[PUISI] Tentang Rindu dan Keputusasaanku

Redup...

 

Malam kembali rubuh dengan matang. Di sudut-sudut sepi kembali kukais asa yang meremah. Barangkali, namamu yang tergantung di pucuk-pucuk bintang terjatuh di sana. Barangkali, ada seutas rindu yang masih menghangat di sana.  

Seusai senja tadi, aku berusaha memungut ingatan tentang warna yang kaujatuhkan, namun kudapati pasi. Lalu, kutangkup jingga yang pucat di sela malam, ada duka yang berbisik di lingkar waktu. Redup. Jarum jam malas berdetak kembali. Kenang yang dulu riang, tinggallah sajak-sajak yang sumbang.

Suara sesapan kopi kini berganti secangkir sepi. Lamat-lamat, kuramu pekat yang kauberi begitu dekat. Dengan sabar, kuanyam rindu yang tak lagi searah. Kurapal doa yang tak lagi menggenap.  Dengan segala rindu, aku menunggu pada segenap gebu. Walau kutahu, pada tungku senyummu, kauredupkan bara yang tak lagi menghidupkanku.

Angin sudah terlalu tua menyuarakan mimpi-mimpi. Di tepian air mata, ia hadir bukan sebagai penyejuk, ia tak lagi menjadi peneduh. Kecup yang dingin dan tatap seadanya, adalah sebaik-baiknya luka di muara temu yang semu. Kelak, ketika rindu ini terselip di pagimu, lihatlah keluar jendela. Kau akan tahu ada daun-dauh rapuh dan terpuruk ditinggal musim: cintaku.

 

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Ana Zuhri Photo Writer Ana Zuhri

Aku tak selalu tulisanku // IG: @naa7x_

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Arifina Budi A.

Berita Terkini Lainnya