisan di mata hukum. Begitu juga selanjutnya, baru setelah Golongan I dan II gak ada, maka Golongan III yang berhak menerima warisan.

Ada juga loh hak-hak yang dimiliki ahli waris. Jadi, setelah keberadaan ahli waris dapat dipastikan dan disahkan, maka timbullah hak-hak bagi para ahli waris tersebut, yaitu:

  • Para ahli waris dapat mengusulkan pemisahan harta warisan yang telah dibagikan. Berdasarkan Pasal 1066 KUHPerdata, hal ini dapat direalisasikan lima tahun setelah harta waris dibagikan. Namun, hal ini gak wajib dan hanya bersifat kesepakatan internal di antara para ahli waris dengan mengikuti ketentuan hukum yang sah.
  • Suatu pihak dinyatakan secara alami sebagai ahli waris yang sah yang mana berhak menerima semua hak warisan berupa harta benda dan piutang dari pewaris. Namun, sesuai Pasal 833 KUHPerdata, ahli waris tersebut memiliki hak saisine, yaitu hak untuk mempertimbangkan atau menolak menerima warisan.
  • Ahli waris berhak meminta penjelasan atau rincian terkait warisan yang diterimanya. Bentuknya bisa dalam pembukuan yang berisi jenis-jenis hak, kewajiban, utang, dan/atau piutang dari pewaris. Permintaan ini adalah bagian dari hak beneficiary sesuai Pasal 1023 KUHPerdata.
  • Ahli waris pertama berhak untuk menggugat ahli waris kedua atau pihak terkait lainnya yang menguasai harta warisan yang menjadi bagian dari hak ahli waris pertama. Hal ini disebut dengan hak hereditas petitio yang diperkuat oleh Pasal 834 KUHPerdata.

Gimana, sekarang sudah punya referensi tentang pembagian warisan keluargamu kan?

Baca Juga: 7 Tips Penting Mengatur Keuangan ala Raditya Dika, Finansial Terjamin!

Topik:

  • Dwi Agustiar
  • Anata Siregar
  • Bella Manoban

Berita Terkini Lainnya