Bio Farma Bakal Produksi Oseltamivir, Rupiah Terbang ke Level 14.700 

Arus modal asing kembali masuk ke dalam pasar dalam negeri

Jakarta, IDN Times - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dalam perdagangan sore ini ditutup menguat  35 poin di level 14.700 dari penutupan sebelumnya di level 14.735. Dalam perdagangan besok, rupiah diprediksi akan dibuka menguat.

"Sekitar 10-40 poin di level 14.670-14.730," ujar Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan tertulis, Senin (21/9/2020).

1. Pasar optimistis terhadap rencana produksi Oseltamivir untuk bantu pasien COVID-19

Bio Farma Bakal Produksi Oseltamivir, Rupiah Terbang ke Level 14.700 Presiden Joko Widodo tiba di PT Bio Farma (Persero) Bandung untuk meninjau fasilitas produksi dan pengemasan Vaksin COVID-19, Selasa (11/8/2020) (Dok. Biro Pers Kepresidenan)

Pemerintah melalui PT Bio Farma di bulan September ini akan memproduksi sebanyak 4,2 juta tablet Oseltamivir. Obat ini digunakan untuk terapi penyembuhan pasien COVID-19 di dalam negeri dan didistribusikan ke rumah sakit-rumah sakit rujukan COVID-19. Namun, obat itu tidak dijual bebas lantaran jumlah terbatas dan memerlukan resep dokter untuk mengonsumsinya.

"Pasar optimis tablet Oseltamivir bisa menekan dan membantu menyembuhkan pasien COVID-19. Wajar kalau arus modal asing kembali masuk ke dalam pasar dalam negeri karena Indonesia secara fundamental masih cukup kuat ekonominya. Ini bisa dilihat dari transaksi valas, obligasi dan SUN di perdagangan DNDF," ungkapnya.

Baca Juga: Suku Bunga Acuan Tetap 4 Persen, Rupiah Menguat di Level 14.832

2. The Fed tidak menaikkan suku bunga hingga 2023

Bio Farma Bakal Produksi Oseltamivir, Rupiah Terbang ke Level 14.700 Ilustrasi dolar AS ( ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Selain itu, penguatan rupiah juga dipengaruhi Bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed) saat mengumumkan kebijakan moneter. The Fed menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga hingga tahun 2023, sementara program pembelian aset (quantitative easing/QE) masih akan dilakukan dengan nilai yang sama seperti saat ini. Artinya, tidak ada stimulus tambahan dari bank sentral paling powerful di dunia tersebut.

"Pasar mengalihkan fokus mereka ke Ketua Fed Jerome Powell, yang dijadwalkan tampil di depan Kongres AS akhir pekan ini, untuk panduan lebih lanjut tentang pendekatan Fed terhadap inflasi. Anggota komite Fed lainnya, termasuk Charles Evans, Raphael Bostic, Lael Brainard, James Bullard, Mary Daly dan John Williams, juga dijadwalkan untuk menyampaikan pidato," kata Ibrahim.

Sementara itu dari pemerintah, Presiden AS Donald Trump, mengindikasikan stimulus yang lebih besar dari 2 triliun dolar AS. Meski demikian, Partai Republik dan Partai Demokrat masih belum sepakat akan besarnya stimulus tambahan yang akan digelontorkan.

3. Inggris berada di titik kritis pandemik COVID-19

Bio Farma Bakal Produksi Oseltamivir, Rupiah Terbang ke Level 14.700 Ilustrasi London Bridge, London, Inggris (IDN Times/Anata)

Faktor eksternal lain, Inggris tengah mempertimbangkan penguncian nasional baru. Salah satu penasihat medis utama pemerintah Inggris memperingatkan kalau negara itu berada di titik kritis pandemik COVID-19 menjelang musim dingin yang sangat menantang.

Sebagai informasi, kasus COVID-19 di Inggris tengah meningkat dan Perdana Menteri Boris Johnson menyebutnya sebagai gelombang kedua virus corona. Pembatasan sosial pun diberlakukan di sebagian besar wilayah negara dan London rencananya akan menyusul.

Menurut Johnson, pembatasan nasional akan menimbulkan bencana bagi ekonomi. Namun, Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock menolak mengesampingkannya dan mengatakan otoritas akan rapat untuk memutuskan cara terbaik untuk menangani peningkatan kasus COVID-19 di London.

Baca Juga: Hadapi Gelombang Kedua COVID-19, Inggris Bakal Kembali Lockdown

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya