[PUISI] PUPUS

Karena tak ada yang abadi

Boneka duduk dalam remang
Botol berdenting mengisi beling
Cincin melingkar di jari manis sang dara
Dalam tian sumpah setia

Layar mengembang diterpa angin kencang,
Ia tahu badai akan datang.
Lelaki tua pun mengencangkan jaketnya,
Ligan dingin menusuk sukma

Beledi terisi tirta suci menyucikan, membawa dingin dalam kerongkongan mereka
Tembok pun di sini bisa bicara, katanya
Dinding punya telinga, mendengar semua pembicaraan mereka, katanya
Meja pun tak luput
Mulut siapa pun yang mengadu, akan didengarkannya

Puisi itu kubuat untuk kamu,
Agar tak lagi bersedih karenaku
Buku yang kubaca itu tentangmu,
Meski segalanya tentang sendu.

Tetikus mengarah pada satu kata yang kucari
Lalu layar meredup habis energi
Tas punggungku penuh terisi,
Dengan kertas-kertas yang dulu pernah kau paruh, sungguh.

Bubuk sari Entomophilous memanifestasikan nektar
Selimut yang kau beri kulipat lagi,
Hingga rumput pun malas mengakar
Dan kaktus bersisik berbuah memerah darah, pupus. Namun kutahan, lagi. 

Baca Juga: [PUISI] Doa-doa yang Puisi

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor’s picks

Jihan Mawaddah Photo Writer Jihan Mawaddah

Knowledge seeker

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Yudha

Berita Terkini Lainnya