[PUISI] Mencari Adil di Selasar Negeri

Ketika keadilan tergolek selemah-lemahnya

Kita hidup di mana
Ketika seorang bapak tertabrak mobil di jalan raya
Meninggal seketika tanpa sempat meramu klausa
Tapi miskin papa dan tak punya kuasa
Sedangkan pelaku punya nama-nama yang melindunginya 
Dengan jentik jari mudah sekali menghapus jejak-jejak berita
Menyisakan getir di mulut-mulut saksi yang tak berani bicara
Menyisakan sogokan demi pertanda selesainya perkara
Menyisakan tangis keluarga yang dipaksa untuk rela

Kita hidup di mana
Ketika seorang gadis digagahi tanpa sejengkal daya
Bahkan direkam oleh tangan-tangan hina
Semua orang menghujat korban dan mengekspos wajah dirinya
Tanpa dosa malah bertanya soal pranala
Pelaku bebas berkeliaran dan bersenda di kafetaria
Kasus ditutup tanpa pernah tuntutannya dibuka 
Menyisakan gunjing-gunjing tetangga
Menyisakan jejak laknat di lini masa
Menyisakan jalan hidup yang entah mau di bawa ke mana
Terlunta tanpa tahu arah kelana
Betapa derita itu dianggap lelucon semata

Kita hidup di mana
Ketika lapar memaksa seorang gelandangan mencuri receh demi ganjal perut sementara
Orang-orang marah memprovokasi menambah cerita
Menghantam tubuh ringkihnya hingga berdarah-darah
Mencari bensin batu atau segala yang dapat memanaskan suasana
Laparnya sudah tiada diterkam ajal yang tetiba
Orang-orang puas melihat penjahat itu akhirnya mati hina dina
Namun mengapa
Ketika tamak memaksa seorang gelandangan negara mencuri receh demi menabung siksa di neraka
Orang-orang bersujud di hadapan hartanya
Tutup mulut agar mendapat jatah haram jadah
Menatap jerih orang-orang miskin yang dahulu memilihnya peroleh kuasa
Menyisakan ketimpangan yang tak akan punah
Menyisakan harta yang menggunung pada masyarakat kaya nan berkuasa
Menyisakan nestapa pada kaum papa

Kita hidup di mana
Meski berdasi tuksedo rapi dengan wangi parfum benara
Memasang wajah suci dan penuh kasih khasnya
Menggelontorkan ratusan juara demi menarik suara 
Melalui spanduk televisi dan serangan pagi-pagi buta 
Menggantinya berbunga-bunga untuk pelesir di Singapura
Bermain golf di California
Makan malam romantis di restoran mewah Wina
Menimbun harta di brankas yang tak terendus terjamah
Para pemegang kursi itu tidak lebih pintar anak-anak seragam putih merah yang belum mahir eksakta
Mereka lebih tahu benar salah kehidupan meski dengan perspektif lebih sederhana
Mereka lebih tahu bahwa hukum itu mestinya dijunjung tinggi kata negara
Mereka lebih tahu uang haram tak akan hilangkan dahaga dunia
Hanya berbekal belajar mengaji selepas asar di musala
Serta pelajaran agama sepekan kali dua
Mereka lebih tahu dari para pemegang kursi dengan gelar satu alinea

Kita hidup di mana
Adil yang didamba itu sudah raib pesona
Hukum pun tergolek lemah tak lagi perkasa
Tertidur ketika dibutuhkan masyarakat yang tak punya daya membela
Tertidur ketika dibutuhkan para korban yang dirampas haknya
Tertidur ketika dibutuhkan kawula yang katanya dipelihara 
Menyisakan pilu yang membiru dan bernanah
Menyisakan kelabu di negeri yang penuh tanda tanya 
Menyisakan lelap tidur penghamba uang negara

Bandar Lampung, 2 Juli 2020.

Baca Juga: [PUISI] Transaksi 

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Alanis Kavi Photo Verified Writer Alanis Kavi

move

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya