Marak Fintech Bodong, Yuk Kenali 5 Cirinya Menurut OJK!
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Dewasa ini perusahaan teknologi keuangan atau financial technology (fintech) penyedia jasa pinjaman secara online (peer to peer lending) sedang digandrungi oleh masyarakat, terutama bagi masyarakat yang sedang membutuhkan pinjaman dana atau modal usaha secara cepat.
Hal tersebut tentu menjadi ladang bisnis bagi para pengusaha di bidang startup untuk membuat sebuah platform fintech P2P Lending.
Selain untuk membantu masyarakat, layanan ini juga mendatangkan penghasilan yang cukup besar. Sayangnya, beberapa fintech P2P Lending diduga tidak menaati aturan yang telah dikeluarkan oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Dari pelanggaran penagihan sampai pelecehan seksual yang dilakukan oleh debt collector.
Agar kejadian tersebut tidak terulang kembali, OJK memberikan 5 ciri-ciri fintech bodong yang wajib diketahui oleh masyarakat. Berikut 5 ciri tersebut.
1. Identitas perusahaan dan pengelola tidak jelas
Biasanya sebuah perusahaan di bidang apapun itu pasti akan memberikan identitas perusahaannya. Hal tersebut bertujuan agar diketahui seluruh masyarakat, mulai dari alamat kantor sampai struktur organisasi perusahaan. Namun, beda halnya dengan perusahaan yang sudah sejak awal mempunyai niat buruk atau ingin melakukan penipuan.
Oknum pengelola yang ingin melakukan penipuan dengan mengatasnamakan fintech dengan sengaja memalsukan identitas dirinya dan perusahaannya. Tidak hanya itu, karyawannya pun ikut melakukan pemalsuan identitas dengan menggunakan nama samaran di perusahaan tersebut.
Hal itu bertujuan agar perusahaan sulit untuk dilacak oleh pihak berwajib, jika ada seorang nasabah yang curiga dengan aktivitas perusahaan atau merasa dirugikan ingin melaporkan kepada pihak berwajib.
2. Proses dan syarat sangat mudah
Bila sebuah perusahaan ingin melakukan penipuan, pasti perusahaan tersebut selalu memanjakan mangsanya. Seperti halnya perusahaan fintech ilegal, mereka selalu memudahkan calon nasabahnya untuk melakukan transaksi pinjam meminjam uang. Tentunya hal tersebut dilakukan untuk menarik minat para nasabah agar menggunakan layanan mereka. Misal dana pencairan yang diajukan oleh nasabah dicairkan dengan sangat cepat oleh mereka dalam waktu sekitar 30 menit setelah pengajuan.
Pada kenyataannya, perusahaan fintech legal selalu mengecek setiap formulir calon nasabah yang berisi data nasabah tersebut secara mendetail terlebih dahulu. Mulai dari data pribadi nasabah, hingga persyaratan pengajuan.
Baca Juga: Awas! Ada Aplikasi Fintech Asal China yang Agresif Saat Tagih Utang
3. Mencuri data calon nasabah
Editor’s picks
Tidak hanya memberikan kemudahan untuk melakukan transaksi pinjam meminjam uang saja, fintech bodong juga melakukan pencurian data yang berupa nomor HP dan foto-foto calon nasabah dalam smartphone yang sudah meng-instal aplikasinya. Data tersebut tentu bisa saja digunakan mereka untuk melakukan penipuan.
4. Bunga dan denda sangat tinggi
Pada dasarnya OJK memang tidak pernah menentapkan besarnya bunga fintech pada POJK, tapi Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia atau bisa disebut AFPI sudah melakukan penerapan prinsip perlindungan konsumen. Hal ini tentu saja sudah menjadi kesepakatan bersama di antara perusahaan fintech yang terdaftar di OJK.
Pada prinsip tersebut di antaranya terdapat aturan bahwa perusahaan hanya boleh melakukan penagihan kepada nasabah tidak lebih dari 90 hari dari tenggat waktu pembayaran dan biaya-biayanya tidak boleh melebihi 100% dari nilai pokok pinjaman atau bisa dibilang jumlah pokok pinjaman dan biayanya tidak akan mengalami penambahan.
Sedangkan pada fintech bodong, menetapkan bunga yang cukup tinggi per harinya sekitar 2% sampai 3% dan bisa saja bunga tersebut naik tanpa disadari oleh nasabah karena mereka tidak memberikan data yang valid mengenai struktur perhitungannya.
5. Mengintimidasi nasabah
Sebuah perusahaan dalam melakukan penagihan kepada nasabah harus merujuk pada aturan code of conduct atau dokumen tertulis yang berisi tentang aturan bagaimana cara atau perilaku perusahaan dalam penagihan kepada nasabah. Dalam aturan tersebut, perusahaan tidak boleh menagih nasabah diluar jam kerja. Hal itu dilakukan karena untuk menjaga kenyamanan konsumen.
Sedangkan fintech bodong, tidak merujuk pada aturan tersebut. Bisa dibilang fintech bodong melakukan penagihan tanpa melihat waktu atau jam berapa pun mereka menagih kepada nasabah. Tidak hanya itu, mereka menggunakan nomor yang ada dalam smartphone nasabah untuk melakukan penagihan dengan mengintimidasi nasabahnya.
Para oknum penipuan yang mengatasnamakan fintech tidak pernah memandang siapa orang yang akan dijadikan korban penipuannya karena mereka hanya memikirkan bagaimana meraup keuntungan sebanyak-banyaknya dengan waktu yang singkat dan kemudian membawa kabur uang para korbannya.
Oleh sebab itu, bagi masyarakat yang ingin menjadi nasabah fintech harus lebih teliti dalam memilih platform fintech. Sebelum melakukan transaksi pinjam meminjam uang melalui fintech, saya sarankan untuk mengecek daftar perusahaan fintech yang terdaftar dalam OJK melalui website milik OJK.
Jika menemui atau mencurigai fintech yang tidak sesuai dengan aturan yang sudah ditentukan oleh POJK, bisa segera lapor kepada satgas waspada OJK melalui layanan konsumen 1500655 atau bisa juga melalui email waspadainvestasi@ojk.go.id.
Baca Juga: OJK Terbitkan Aturan untuk Payungi Industri Fintech
IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.