[PUISI] Keheningan Diri

Sepi bukanlah pendatang

Selamat malam duhai para wayang,
Bergerak tanpa tangan sang dalang
Mematahkan tongkat-tongkat yang sejak dulu menopang
Kau tuang takdir di dalam cangkir penuh cacian, kau sajikan dalam secarik surat yang sekarang kubacakan.

Dari keheningan diri, kudapati sepi menyelinap lembut di antara liang renik
Yang kukira selama ini mengikuti, ternyata sudah mengalir dalam nadi

Sepertengah hidup seperti mati
Berusaha memutuskan jalin dengan sunyi 
Selalu merasa terdampar dari rumah yang dinaungi
Rumah, adalah dirinya sendiri.

Sepi bersama gulita malam, sungguh ia bukan pendatang
Sepi hanya menyapa, seseorang yang telah lupa dirinya
Sepi telah ada, lama sejak dirimu masih belia
Sepi tak bersuara, mengapa kau membencinya?

Kadang kau buat tradisi sendiri
Saat ilusi terasa lebih hidup dari realitas
Kau memilih hanyut bersamanya
Suasana yang indah itu ada, memainkan peran tanpa suara
Tanyakan itu pada telinga, ketika sepi meredam gendangnya.

Kau di antara mereka, memutar pengalaman yang tak sepaham
Wayang dari kulit manusia kusam
Pandai mengarang kisah kelam
Menuai perhatian dengan cara membungkam

Ini adalah coretan dari para wayang
Yang selalu bercengkerama dengan keheningan
Menganggap sepi sebagai melodi
Bersenandung sedu saat hati dipijak duniawi.

Baca Juga: [PUISI] Tiada Lagi Jalan Setapak

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Andres Giovani Photo Writer Andres Giovani

Langit disini telah lama hilang, sejak gurumu berkata "gapailah cita-citamu setinggi langit."

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya