Rupiah Melemah di Level 14.779, Imbas Kontraksi Penjualan Ritel 

Daya beli masyarakat juga masih melemah

Jakarta, IDN Times - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah 34 poin di level 14.779 dari penutupan sebelumnya di level 14.745. Dalam perdagangan besok, rupiah diprediksi masih akan berfluktuatif.

"Kemungkinan ditutup melemah antara 20-60 poin di level 14.750-14.850," ujar Direktur PT. TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan tertulis, Rabu (9/9/2020).

1. Indeks Penjualan Ritel masih terkontraksi

Rupiah Melemah di Level 14.779, Imbas Kontraksi Penjualan Ritel Ilustrasi Supermarket (IDN Times/Anata)

Ibrahim menjelaskan, pelemahan rupiah salah satunya dipengaruhi Indeks Penjualan Ritel (IPR). Bank Indonesia melaporkan IPR terkontraksi 12,3 persen pada Juli 2020 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year).

"Penjualan ritel belum bisa lepas dari kontraksi selama delapan bulan beruntun," jelasnya.

Bahkan, pada Agustus 2020 BI memperkirakan penjualan ritel masih turun dengan kontraksi IPR 10,1 persen yoy. Dengan demikian, rantai kontraksi penjualan ritel kian panjang menjadi sembilan bulan berturut-turut.

"Kabar baiknya, kontraksi penjualan ritel terus melandai. Sejak menyentuh 'kerak neraka' pada Mei 2020, laju penurunan IPR berangsur menipis," sambung Ibrahim.

Berdasarkan laporan BI, perbaikan penjualan diperkirakan terjadi pada hampir seluruh kelompok komoditas yang disurvei, dengan penjualan pada kelompok Makanan, Minuman dan Tembakau mengalami kontraksi paling rendah, dengan pertumbuhan sebesar minus 1,9 persen yoy. Hal itu sejalan dengan peningkatan daya beli masyarakat dan implementasi Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB).

Baca Juga: Genjot Pertumbuhan Ritel, PT Sarinah Akan Gelar Bazar 

2. Daya beli masyarakat masih lemah

Rupiah Melemah di Level 14.779, Imbas Kontraksi Penjualan Ritel Ilustrasi Pasar (Antara/Livia Kristianti)

Ibrahim mengatakan, daya beli masyarakat boleh membaik, tetapi sepertinya masih lemah. Ini tercermin dari laju inflasi inti yang semakin menukik. Inflasi inti, yang merupakan kelompok barang dan jasa yang harganya susah bergerak, menjadi penanda kekuatan daya beli.

"Ketika harga barang dan jasa yang 'bandel' saja bisa turun, itu artinya permintaan memang betul-betul lemah. Pada Agustus 2020, inflasi inti Indonesia tercatat 2,03 persen yoy. Ini adalah yang terendah setidaknya sejak 2009," ungkapnya.

3. Pandemik COVID-19 di Indonesia masih mengkhawatirkan

Rupiah Melemah di Level 14.779, Imbas Kontraksi Penjualan Ritel Ilustrasi tes usap atau swab test. IDN Times/Bagus F

Di samping itu, lanjutnya, penyebaran pandemik virus corona di Indonesia terus mengkhawatirkan, terutama di DKI Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan dengan gamblang mengatakan kondisi saat ini sangat mengkhawatirkan sehingga harus tanggap dengan paket kebijakan yang akan dikeluarkan walaupun kondisi keuangan terus menipis akibat masa PSBB transisi yang terus diperpanjang.

Di sisi lain, kata Ibrahim, pemerintah harus bisa mengimbangi dengan fasilitas kesehatan yang dimiliki. Jumlah kasus yang tidak terkendali akan berdampak pada penanganan dan fasilitas kesehatan milik pemerintah.

"Kenapa mengkhawatirkan? Karena kapasitas rumah sakit ada batasnya. Bila jumlah yang membutuhkan perawatan makin banyak, di atas kemampuan kapasitas rumah sakit dan jumlah tenaga medis yang terbatas, ini merupakan masalah besar dan mengkhawatirkan," ujar dia.

Baca Juga: Mendag Ancam Tutup Ritel yang Tidak Patuh Protokol Kesehatan

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya