[PUISI] Kala Amarah Merajam Tanpa Arah

Maka, benarlah petuah lama itu bahwa penyesalan selalu hadir

Dikisahkan sepasang manusia
Yang amat bahagia lagi raharja
Kebaikan nyalar menyertai
Bagai mentari yang hangat membelai
Pertiwi.

Harimau tak luput dijaganya
Tumbuh kuat lagi perkasa
Melindungi gerha, mencumbu anaknya
Terlancap cinta ia pada mereka

Sampai dikisahkan pula tentang amarah
Selepas bekerja dan kembali ke gerha
Terperanjat sepasang manusia itu
memandang mulut harimau yang berdarah
Sedang ekornya mengibas-ibas manja

Maka, amarahlah yang menguasai masa
Berbaur dengan kesangsian dan prasangka
Mendakwa bahwa anaknya habis ditelan
Hingga membuatnya puas lagi kenyang

“Keparat!”
Teriak manusia itu dengan wajah merah
Ditebaskannya golok itu ke leher harimau
Gugurlah kebencian itu bersama darah
Menggenang di antara musibah

Malang telah kadung terbuka
Dan takdir tak bisa kembali semula
Menyesallah sepasang manusia itu
Kala melihat anaknya tengah tertidur lelap
Sedang di sampingnya tergeletak ular
Tak berdaya

Maka, benarlah petuah lama itu
Bahwa penyesalan selalu hadir
Di akhir kisahnya.

Baca Juga: [PUISI] Memutar Arah

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Riani Shr Photo Verified Writer Riani Shr

Menulis adalah salah satu upaya menyembuhkan yang ampuh.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Kidung Swara Mardika

Berita Terkini Lainnya